Pola Asuh Anak ; Otoriter

Pasti pernah dong nemuin orang tua yang cara mendidiknya cukup keras. Gak boleh inilah, gak boleh itulah. Harus ginilah, harus gitulah. Pernah?

Gak ada yang salah sih dari semua itu. Intinya semua demi kebaikan sang anak. Hanya saja, mungkin mengaplikasikan pola asuh yang keras semacam ini, dampaknya mungkin akan lebih banyak negatifnya ketimang positif. Why? Pertama-tama mari kita kenali dulu apa itu pola asuh atau istilah kerennya parenting.

Pola asuh adalah pola perilaku yang penerapannya bisa dicerminkan lewat pola interkasi, lewat aturan keluarga, atau sistem reward dan punishment yang dilakukan secara kosisten dan dari waktu ke waktu. Pola asuh terbagi dalam beberapa jenis, yaitu ;

1. Otoriter;

2. Permisif (Serba Boleh);

3. Demokratis (authoritative parenting);

4. Pengabaian;

Dan kali ini kita akan membahas tentang pola asuh Otoriter. Sesuai dengan kalimat pembuka kita tadi.

Pasti kalian sudah terbayang bagaimana pola asuh satu ini. Yup, pola asuh yang cukup keras diantara tiga pola lainnya. Hal yang paling mudah dikenali dari pola asuh satu ini adalah aturan ketat yang harus/wajib diikuti anak.

Jadi, apa itu Pola asuh Otoriter?

Pola asuh Otoriter adalah pola asuh orang tua terhadap anak yang bersifat memaksa, mengekang, serta mengharuskan anak untuk mengikuti segala aturan dari orang tua. Biasanya disertai dengan adanya tindak fisik dan aturan yang (terkadang) tidak disertai dengan adanya penjelasan dari aturan tersebut, serta adanya ancaman.

Pola asuh ini punya beberapa ciri, yaitu :

1. Orang tua akan menuntut anak untuk patuh terhadap aturan yang mereka buat.

Pola asuh otoriter membuat orang tua berekspektasi tinggi terhadap anak. Dan hal itu, tak jarang membuat anak jadi tertekan karena keinginan besar serta harapan orang tua terhadapnya. Aturan yang mengikat dan mengharuskan, mungkin cukup membuat ruang gerak anak terbatas. Selain daripada itu, kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Seolah anak tidak diberi ruang untuk mengembangkan apa yang dia inginkan, karena orang tua yang lebih menginginkan anaknya melakukan hal yang telah orang tua buat atau rencanakan.

Jika anak tidak mau melakukan apa yang orang tuanya rencanakan, maka orang tua akan semena-mena, dan tak jarang akan terjadi kekerasan fisik semacam hukuman.

2. Orang tua sering kali bersikap dingin terhadap anak.

Pola asuh ini akan membuat jarak dalam hubungan antara orang tua dan anak. Kerenggangan dalam hubungan akan mudah terjadi, pemicunya tentu karena adanya perbedaan presepsi antara anak dan orang tua. Kehangatan yang seharusnya anak dapatkan malah berbanding terbalik dengan kenyataannya. Orang tua seringkali bersikap cuek terhadap anak, namun menuntut anak menjadi apa yang seperti dia mau.

3. Memegang control terhadap anak.

Biasanya orang tua berpikir, semakin besar kontrol dirinya terhadap anak, maka anak akan semakin patuh terhadapnya. Sayang sekali, hal ini salah betul. Justru semakin anak didesak masuk ke dalam lingkup kontrol orang tua, semakin anak akan tidak terkendali. Justru akan melahirkan karakter yang tidak diharapkan orang tua, karena kontrol yang terjadi membuat anak akan berontak dan memiliki sifat keras.

4. Komunikasi yang berjalan hanya satu arah.

Orang tua pastinya ingin didengar. Ingin kemauannya dilaksanakan. Namun terkadang kurangnya komunikasi atau semacam meminta pendapat anak akan aturan yang diciptakan orang tua akan menciptakan kondisi di mana anak merasa tidak dianggap, tidak dihargai keberadaannya.

5. Menerapkan hukum kasar pada anak (punishment).

Kalau salah ya pukul. Kalau benarpun belum tentu dikasih reward. Menerapkan sistem tindakan fisik akan memicu ketakutan anak terhadap orang tua, ketegangan serta tekanan yang mungkin akan berpengaruh terhadap mental anak.

Orang tua mungkin akan berpendapat, kalau pola asuh ini akan memberikan efek patuh pada anaknya. Sayang, pola ini malah lebih sering memimbulkan serangkaian efek yang tidak diharapkan, seperti; tidak bahagia, tertekan, selalu tegang, tidak terlatih untuk berinisiatif, kemampuan berbicara/komunikasi yang buruk, cara dia memecahkan masalah juga akan sulit, menjadi keras kepala, suka memberontak. Dan itu mungkin hanya sebagian efek yang akan terjadi.

Jadi sebaiknya orang tua bertindak selayaknya pada anak. Bukan menjadikan anak objektivitas untuk menuntutnya melakukan hal yang orang tua suka. Setidaknya ada beberapa hal yang harus orang tua lakukan untuk mengajari anak :

1. Menjadi contoh baik untuk anak.

Tidak salah menerapkan pola asuh satu ini, tetapi alangkah baiknya jika dibarengi dengan tindakan orang tua yang sejalan atau sepatutnya untuk anak tiru. Jika orang tua melarang ini dan itu, lalu si anak melihat jika orang tuanya malah melakukan hal yang dilarangnya tersebut. Apakah tidak malu dengan perkataan kita tadi? Anak pasti akan menganggap kita sebagai contoh pertama mereka. Jika kita melarang mereka melakukan hal ini dan itu sedangkan kita melanggar, bagaimana anak bisa patuh?

Setidaknya dengan menjadi contoh yang baik, anak akan merasa patut untuk mencontoh tindakan kita. Karena bisa saja dia berpikir, peraturan yang dibuat dalam keluarga sejalan dengan tindakan kita. Karena perbuatan lebih berpengaruh daripada kata-kata.

2. Memberikan respon positif atas tindakan baik mereka.

Pasti pernah dong dipuji karena bantu ini dan itu. Apalagi kalau dikasih reward berupa permen atau uang. Anak akan merasa berharga karena tindakan kecil yang ia lakukan. Respon positif yang kita lakukan pada anak akan menumbuhkan rasa dihargai dan mereka akan mudah mengulang lagi tindakan tersebut.

3. Mengabaikan tindakan mereka (anak) ketika tindakan mereka terbilang mengganggu.

Orang tua tidak hanya dituntut merespon baik. Tapi orang tua juga harus bisa mengontrol diri untuk tidak menangggapi hal yang diangggap kurang baik dengan cara yang yang sepatutnya. Mengabaikan tindakan anak yang dinilai kurang, akan membuat anak merasa tidak ingin mengulangi perbuatan itu.

4. Memberikan hukuman jika tindakan dinilai sudah cukup tidak terkendali.

Jika anak sudah dibatas tidak bisa dikendalikan, hukuman bisa diberlakukan. Namun jangan sampai membuat anak merasa takut terhadap kita. Sebaiknya diiringi dengan pendekatan pengajaran yang positif.

Anak adalah titipan. Patutlah dijaga. Disayangi dengan semestinya. Bukan diperlakukan seolah mereka adalah peliharaan yang harus tunduk dan patuh terhadap orang tua. Meski demikian, memang anak harus patuh, tapi ada batasan di mana anak punya haknya tersendiri. Punya hak untuk berkembang sesuai dengan keinginannya tanpa menghilangkan hak istimewa orang tua dalam mengatur.

Selayaknya sebagai orang tua, menerapkan pola asuh baik apapun itu, tetaplah diiringi dengan sikap positif orang tua. Karena orang tua adalah idola pertama yang akan anak tiru dalam perjalanan hidupnya. Maka dari itu, jadilah orang tua yang bijak dalam mengasuh anak. Perlakukan ia sebagaimana posisinya sebagai anak. Ingat, anak adalah titipan yang suatu hari akan jadi pertanggungjawaban kita sebagai orang tua.

Sumber :

https://www.kompasiana.com/hikmahhabibah/54f38d9f745513792b6c7a38/pola-asuh-orangtua-otoriter

https://id.theasianparent.com/pola-asuh-otoriter

https://parenting.orami.co.id

https://kompasiana.com

Gambar by klikdokter.com

🍀 4 Maret 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top