2. Lembah dosa
Lalu aku terdiam diantara detak-detik bunyi jarum jam, Memikirkan kamu tentu saja.
( Rindu )
***
"Rin, ayo pulang. Ar udah neror aku lewat WhatsApp nih. Seratus lima puluh chat isinya cuma nanya kapan kamu pulang!" Devan sudah gelisah berdiri di samping Rindu. Arraya meneror dirinya untuk membawa pulang Rindu sebelum jam satu malam. Kalau sebelum jam tersebut gadis itu masih belum menginjak rumah, Arraya sendiri yang akan bilang ke Ares dan Abangnya itu akan membuat perhitungan dengan dirinya.
Ucapan Devan hanya menjadi angin saja buat Rindu, gadis itu malah merapatkan tubuh rampingnya ke tubuh Devan. Kepala dan kakinya bergerak tidak beraturan dengan irama tubuhnya. Kedua kakinya seperti melayang dan kepalanya berat sekali, Rindu seakan hidup di udara. Membuat kedua tangan Devan memeluk pinggang ramping gadis itu, punggung yang setengah terbuka membuat Rindu sedikit tersentak karena bertemunya kulit punggungnya dengan tangan Devan yang hangat tapi membuatnya nyaman dan terlindungi.
"Kamu lihat gak, ada temen aku yang pulang ...? hik come on Dev, Ini party yang diadain... hik... buat aku dan anak-anak team voli SMA St. Louis hik... buat kemenangan kami kemaren."
Rindu mulai cegukan, "Masa Aku harus pulang duluan... hik... hehehehe...."
Foreplay rame sekali hari sabtu ini, ditambah DJ Dipha Barus yang membuat malam ini semakin liar. Rindu senang sekali kalo diajak ketempat seperti ini di waktu ladys night, Dia bisa meminum apa ajah yang dia suka. Tapi tidak dengan Devan, sahabatnya ini terlalu banyak aturan. Sekarang malah menyuruhnya untuk segera pulang.
Devan berdecak sebal, ketika Rindu berbicara dengan cegukannya tepat di depan mulut dan hidungnya, bau minuman keras menguasai inderanya . Seakan gadis ini tidak tidak peduli dengan detak jantung Devan yang berdetak melebihi normal saat pinggulnya dia majukan dan mengenai bagian sensitif laki-laki tersebut, dia memandang Rindu dengan lekat dan kemudian menghela nafas perlahan.
"Pulang aja, yok? udah mabuk gini!"
"Ah, a-aku gak mabuk Dev!" Rindu menowel hidung Devan gemas sambil terkekeh.
Devan memperlihatkan jari telunjuknya dihadapan Rindu.
"Ini berapa?" sebuah pertanyaan yang konyol menurutnya.
"Hmmm, kenapa lima jari kamu bergoyang-goyang?" Devan bertambah jengkel dengan jawaban Rindu. Dia meniru adegan-adegan di TV kalo ingin tahu seseorang mabuk atau tidak, kurasa trik ini memang membuat jengkel karena jawaban yang diterimanya.
Devan menyeret Rindu kembali ke meja mereka, tapi bertambah jengkel ketika Sally si bencong mencoba menggodanya yang membuat Eka, Vina, Mia, Ayu tertawa.
"Vin, mana tas Rindu?" tanya Devan tanpa menoleh karena sedang membuka aplikasi WhatsApp-nya.
"Shit!" Vina yang kaget langsung memberikan tas Rindu, dia mengira Devan mengumpat karena dirinya tidak segera mengambil tas Rindu ternyata dia mengumpat karena membaca pesan di handphone-nya.
Devan mengulurkan tangan menerima tas itu, "Thanks ya Vin, Aku ma Rindu balik dulu ya. Gak kenapa-napa kan ?"
"Gak papa Dev, Rindu dah mabok berat itu. Entar aku bilang ke anak-anak deh. Save drive ya." Saut Mia dan membantu Devan membangunkan Rindu yang tertidur dan hampir jatuh dari kursinya.
***
Rindu menggerang di dalam tidurnya, dari tadi kepalanya terantuk di sebuah benda yg keras, badannya berguncang-guncang. Tidurnya tidak nyaman sama sekali dan ini sudah ke enam kalinya dia terantuk, dengan perlahan lahan dia membuka matanya. Lampu-lampu jalan seakan menyilaukan matanya, saat matanya masih setengah terbuka, suara seorang laki-laki terdengar di sampingnya.
"Masih pusing kepalanya?" Rindu menoleh ke samping kanannya, melihat Devan menyetir dengan gelisah.
Rindu mengangguk, "Jam berapa sekarang?"
Tidak ada jawaban dari Devan, Rindu berdecak sebal kemudian bertanya lagi karena mobil yang dia tumpangi berhenti dirumah Devan. "Kenapa gak turun di rumah aku ajah sih Dev? hik...."
"Mama kamu masih belum tidur, Arraya bilang kamu sudah di kamar dari tadi. Kalau tahu kamu pulang mabuk gini, bisa serangan jantung nanti, kita pulang lewat pintu belakang saja. Turun yuk, Noh Ares udah nungguin di depan pintu." Devan melepas seatbelt dirinya dan Rindu. Kemudian keluar terlebih dahulu dan memutar ke arah pintu Rindu. Dengan telaten dia membantu Rindu turun dari mobil.
Rindu menolak berjalan dibantu oleh Devan, alhasil tubuhnya sempoyongan berjalan layaknya orang mabok yang sering digambarkan di film-film. Dia melepas heels-nya dan membuangnya kesegala arah, berjalan miring ke kanan, lalu ke kiri, tegak sebentar, lalu doyong ke belakang, hampir nyusruk ke depan, melewati Ares lalu menowel hidungnya, berpegangan ke badan Devan, akhirnya berkali-kali hampir jatuh dia merubuhkan badannya ke sofa ruang tamu.
"Sssstttt...," bisik Rindu ke Ares yang matanya hampir jatuh melihat Rindu mabuk seperti pendekar Cupaitkong di film pendekar rajawali.
"Jangan marah-marah ya Res, Aku bosan dimarahin." Sambil terkekeh-kekeh dia berdiri lagi mendekati Ares, kemudian memeluk Ares.
"Bikinin aku baileys campur susu coklat dong... hiks..." Bisik Rindu lagi masih dengan cegukannya.
Ares menggerang marah, lalu menoleh ke arah Devan yang menselonjorkan pantat dan kakinya, sebenarnya Devan juga agak sedikit mabuk tapi dia bisa sedikit mengontrol dirinya. Dia melihat dengan tatapan seolah-olah bertanya "Minum berapa banyak dia?" Devan cuek bebek ditatap seperti itu, lambat laun matanya menutup tidak memperdulikan Rindu lagi. Tugas menjaganya dioperkan ke Ares.
"Kamu udah mabuk cantik, tidur ajah yuk?" ajak Ares yang berhasil memegangi bahu Rindu karena hampir terjatuh.
Diantara Arraya, Ares, Devan. Ares lah yang sedikit berlebihan memperlakukannya.
Rindu menepis tangan Ares dan berjalan sempoyongan sendiri ke arah dapur. Mengambil baileys-nya om Farid papanya Devan dan Ares di mini bar dekat dapur, lalu membuka kulkas mengambil susu Ultra coklat kesukaan Devan. Antara setengah sadar dia mencampur baileys dan susu coklat tersebut, Ares yang sedari tadi cuma melihat akhirnya mau tidak mau bertindak juga. Merebut semuanya dan mulai mencampur dengan benar sesuai kesukaan Rindu.
Rindu melipat kedua tangannya dan menyenderkan badannya di Kulkas melihat Ares dari belakang. "Res, gimana kabar nya itu cewek?" Matanya menatap nanar ke gelas yang dipegang Ares.
"Dia masih dirawat di rumah sakit," jawabnya datar.
Rindu menghela napasnya panjang, lalu duduk berjongkok di depan kulkas. "Dia pantas mendapatkannya." Ares tidak percaya dengan apa yang didengarnya, seorang gadis manis bisa berbicara tidak berperasaan seperti itu.
"Ini salah Dek, kamu gak bisa menyakiti seseorang seperti itu!" Ares membawa gelas yang berisi susu coklat dan baileys ke arah Rindu. Lalu dia ikut berjongkok di depan gadis itu.
"Aku hanya mempertahankan apa yang menjadi milikku. Arraya adalah milikku." Suaranya sedikit ada penekanan di kata 'milikku' membuat Ares mengernyit kan dahinya.
Ares memandang wajah yang putih mulus tanpa olesan bedak ada beberapa 3 tahi lalat kecil-kecil menghiasi wajahnya, ayelinernya memanjang bercabang, alisnya tidak ada yang dibentuk. Asli dengan tambahan pensil alis berwarna hitam, bulu mata yg panjang dan lentik. Bibir berbentuk hatinya dipoles warna maron semakin membuat Ares menggeram pelan.
Ares mendekatkan wajahnya, hidung panjangnya menempel ke hidung Rindu yang mungil. Dia menggelengkan kepalanya kekiri dan kekanan membuat hidungnya juga bergesekan dengan hidung gadis itu.
"Aku juga mencintaimu." Ujar Ares lirih dengan hidung masih menempel di hidung Rindu.
"Tapi aku mencintai Arraya. Titik." Rindu merampas gelas di tangan Ares lalu meminumnya setengah, dia lalu memainkan pinggiran gelas dengan jarinya.
Dia berdiri dan berjalan menjauhi Ares dan menuju ke kolam renang di belakang rumah, kemudian menjatuhkan tubuhnya di kursi tidur berwarna biru. Letaknya persis di pintu kecil yang menghubungkan dengan halaman belakang rumahnya.
Rindu meletakkan gelas di bawah kursinya, saat dia meletakkan satu tangannya menutupi wajahnya dia merasakan ada yang bergerak disampingnya. Tanpa melihatpun dia tahu itu Ares, Parfum nya khas sekali.
"Res...," bisik Rindu lagi.
"Hmm...?"
Rindu tidak langsung menjawab, membiarkan pertanyaannya menggantung. Dia terlihat serius diantara perbatasan sebelum kantuk menyerang. Hanya berbaring diam sambil memandangi malam Surabaya yang kosong tanpa bintang.
Rindu memijat pelipisnya, kepalanya berat sekali. Berhentinya percakapan dia dan Ares membuat perlahan matanya terpejam.
Rindu duduk menekuk kedua kakinya di pojokan ruang kerja papanya, dengan rambut acak-acakan, pipinya basah oleh air mata. Bibirnya sobek dan sedikit biru. Tatapannya terlihat marah dan penuh kasih sayang.Tubuhnya basah kuyup.
RIndu teringat akan kejadian ini, ini ingatannya lima tahun lalu. Papa pulang dengan keadaan mabuk berat, dia mengobrak abrik rumah. Melemparkan apa saja yang dia lihat, Rindu gemetar, saat di kamar tadi dia sudah mendapatkan tamparan dari papanya. Rambut panjangnya dijambak dan diseret oleh laki-laki tua yang mabuk itu ke kamar mandi,dia menyalakan shower yang seketika itu membasahi tubuh Rindu.Tapi saat laki-laki itu mau membuka sabuk yang dia pakai, Rindu lari menerobos badan yang lebih tinggi itu. Dalam duduknya gadis itu berdoa semoga mamanya cepat pulang, agar dia bisa terbebas dari laki-laki ini.
"Ritaaaaaaaaa...," suara itu memanggilnya lirih.
"KEMANA KAMU RITAAAAA!SUDAH WAKTUNYA UNTUK KAMU DIHUKUM." Rindu tercekat oleh suara yang lirih yang berubah menjadi teriakan itu.
Suara tangis itu tidak bisa ditahan lagi, untuk anak usia 13 tahun hal seperti ini sungguh membuatnya takut. Meski dalam hati Rindu selalu berkata 'Mama akan pulang' dan semua akan baik-baik saja.
Ayah seperti apa dia, Rindu menenggelamkan kepalanya lebih dalam di kedua kakinya.
Lalu samar-samar dia mendengar lelaki itu menangis di susul suara tembakan.
Dan semuanya menjadi gelap bagi dirinya, tak bisa berteriak atau berbicara. Suara itu tenggelam bersama mayat papanya yang berlumuran darah.
Rindu terbangun dengan sesak di dada, mencoba menghirup udara sebanyak banyak nya. Tapi semakin dia mencoba semakin sesak, badannya penuh keringat dingin.
bersambung
12/10/2019
mabok carbol hampir seminggu
Gue nulis sendiri, baca sendiri, Vote sendiri, komen sendiri, revisi sendiri
Terangkanlah...
Terangkanlah...
Terangkanlah...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top