28) Tentang cinta

"Harusnya lo gausah repot-repot ke sini loh, Syif. Ada apa sih?" Aura meletakkan buah-buahan di atas meja. Mengambil duduk di sebelah Syifa dengan senyum menghiasi bibirnya.

Syifa hanya tersenyum. Sedikit canggung karena mereka hanya berdua. Bella memutuskan untuk keluar, membiarkan dua wanita ini menyelesaikan masalahnya secara tertutup.

Sesungguhnya, jantung Aura berdegup dua kali lebih kencang dari biasanya. Jangan jangan... ia jatuh cinta?

"Ada hal penting yang harus aku bicarakan, Ra."

Aura mengerutkan keningnya.
Apa itu menyangkut Yudith?

"Iya, tentang Yudith. Tentang kita," ucap Syifa seolah mengerti arti tatapannya.

Ada apa lagi?

Aura bertanya-tanya dalam hati. Pembicaraan mengenai Yudith selalu membuat seluruh tubuhnya lemas. Hati dan pikirannya berlomba-lomba menyuarakan pendapat dan selalu bertolak belakang. Setelah kepulangannya dari Singapura, semua hidupnya seolah terputar kembali ke masa lalu. Seakan-akan hidupnya hanya tentang lelaki keturunan Aceh itu.

Mungkin, saat ini, Aura masih bisa memancarkan senyum manisnya. Tapi setelah Syifa menjelaskan semuanya nanti, ia tidak yakin air matanya masih bersisa atau tidak.

Yudith merupakan topik yang terlalu sensitif bagi keduanya.

"Kamu mencintai Yudith 'kan?"

Pertanyaan yang paling Aura takuti akhirnya keluar juga dari mulut Syifa. Tidak tahu harus menjawab apa, ia malah tertawa hambar. "Jangan ngaco deh! Masa gue suka sama suami orang? Hahaha, hidup terlalu singkat kali, buat jadi pelakor."

Tidak tertarik dengan candaan Aura, Syifa kembali berkata, "Aku juga perempuan, Aura. Dari mulut, mungkin kamu bisa bohong, tapi mata kamu selalu memancarkan kebenaran."

Dalam hati Aura membenarkan. Untuk apa ia menutupi sesuatu yang sudah terlihat jelas? Yasmin juga pernah bilang, siapapun yang melihat, langsung dapat menyimpulkan bahwa ia menyukai Yudith dengan sangat. Namun, apa ia harus mengatakan yang sebenarnya, kepada perempuan yang sah menjadi istrinya Yudith?

Aura menggeleng. Tidak boleh. Ini sebuah kesalahan dan ia tidak boleh memperumit keadaan. Sesakit apapun hatinya, ia tetap harus meyakinkan Syifa, bahwa semua hanya masa lalu.

"Semua udah berlalu. Udah berapa tahun sejak kita SMA. Gue rasa, lo ngerti dong tentang cinta monyet? Anggap aja seperti itu."

* * *

Enam tahun yang lalu.

Kabar kelas 12 IPA 1 berencana membolos pelajaran Matematika menyebarluas ke seluruh siswa. Terlebih tadi, salah seorang siswi kelas 10 memergoki Zain menjatuhkan beberapa tas ke halaman belakang.

Hal ini sudah biasa dilakukan. Kelas 12 IPA 1 yang terkenal dengan kekompakannya---khususnya pada hal buruk---selalu diacungi jempol oleh kelas lain, meski beberapa guru justru memarahi mereka habis-habisan. Maka melihat kejadian ini bukan sesuatu yang mengejutkan.

Bagian yang membuat satu sekolah heboh adalah ketika mengetahui bahwa Aura, mantan sekretaris OSIS yang dikenal selalu menaati peraturan sekolah mengikuti jejak teman-temannya. Maka tidak salah, ketika Aura melenggang keluar dari kelas, semua mata tertuju padanya.

Seperti saat ini, ketika Yudith, Syifa dan beberapa anggota BINTALIS berkumpul di meja piket. Aura dan teman-temannya melewati mereka, menghentikan tawa yang menghiasi bibir Yudith.

Sadar dengan perubahan sikap teman satu ekskulnya, Syifa melambaikan tangan ke arah Aura, menyapa ringan. Amat berbeda dengan Yudith yang secepat kilat mengalihkan pandangannya.

Saat merasa Aura sudah menjauh, Yudith bergerak gelisah.

"Kamu kenapa, Dit?" tanya Fikri, teman satu ekskulnya, membuat Syifa menoleh ke arahnya.

Setiap anggota BINTALIS tahu, bahwa Yudith pasti sedang memikirkan sesuatu. Seluruh anggota tubuhnya ada di sini, tapi pikirannya sudah melayang entah kemana.

Yudith menggeleng sebagai jawaban.

"Yaudah, kita mau ke kantin, kamu ikut?"

"Nanti nyusul."

Setelah melihat kelima temannya pergi, Syifa berkata, "Apa ini ada hubungannya sama Aura?" Alih-alih menjawab, Yudith justru mengerutkan keningnya.

"Kamu gelisah setelah tau Aura dan teman kelasnya cabut. Aku gak salah tebak kan?"

Yudith terdiam. Kakinya melangkah ke tempat duduk yang tadi ditempati Fikri. Syifa menyusul setelahnya.

"You like her, don't you?"

Ia malah tertawa hambar. "Enggaklah. Gak boleh, dosa. Walaupun udah SMA, kita masih terlalu kecil untuk mengenal perasaan."

"Ayat mana yang mengatakan kalau menyukai seseorang hukumnya dosa?"

Tampak berpikir keras mencari alasan atas jawabannya yang keliru, ia mengangkat bahu. Yudith lupa, ia sedang berbicara dengan seseorang yang juga paham agama. Syifa terlalu pintar untuk dibodohi.

"Aku gak tau dugaanku benar atau salah. Aku emang gak tau apa-apa soal kamu, maaf."

Syifa berbalik badan. Namun saat kakinya hendak berderap, perkataan Yudith sukses membuatnya tak bergerak.

"Kalau aku sukanya sama kamu, gimana?"

* * *

"Berarti benar 'kan dugaan gue? Yudith emang suka sama lo sejak dulu," potong Aura di sela-sela cerita.

"Iya, mungkin. Tapi..."

"Semua sudah jelas kan, Syif? Gue rasa udah cukup."

Syifa menatapnya lekat. "Apa kamu gak mau dengerin semuanya sampai akhir?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top