BAB 1
Jika maksud aku berarti lain di matamu, tetap peluk aku jangan pernah berlalu.
(Rindu)
***
Langit Surabaya sangat terik sekali, ramalan cuaca di handphone Rindu menampilkan suhu 37° C. Gadis itu berdiri di depan sekolah memandang kesal ke arah jalan. Sepuluh menit yang lalu Arraya mengirimkan pesan kalau dia sudah ke arah sekolahnya dan sebentar lagi sampai. Ini sudah lebih dari dua puluh menit Rindu keluar dari sekolahan dan berdiri di tepi jalan. Tapi laki-laki itu belum juga sampai.
"Kurang ajar ni Koala, awas ajah nanti kalo ketemu! Gak tau apa ini keadaan udah kayak siaga satu gunung Merapi mau meletus," maki Rindu dalam hati.
Rindu memberhentikan taxi yang lewat di depannya.
"Kampus ITS Sukolilo, pak!" Cerocos Rindu langsung saat pantatnya sudah menyentuh kursi penumpang.
"Iya, mbak." Supir taxi terlihat cecelingukan, sesekali ia menatap penumpangnya lewat spion dalam.
Sementara Rindu yang sudah pewe mulai sibuk dengan ponselnya menjawab satu-satu chat; dari groub voli, anak mading dan Osis kecuali chat dari Arraya. Saat pandangannya melihat keluar tiba-tiba dia tersadar saat taxi yang ditumpangi melaju lurus, dan putar balik ke arah Jalan Tunjungan.
"Eh, stop... stop... kenapa lewat sini, Pak ?" Rindu yang panik memukul-mukul kursi kemudi.
"Maaf Mbak, Sukolilo itu dimana ya " Sopir taxi terlihat kebingungan."Maaf. Saya dari desa Mbak, jadi supir taxi juga baru 2 minggu belum hapal daerah Surabaya."
" Yaelah,Pak. Bilang dong kalau tidak tahu, kalau puter-puter terus kan saya bisa bangkrut nanti bayar argonya pak!" Rindu sudah menahan emosi dengan menjambak rambut hitam ikalnya.
Rindu melompat dari belakang kemudi, duduk di sebelah sopir untuk jadi petunjuk jalan. Dengan gaya guide ia menunjukkan nama jalan dan arah, sesekali bibirnya maju ke depan ketika sopir hampir salah jalan lagi. Kurang lebih tiga puluh menit kemudian Rindu sampai juga di Kampus ITS. Dia meminta Pak Sopir berhenti di tepi jalan yang mana disampingnya terdapat bangunan bertuliskan Gedung serbaguna.
"Thank God." ujar Rindu lirih sambil menarik napas panjang. Kedua tangannya direntangkan ke depan untuk melepas penat.
***
" Ya ampun cyiiiiin, gilingan yeey! Akika kira yey tinta dateng neek. Tu panitia tinta mawar masukkan team kita masa. Katanya harus ketua yang mendaftarkan team-nya." kata Sally. Cowok cantik temen sekelas Rindu yang juga jadi anggota team voli putri di sekolah.
Ruang serbaguna ramai sekali hari ini, semua SMA seluruh Surabaya berkumpul disini semua. Meja-meja panitia berjejer melayani pendaftaran. Terlihat Ares diantara panitia-panitia itu. Jaket teknik sipil masih setia dipakainya, sedang tangannya memegang sebuah dokumen daftar seluruh sekolah yang sudah mendaftar.
Acara olahraga ini diadakan oleh anak teknik ITS untuk pembukaan gelanggang olahraga kampus yang baru dibuka.
Gelanggang Olah Raga (GOR) ITS bisa digunakan untuk olah raga basket, bola voli, dan bulu tangkis. Disamping GOR, ITS juga memiliki stadion untuk sepak bola dan atletik. Sarana olah raga lainnya adalah tenis lapangan dan futsal.
Perlombaan olahraga ini mendapat sambutan hangat dari dari berbagai kalangan, bahkan piala akan diserahkan langsung oleh Rektor dan Wakil Walikota Surabaya. Untuk Sekolah Rindu sendiri mengirimkan team Voli putri yang banyak mendapatkan penghargaan tahun kemarin.
Selesai mendaftar, Rindu berjalan menjauh dari team volinya. Sayup-sayup dia mendengar Sally sedang membicarakan Ares dan teman-temannya dengan suara khas bencongnya.
Napasnya terputus-putus saat gadis itu memasuki fakultas teknik fisika. Matanya menyergap ke segenap arah.
"Kak, toilet dimana kak?" tanya Rindu saat berpapasan dengan seorang mahasiswi.
"Lantai 3 dek, dekat laboratorium." jawab mahasiswi itu sambil mengurai senyum.
"Apa?oh, makasi ya kak." Rindu shock. Sudah di ujung tanduk ingin kencing tapi dia harus melewati dua lantai lagi.
"Ya Tuhan cobaan apa lagi ini. Memang betul kata Vina kalo sudah sial dari pagi pasti akan berlanjut sampai matahari terbenam," ujarnya pada diri sendiri.
Tadi pagi saat mau berangkat sekolah, Rindu menumpahkan saus di rok abu-abunya membuat mamanya uring-uringan. Sampai disekolah, materi mading nya lupa dia bawa padahal Angga sudah mewanti-wanti Rindu untuk menyiapkannya. Dua minggu lagi Madingnya harus selesai untuk mengikuti kompetisi Mading Deteksi yang diadakan Java Pos. Belum lagi ketemu sopir taxi yang absurd abis. Sekarang dia harus naik ke lantai tiga dan celananya sudah sedikit basah.
Rindu berlari kesetanan menuju lantai tiga, saat ada tulisan toilet dia pun buru-buru membuka pintunya dan menjadi hukum alam yang sudah ditahannya dari tadi keluar juga akhirnya.
Hening cukup lama saat Rindu diposisi yang sama saat dia masuk ,wajah Rindu yang lega berubah menjadi pias saat melihat ada laki-laki tinggi,tampan, mirip sekali dengan Dion wiyoko.
"O......"jawab Rindu yang menaikkan celananya dan sebisa mungkin mengatur hatinya. Rindu tahu dia salah masuk toilet laki-laki yang tidak terpikirkan adalah ada orang di dalam.
Rindu berjalan melewati laki-laki tersebut dan sedikit menyenggol bahu nya. Sesampainya di depan pintu awal toilet, Rindu langsung berlari dengan muka memerah melewati kelas teknik fisika. "Apa saja yang sudah dia liat tadi ya.... Ya Tuhaaaaaan."
Rindu bergegas ke arah tempat duduk yg berada di dekatnya. Pikirannya berkelana beberapa menit sambil membalas chat yang dikirimkan Devan. Untuk bebrapa menit dirinya melihat pantulan dirinya di kaca kelas yang berada di depannya, membandingkan dengan wanita tadi. Kalo membandingkan kecantikan tentu saja Rindu paling cantik. Tapi apa kecantikan saja bisa menjadi tolak ukur Arraya nanti memilihnya. Apa yang wanita itu miliki hingga bisa membuat Arraya berpaling darinya?
Berpaling? apa Arraya pernah menjadi miliknya?
Gadis yang dia lihat tadi sudah berjalan melewatinya memasuki laboratorium yang masih kosong.
Rindu masih betah duduk sendiri disitu. Hatinya bergemuruh, matanya panas, seluruh tubuhnya dingin seperti es, dan kepalanya seakan mau meledak.
Saat menoleh kesamping, dia melihat dua orang laki-laki yang memandangnya. Rindu mengikuti pandangannya sampai dua orang tadi turun di lantai dua. Masih dengan amarahnya dia menyenderkan punggung dan menengadahkan kepalanya.
Ting.
Devan : Done
Devan : sent pict
Rindu menghela nafasnya, lalu dia beranjak dari tempat duduknya berjalan melewati tangga belakang.
Saat menuju ruang serbaguna dia berhenti di danau melihat anak berseragam putih abu-abu memenuhi kampus ITS. Suara ponselnya membuat Rindu sedikit berjengat, lalu dia mengeser tombol hijau ponselnya.
"........."
"Dari mana kamu tau aku di danau?"
"........."
"Oh."
"........."
"Tunggu saja di ruang serbaguna, demi Tuhaaan harusnya aku yang marah, kamu gak jemput aku."
"........."
"Kecelakaan? Ka---kamu serius?" Rindu melihat Arraya dari jauh, matanya memincing melihat perban di tanggannya dan jalannya agak sedikit terpincang.
"....."
"Tunggu ya."
Telpon itu tertutup dari seberang.
Rindu berjalan mendekat ke arah Arraya yang menunggunya di depan ruang serbaguna. Arraya menemukan posisi dirinya dari GPS nya tadi. Hatinya sedikit merasa bersalah melihat luka-luka Arraya.
"Ar....." panggil Rindu
"Kenapa di danau, bukannya pendaftaran lomba volinya ada di ruang serbaguna?"
Rindu tidak menjawab pertanyaan Arraya dan lebih memilih bertanya tentang lukanya. "Luka kamu?"
"Sudah diobati teman tadi," jawab Arraya yang membetulkan bandana biru Rindu yang sedikit miring."Jangan marah ya, Ar tadi ngebut lo jemputnya, sangking takut Rindu terlalu lama nunggu. Eh, malah jatuh."
"Rindu, gak marah kok. Agak sebel ajah tadi, takut telat." Rindu melihat lagi luka-luka Arraya."Ah, Ar. Pulang saja yok perut aku sakit sekali." tangannya sudah bergelendotan manja di lengan Arraya.
Arraya berjengit saat bersentuhan dengan kulit Rindu yang sudah sedingin es. "Rindu sakit? badannya dingin banget?"
Arraya mengeluarkan ponselnya.
"Pak Sabar di mana?"
"...."
"Oh, sekarang keluar dari parkiran terus ke gedung serbaguna ya Pak. Agak cepet ya Pak!"
Arraya menoleh ke arah Rindu. "Gak pamit temen-temennya?"
Rindu menggeleng dengan kepala masih di dada bidang Arraya.
"Pak Sabar disuruh om jemput kita, motor Arraya masuk bengkel tadi setirnya agak miring." jelas Arraya.
Rindu hanya berdehem saja mendengarkan penjelasan sepupunya itu.
Disaat Rindu mengangkat telepon yang mengabarkan mobilnya sudah berada di depan gedung serbaguna, Arraya pun menerima telepon dari seseorang membuat mukanya pias dan otot-otot rahangnya mengeras. Rindu hanya melirik sekilas lalu berjalan mendahului Arraya.
Rindu masuk ke mobil terlebih dahulu di susul Arraya yang mematikan sambungan telepon saat itu juga.
"Ar...," gadis itu duduk menyamping dan menyenderkan tubuhnya ke dada Arraya.
"Ya...." tangannya melingkar ke tubuh munggil itu dan sedikit memberi usapan lembut dipunggung Rindu.
Disaat seperti ini Rindu menikmati perhatian Arraya, bahkan sedikit menenangkan hatinya.
Alunan lagu minerva dari Akira kosemura mengalun membawa semua rahasia .
bersambung
edited by : LibrAquina
Makasih yah 😘
Yang pernah ke toilet lantai tiga teknik fisika ITS mana suaranyaaaaaa 🙋
Ketemu hantu atau cowok tamvan kyk Rindu ?
Dah baby juga agak lupa kelas-kelasnya, kalau ngawur maafkan 🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top