2) Namaku...

Sia-sia. Percuma saja ia terus membatin, orang itu sudah mendekat. Malah, mengambil duduk tepat di hadapannya.

Tersenyum manis ke arahnya.

Hening. Hanya mata yang bersitatap satu sama lain. Tidak berucap, tidak bergerak. Hingga pernyataan muncul dari mulutnya.

"Tidak sekarang, kumohon. Aku lelah."

Aura meraih jaketnya, memakai kembali. Bangkit dari duduk, menarik kopernya. Hampir berlari saat menuju kasir.

Aura keluar dari tempat makan itu. Bergegas mencari taksi terdekat. Langkahnya terhenti ketika dia bersuara.

"Aku lebih lelah, Aura. Kalang kabut mencarimu selama lima tahun lebih. Hilang begitu saja. Aku mohon, biarkan semua berjalan sebagaimana semestinya." Dia menarik-buang napasnya perlahan.

Aura membalikkan badannya menghadap pria itu. Menggeleng lemah. "Semua sudah berjalan sebagaimana semestinya. Tidak ada yang perlu dijelaskan. Jangan buat lima tahunku sia-sia." pria itu membungkam.

Kembali ia mencari-cari taksi yang kosong. Lama sekali sampai akhirnya mobil sedan berwarna biru itu terhenti. Sang supir membuka bagasi, membantunya meletakkan koper.

Ia masih memaku di tempatnya.

Saat Aura hendak membuka pintunya, kembali, pria itu berbicara. "Tidak ada yang sia-sia, sama sekali tidak. Kita cuma perlu waktu. Datanglah lagi besok ke WSS."

"Aku tidak punya waktu. Permisi."

Tak lama kemudian kendaraan roda empat tersebut sudah membelah jalan raya.

* * *

[

flashback; 7 tahun lalu]

"Hei, Syifa!"

Syifa memicingkan matanya, ke sumber suara. Menyahut ketika mengenal siapa yang baru saja memanggil namanya. "Iya? Ada apa, Ra?"

Aura, gadis berkepang dua itu kini menyejajarkan langkahnya dengan Syifa. Menarik-buang napas berkali-kali. Lelah mencari Syifa sedari tadi.

"Lo udah tau kan, kalo kita ada kerjasama? Kita kan sama-sama sekretaris nih, pasti lo tau kan apa aja yang harus disiapin dari ekskul bintalis?"

Syifa menggeleng. "Kemarin, aku gak ikut rapat. Jadi semua file dan hasil diskusi ada sama ketuanya. Bahkan dia sendiri juga bilang, kita-kita gak perlu ngerjain apa-apa sebelum ada perintah."

Aura melongo. "What?! Itu ketua apaan? Sedeng apa yah? Iya kali ada anggota tapi gak ngerjain apa-apa."

Syifa tertawa kecil. Mengibaskan tangannya pelan. "Astaghfirullah, ada-ada aja sih kamu, Ra. Dia gak seburuk yang kamu pikirkan kok."

Aura berdesis. Ternyata ada ketua yang jauh lebih aneh dari Vino.

"Terus, lo tahan gitu sama sikap anehnya dia? Gue aja kadang risih sama perubahan sikap Vino. Emangnya tu anak dingin ya?"

Syifa mengernyit. "Dingin? Maksud kamu?"

"Ya... manusia es. Kaku gitu."

"Oh enggak kok! Malah, dia ekspresif banget. Kamu kan anggota OSIS, kenapa gak tanda sama dia? Ayo deh aku kenalin, kebetulan aku mau jumpain dia nih di kantin."

Aura mengangguk. Mengikuti kemanapun kaki Syifa melangkah. Tersenyum pada beberapa orang yang berpapasan dengannya. Menegur guru-guru yang baru keluar dari ruang seminar.

Mereka berhenti di meja yang hanya berisi seorang pemuda yang sedang berkutat dengan kertas-kertas. Aura yakin, pasti lelaki itu ketuanya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Lelaki tadi mengalihkan pandangannya ke arah Aura dan Syifa. Mempersilakan keduanya untuk duduk bersebrangan dengannya.

"Dit, ini anak OSIS. Mereka nanyain tentang kejelasan dan mekanisme buat satu Muharram nanti. Gimana? Apa kita harus buat pertemuan?"

Dia mengangguk. Melepas kacamata minusnya sebelum menjawab pertanyaan Syifa. "Itu pasti. Harus ada pertemuan antara OSIS dengan bintalis agar acara berjalan lancar. Kamu atur aja jadwalnya."

"Kamu selalu bilang gitu. Tapi aku bahkan belum tau apa-apa tentang kerjaanku sendiri."

Lelaki tersebut menoleh ke arah Aura. Memberi isyarat kepada Syifa agar tidak sampai keceplosan mengenai masalah internal.

"Kita bahas itu nanti. Ah, kamu pengurus OSIS dari 12 IPA 1 itu kan?"

Aura tersenyum, mengiyakan. Mengulurkan tangannya ke arah seberang. "Iya, kenalin gue Aurora Rininta. Lo bisa panggil gue Aura."

"Eh maaf banget nih, aku masih ada wudhu," ucapnya dengan wajah menyesal. Menyatukan kesepuluh jarinya tanda permintaan maaf.

Aura menggaruk tengkuknya, salah tingkah. "Oh sorry, gue gak tau. Lo, siapa?"

"Kenalin, aku ketua ekskul bintalis dari kelas 12 IPS 2..."

"....namaku Yudith. Muhammad Yudith Prasetya."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top