27) Tamu istimewa part 2

Aurora menghela napas kasar. Memandang jalan yang dipenuhi rintik-rintik air. Harinya sudah berantakan karena Deva. Lalu, hujan menambah masalahnya. Ia tidak akan pulang dengan kondisi seperti ini. Tubuhnya terlalu lelah untuk berjalan menuju halte---mobilnya mogok dan ia terpaksa naik angkutan umum---melewati hujan pula.

Ayo pulang, hujan gak boleh nyentuh kamu.

Kalimat itu, kalimat yang pernah membuatnya terbang hingga ke langit ke tujuh. Kalimat yang diucapkan seorang lelaki tampan yang masih mampu mengubah hidupnya, meski jarak sudah terlampau jauh.

Aura merindukannya. Bagaimana kabar pria itu saat ini? Apa ia sedang menyesap kopi panas yang dibuatkan istrinya sepulang dari kantor? Membayangkannya saja, membuat otaknya penat.

Dulu sewaktu kuliah, ia pernah mengkhayal tentang masa depannya. Menerka-nerka tentang bagaimana kehidupan berkeluarga dengan sosok yang menjadi pemimpinnya. Berandai-andai, sikap seperti apa yang harus ia lakukan untuk menjadi istri dan ibu yang baik bagi suami dan anak-anaknya. Tapi ia belum bisa mewujudkannya.

Mungkin, Syifa telah merasakannya.

Ia menyobek secarik kertas dari sebuah buku. Mengambil pulpen dari kotak pensil. Menuliskan sebuah kalimat yang mencurahkan isi hatinya saat ini.

Aku bahkan tidak tahu,
harus menyungging sabit,
atau membendung sungai.
Yang aku tahu,
melihatmu bahagia...
hatiku nano nano.

"Aurora, why don't you go home?"
Lee Ji Min, atasannya yang dikenal perhatian kepada seluruh karyawan bertanya. Menghampirinya seraya menenteng tas kerjanya.

Aura segera menyimpan puisi dan pulpennya di balik map berwarna cokelat. "Oh sir... I was just... waiting for the rain to stop. How about you, sir?

Ji Min tersenyum ramah. "Oh, I see. I still have something to check but it's already finish now. Would you like me to drive you?"

Aura menggeleng pelan. Membalas senyum atasannya. Dalam hati memuji perilaku terpuji Ji Min yang amat jarang ia temui selama hidupnya.
"No, thanks, sir. I think your family is waiting for you soon."

"Okay, see you tomorrow!"

* * *

Aura memutuskan segera pulang setelah hujan mereda. Beruntung bus cepat datang dan ia sampai di apartemen lima belas menit kemudian.

Keningnya mengerut ketika melihat sepasang sepatu pansus berwarna peach terpatri di rak. Seingat Aura, baik dirinya maupun Bella tidak pernah membeli sepatu dengan warna dan model seperti itu. Mungkin, Bella kedatangan tamu.

Langkahnya terhenti ketika mendengar namanya dibawa-bawa oleh dua wanita yang tengah berbincang dari arah dapur. Suaranya tidak asing. Aura... mengenal suara itu.

Hanya saja, ia terlalu lelah untuk mendatangi Bella. Terlalu lelah untuk menyapa seseorang yang mengunjungi tempat tinggalnya. Mungkin nanti, setelah mandi dan mengganti baju, ia akan kembali.

"Bella tuh ya, kalo udah cerita sama temennya sampe gak denger suara di luar. Kalo kemalingan gimana coba?" gumamnya pelan sambil menggelengkan kepalanya.

Tepat saat tangannya memegang knop pintu, sebuah suara menginterupsi. Memanggil namanya dengan lembut.

Aura membalikkan badan.

"Syifa?!"

* * *

Sepuluh menit yang lalu.

Betapa terkejutnya Bella saat melihat orang yang sedari tadi mengetuk pintunya adalah Syifa. Tersenyum manis sambil mengucapkan salam dengan hangat.

Maka, dengan terbata-bata ia menyuruh Syifa masuk dan berbincang di dalam apartemen.

"Lo ke sini sama siapa? Yudith?" tanya Bella setelah menyuguhkan segelas teh panas ke atas meja.

Syifa menggeleng. "Aku sendiri, Bel. Yudith lagi sibuk ngurusin persidangan tentang tuduhan Gubernur Sumatera Utara. Dia cuma titip salam sama kalian."

"Ooh. Terus... kalo boleh tau, lo ke sini mau ngapain? Ada seminar internasional kedokteran?"

Menggeleng lagi, Syifa menggenggam tali tasnya erat. "Aku ke sini khusus buat nemuin Aura. Ada yang harus kita bicarain. Aku rasa semuanya belum terlambat, jadi aku harus menyelesaikannya sekarang juga. Mungkin, kamu juga udah tau."

"Ya, gue setuju. Sebelum semuanya terlambat, lo emang harus bertindak cepat."

Setelah itu, keduanya tidak lagi membahas tentang tujuan kedatangan Syifa. Seperti melupakan begitu saja, sembari menunggu kedatangan Aura, keduanya sibuk bernostalgia ke masa SMA. Masa yang menjadi kisah percintaan yang rumit ini dimulai.

"Lo orang kedua setelah Aura yang selalu gue suka. Lo tau? Lo bahkan bisa menghipnotis orang hanya dengan lambaian tangan."

Syifa tertawa kecil. "Bisa aja kamu. Kamu juga. Ah, maksudku... kamu, Aura dan Yasmin. Kalian benar-benar sahabat yang setia. Lihatlah, kalian bahkan tinggal satu atap!"

"Ya, lo bener. Kita bertiga selalu berusaha buat damai. Lo harus tau, sedingin apapun Aura sama seseorang, seketus apapun dia, ketika dia udah peduli, lo gak akan pernah mau kehilangannya."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top