3) Kejar Dia!
Aura menyesap teh manis yang baru diseduh oleh ibunya. Menanggapi satu-dua pertanyaan yang ditujukan kepadanya.
"Berapa lama kamu di Jakarta, Kak?"
Padahal, kemarin mama sudah menanyakan hal tersebut. Bahkan jauh-jauh hari sebelum itu, ia sudah mengatakan kalau ia akan menetap selama dua bulan. Setelah itu, ia harus kembali ke Singapura.
"Dua bulan Maaa! Sepuluh Januari Aura udah harus balik."
Mama mengerucutkan bibirnya. Ngambek. "Dua bulan bukan waktu yang lama. Gak bisa apa kamu tinggal disini aja?"
"Aura sudah menandatangani kontrak untuk bekerja selama tiga tahun di perusahaan itu. Mungkin, satu setengah tahun lagi baru bisa kembali kesini. Percayalah Ma, kakak juga ingin sekali tinggal disini."
Aura menatap ibunya lamat-lamat. Sejujurnya, ia teramat rindu pada kota kelahirannya. Tetapi pekerjaan menuntutnya untuk menjadi profesional.
"Baiklah. Tapi seringlah kesini. Setidaknya waktu hari Raya. Adik-adik pasti akan senang."
Adik-adik.
"Tolong jangan bahas adik-adik sekarang Ma. Aura lelah. Aura ke kamar dulu ya?"
Mama menghela napas. Mengangguk pasrah. Aura belum sepenuhnya menerima mereka.
Saat anaknya menginjak anak tangga pertama, ibunya kembali bersuara.
"Kamu menerima banyak kiriman surat setiap minggunya. Juga, ada beberapa kado yang diterima setiap hari ulang tahunmu. Mama meletakkannya di lemari pakaian."
Aura berbalik arah sejenak. "Dari siapa?"
Mama mengangkat bahu. "Gak ada nama pengirim disana."
"Oke."
Aura meneliti setiap sudut kamarnya. Ruangan yang sudah lima tahun belakangan tidak ia tempati. Biasanya saat masa liburan, ia hanya menginap selama tiga hari, itupun di hotel yang disediakan kantor. Dan mama yang akan mengunjunginya disana.
Mendapati tumpukan surat dan lima bingkisan berbungkus kado di lemari yang hanya berisi beberapa potong baju.
Benar kata mama, tidak ada nama pengirim disana. Ia memilah surat yang akan dibaca lebih dulu. Hanya ada satu-dua kalimat di setiap suratnya. "Buang buang kertas aja," gumamnya.
Dimana kamu melanjutkan kuliah? Aku harap, kita bisa bertemu suatu saat.
Apa kamu sudah mulai berkuliah?
Sesibuk apa, sampai tidak bisa membalas suratku?
Selamat ulang tahun, Aurora Rininta.
Aku menunggu.
Tidak mungkin Deva, pria itu masih setia menunggunya lewat media sosial. Bella juga tidak, karena mereka tinggal di apartemen yang sama. Yasmin? temannya yang satu itu tidak pernah lupa mengirimkan SMS untuknya.
Sekarang, ia sudah tahu siapa pengirim surat itu. Seseorang dari masa lalu.
* * *
[flashback; 7 tahun lalu]
"Lihat deh ketuanya. Berwibawa banget pas ngomong. Keren ya, Ra? Gak kayak Vino."
Bisikan-bisikan Yasmin membuat Aura tidak fokus mendengar apa yang sedang dikatakan Yudith di depan kelas. Yasmin terus saja mengajaknya berbicara. Memuji-muji cara bicara Yudith yang menjadi keindahan tersendiri bagi Yasmin.
"Min, please deh. Vino bahkan jauh lebih baik dari itu," balasnya setengah berbisik.
"Tapi dia lucu, Ra. Dia nyiapin semuanya. Bahkan, turun tangan langsung dalam acara ini."
"Lucu apanya sih! Itu namanya dia gak menghargai anggota. Emang sih, ketua gak boleh nyuruh aja. Tapi dia itu aneh!"
"Aneh dari mananya sih?"
Mereka terus saja berdebat hingga beberapa orang yang sedang berkumpul ikut menoleh dan menguping pembicaraan tersebut.
Yudith tidak melanjutkan perkataannya. Ia pergi tanpa sepatah kata.
"Yah kan! Elo sih, Ra! Ngomong teriak teriak. Jadi pergi kan si Yudith."
Mata Aura melebar. Bibirnya mengerucut. "Iss, tadi kan lo yang ngajak ngomong duluan, Yasmin!"
Vino menarik kasar tangan Yasmin dan Aura menjauhi keramaian. Mendengus kesal. Menatap keduanya bergantian. "Kejar."
"Hah?"
"Kejar Yudith, Aura. Kita butuh dia."
"Lah kok gue? Kan Yasmin duluan yang mulai? Gak mau!" Aura bersedekap dada. Memalingkan wajahnya dari Vino dan Yasmin. Yasmin menjulurkan lidah, tanda kemenangan.
"Karna suara lo yang terakhir kali terdengar. Jangan buat malu OSIS, kejar sekarang."
"Gue tadi belain lo, Vino! Masa dia muji-muji Yudith, dan ngebandingin lo sama ketua bintalis itu. Lo kenapa sih?"
Vino menatap Aura tajam. "Gue gak butuh dibela, bahkan setelah dibanding-bandingin. Gue minta tolong jangan buat image OSIS jelek, Aurora."
Aura membuang napas kasar. Menghentak-hentakkan kakinya. Mengepalkan tangan di udara.
"Yaudah, gue kejar! Puas lo?!"
* * *
Yap, part 3. Gimana nih tanggapannya?
Menurut kalian, kerenan Vino atau Yudith? Komen di bawah yaa!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top