21) The Truth
Tangannya menari-nari di atas keyboard. Matanya fokus pada layar, tidak berkedip. Otaknya terus berputar, menyalurkan ide cerita. Mulutnya sibuk berkomat-kamit, mencari kalimat yang pas untuk menjadi ending dari ceritanya di aplikasi wattpad.
'Gue cinta sama lo, Jihan,' ucap Rafie.
'Gue... juga. Gue juga cinta sama lo, Rafie,' balasnya.
Rafie memeluk Jihan erat. Mendapatkan orang yang amat ia sayangi sekarang.
Aura memanyunkan bibirnya. "Andai aja ini terjadi sama gue. Bisa hidup bahagia sama orang yang paling gue idam-idamkan."
Aura menutup laptopnya, cerita terakhirnya sudah selesai dipublikasikan. Menghela napas lega. "Alhamdulillah, kelar juga."
"Kelar apanya?"
Aura terlonjak kaget. Menoleh dongkol ke arah Yudith yang muncul tiba-tiba. "Apaan sih lo! Nongol gak bilang-bilang. Untung gue gak jantungan." Aura mengusap dadanya---dramatis.
Yudith menangkupkan kesepuluh jarinya. "Maap deh maap. Ya kalo jantungan, gampang. Aku tinggal panggil anggota Dokter Remaja disini."
"Aish, Yudith. Gak waktunya bercanda!"
"Kamu pikir aku bercanda? Soal kamu, aku gak pernah bercanda, Aura."
Aura berdecak. Bangkit dari duduk. "Au deh. Gue beli es dulu, disini panas!"
Yudith tertawa puas mendengar reaksi Aura dan membuntutinya dari belakang. "Iya, panas yah. Aku juga kepanasan nih."
"Ngapain lo ngikutin gue?"
"Yah gr banget! Aku mau ke kantin juga keles. Haus. Di sini panas," balasnya--meledek. Mengibaskan kelima jarinya.
Aura mendengus. "Terserah."
Keduanya sampai di kedai minuman. "Bang, jus jeruk satu!" pekik keduanya bersamaan---bersaing dengan puluhan pembeli lainnya.
"Lo suka jus jeruk juga?"
"Kepo?"
Aura berdecak. Menyilangkan tangannya di depan dada, bersedekap.
Lima menit kemudian pesanan mereka selesai. Yudith mengeluarkan dua lembar uang sepuluh ribuan. "Disatuin aja uangnya, Bang."
"Eh, apaan. Gue bayar sendiri."
"Biar gak ribet tau. Gak kasian apa sama Bang Juki, banyak banget pembelinya?"
"Yaudah iya."
Yudith mengajak Aura menepi ke tempat duduk yang sepi, hanya ada beberapa siswa sedang membaca buku dan guru yang berbincang-bincang.
Tiba-tiba Aura teringat, setelah seminggu lebih, ini kali pertama ia bertemu dengan Yudith. "Oiya, dari kemaren kemana aja?"
"Pulang kampung. Ada pesta keluarga."
Aura manggut-manggut. Kemudian pandangannya tertuju pada Yudith yang sedang mengorek isi kantung celananya. "Nyari apa?"
"Nih. Untung aja gak kelupaan," ucap Yudith sambil menyerahkan sebuah gelang kepada Aura. "Gelang?"
"Iya. Anggap aja oleh-oleh. Maaf ya, aku gak sempat beli apa-apa."
"Yaelah, lo ingat aja, gue udah seneng. Thanks ya. Bakalan gue pake."
Aura tersenyum hangat. Gelang ini akan nempel di tangan gue, selalu.
[Flashback off]
* * *
"Aura! Aura!" Bella dan Yasmin bergantian memanggil Aura yang sedang mengenang sekeping potongan masa lalunya.
Aura tersadar beberapa menit kemudian, setelah panggilan kelima. Menoleh lemah.
"Lamarannya bentar lagi dimulai. Apa lo akan terus berdiam diri di sini?" tanya Yasmin.
Aura melirik gelang yang masih setia menggantung di pergelangan tangannya. Menghela napas. Wajahnya pias. Gusar. Melepas gelang itu dengan kasar dan meletakkannya di atas dashboard.
"Aurora, ayo keluar dari mobil," bujuk Bella.
"Ra, lo gak mau 'kan, kita dikira perampok yang ngincar rumah orang?"
Aura mencengkeram setir kuat. Menatap jalan di hadapannya lurus-lurus. Tidak memedulikan omelan kedua sahabatnya.
Mereka bertiga sedang berada di Perumahan Adiwijaya. Memarkirkan mobil tepat di depan rumah yang kini dipenuhi desakan manusia. Yudith dan Syifa akan melaksanakan acara lamaran siang ini.
Yasmin mengepalkan tangannya di udara---sebal bercampur gemas dengan tingkah Aura yang tidak bisa ditebak. "Aurora, jangan diam aja! Berhenti bersikap childish deh!"
Bella melotot ke arah Yasmin namun diabaikan olehnya. Dari belakang, Bella menyentuh pundak Aura. "Ra, lo udah ikhlasin semuanya 'kan?"
Aura menundukkan kepalanya. Menggeleng lemah. Bella dan Yasmin terlonjak.
Setetes air matanya turun. "Kejadian di bandara, muncul tiba-tiba dan ajak gue ngobrol, surat-surat selama lima tahun terakhir, kado-kado di hari ulang tahun....
"...semua usaha gue buat lupain dia sia-sia Bel, Min. Sejauh apapun kaki gue melangkah, hati gue masih di sini... dengan orang dan perasaan yang sama."
Yasmin menarik Aura ke pelukan. Bella ikut berhambur setelahnya. Ikut menangis, dengan kepiluan Aura.
Sungguh, tangisan Aura telah menjelaskan semuanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top