8) Gak Bisa
Tok tok tok
Tiga ketukan pintu membangunkannya dari bayangan masa lalu. Mama masuk dengan selembar surat panjang berwarna putih. Meletakkannya di atas meja belajar Aura yang belum pernah diganti semenjak SMA.
"Orang itu mengirimkannya lagi," ucap mama sebelum menghilang dari balik pintu.
Aura bangkit dan mengambil surat tersebut. Membuka perekatnya dan mengeluarkan selembar surat.
Kamu tidak datang kemarin siang.
Aku mohon, besok datanglah, temui aku.
Biar kita selesaikan semua ini.
Jam 2 siang, Warung suka suka.
Tidak salah lagi, memang dia pengirimnya. Rupanya pria yang tiba-tiba muncul di hadapannya saat di bandara kemarin masih belum menyerah.
Warung Suka Suka.
Ah, kafe itu.
* * *
Aura mengoleskan selai coklat ke dua potong roti untuknya dan Retno---ibunya. Menyalin ke dua buah piring yang sudah ia siapkan di meja makan. Menuangkan susu ke gelas mamanya.
Sejak kehadiran papa satu tahun lalu membuatnya menjadi lebih peduli dengan mamanya. Selalu memastikan bahwa kondisi mama baik-baik saja. Ia hanya tidak ingin, kehilangan satu lagi orang yang disayang.
"Mama mau ke Semarang besok sore. Ikut?" Mama berbicara di sela-sela kunyahannya.
"Pingin sih, tapi masa hari Jumat? Aura kan sekolah. Dan Sabtunya, ada acara bintalis."
Aura mengerucutkan bibirnya. Selama setahun belakangan pula, ia sudah mulai mengembalikan ekspresinya. Tidak sedatar hari-hari sebelum itu.
Mama mengernyit. "Lah? Biasanya juga ngemis-ngemis minta bolos, ini kenapa takut mau izin sehari doang?"
Aura membulatkan matanya spontan. Iya yah, kenapa juga gue takut bolos?
Mama memicingkan mata. "Ah.. jangan-jangan ada gebetan baru ya?" beliau memajukan mukanya tepat di hadapan Aura. Aura menggeleng keras. "Apaan sih ma!"
"Kata Yudith, kita tuh gak boleh deket-deket sama lawan jenis. Apalagi pacaran!" Aura memasang muka serius.
"Mama gak bilang pacaran kok."
"Tapi kan--"
"Eh siapa tadi namanya? Yudith? Ajak dong kesini?"
Mama apaan sih! Sok tau an banget.
"Udah deh Aura pergi dulu. Assalamu'alaikum!"
* * *
Aura menyeret koper besar berwarna biru langit miliknya ke halaman rumah. Meminta tolong supir untuk mengangkatnya ke bagasi.
Ia berjalan mondar-mandir. Memikirkan acara Satu Muharram esok yang terpaksa harus ia tinggalkan.
Aura mengambil ponsel dari saku jaket bomber nya, mengirimkan pesan singkat untuk Yudith setelah sebelumnya meminta izin ke grup OSIS terlebih dahulu.
Gue harus ke Semarang. Take off jam 3. Sorry, gak bisa ikutan sm kalian.
Bye!
Di tempat lain, Yudith yang sedang sibuk mengawasi penyusunan dekorasi acara membuka ponselnya ketika bergetar. Sebuah pesan masuk dari Aura.
Entah apa yang merasukinya saat ini, namun yang Yudith pikirkan hanyalah harus bertemu dengan si pengirim sms.
Yudith menitipkan tugasnya kepada Dany---wakilnya, dan Syifa---sekretarisnya. Mengatakan bahwa ada urusan yang harus diselesaikan.
Tunggu aku.
Warung Suka Suka stengah jam lagi.
Yudith memasukkan kembali handphonenya ke dalam jaket sebelum menghidupkan mesin motornya.
Tepat dua puluh lima menit kemudian, ia sudah sampai di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Mencari-cari gadis itu di antara ratusan manusia yang sedang berlalu-lalang. Memasuki sebuah kafe sederhana yang selalu menjadi andalannya jika ke tempat ini.
"Hai!"
Yudith menunjukkan giginya yang berjejer rapi. Melambaikan tangannya saat melihat keterkejutan Aura.
"Gue kira lo gak dateng. Ada perlu apa? Tenang, kerjaan gue udah diserahin ke Yasmin kok, minta aja sama dia."
"Gak ada apa-apa. Bukan soal kerjaan kok. Aku cuma memastikan, kalo kamu gak bohong," jawab Yudith santai. Ikut duduk di hadapan Aura.
Kening Aura berkerut. "APA? Lo kira gue mau cabut gitu?!"
"Eits, santai dong. Yah kan, aku pikir karna kamu---"
"Karna gue sering keluar pas ada acara di OSIS, lo pikir gue hobi bolos sekolah? Sorry deh ya, gue belum pernah cabut dari sekolah sekalipun!" Aura menepuk dadanya bangga. Meski...
"Ya kalo cabut kelas sih sering."
"Sama aja, Aura."
Yudith menggeleng. Tersenyum tipis saat melihat Aura tertawa geli.
"Jadi, lo beneran gak ada keperluan apa-apa? Bentar lagi gue harus take off nih, nyokap udah nunggu di waiting room. Jangan buang-buang waktu deh."
Aura berdecak. Yudith tidak menjawabnya. Hanya diam menoleh kesana-kemari. Menikmati keramaian di bandara.
"Yudith, ih! Gue lagi ngomong tau! Oh gue tau ni... lo pasti merasa kehilangan gue, kan?"
Aura tersenyum miring. Matanya menyelidik. Tangannya sibuk menunjuk-nunjuk muka Yudith.
Yudith mengernyit. Kepedean banget, sih.
Aura memajukan mulutnya hingga ke telinga Yudith. "Jangan kangen ya?" lalu mundur kembali setelah mengedipkan sebelah matanya.
"Gak bisa."
"Hah?"
"Gak bisa gak kangen."
* * *
Ini Yudith maksudnya apa coba pake nyusulin Aura ke bandara? Takut gak bisa jumpa lagi? Takut pesawat Aura kecelakaan terus mendarat di antah berantah? Author gak sejahat itu kok, enggak.
Kayaknya, setelah ini saya akan fokus di tugas ODOC dan bakalan jarang update AURORA atau IMRS.
Jangan kangen ya?
He he he.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top