Bab 14 : Ren vs Shelk

♢ ♢ ♢

"Hah. Cuma ini kemampuan kalian?" ejek Shelk sambil menangkis serangan kristalit air. Dia lalu menelengkan kepala santai, menghindari anak panah yang hampir mengenai mukanya. Sambil tetap tersenyum menyakitkan, bola api merahnya kembali menyembur ke segala arah. Rumah-rumah di sekitar mereka langsung hancur berantakan. Ren berusaha menahan amarah sekaligus kengeriannya melihat semua itu. Dia menghindari bola api Shelk dengan susah payah; meringis sambil memegang tangan kirinya yang terluka.

Dia kembali menatap nanar rumah yang hancur tadi.

Sang Pencipta, tolong jangan sampai ada orang di sana.

Pertarungannya dengan Shelk baru berlangsung selama tujuh menit. Namun, dalam waktu sebentar itu beberapa orang penjaga kota telah meninggal. Terkena bola api, meledak disentuh tangan Shelk, atau tertimpa reruntuhan saat mengevakuasi warga. Itu baru para penjaga, bagaimana dengan penduduk kota?

Ren sangat ingin menghentikan pertarungan yang menyerupai neraka ini sekarang. Tapi, menghampiri Shelk sangat sulit dan merepotkan. Dia menyerang dari jauh; tertawa sambil melemparkan bola apinya ke mana-mana. Serangan jarak jauh seperti panah dan kristalit memang melukainya, tapi dia lebih sering menghindari serangan tipe itu dengan mudah. Penjaga kota yang berhasil mendekatinya bernasib lebih buruk lagi. Satu sentuhan dari Shelk, dan mereka menjadi bom hidup. Cuma sesekali Shelk meledakkan pedang mereka. Itu pun supaya dia bisa menertawakan para penjaga yang mundur.

Dia cuma bermain-main dengan mereka. Dan itu membuat Ren semakin geram.

Sampai saat ini, Ren beberapa kali berhasil mendekati Shelk, tapi selalu gagal melukainya. Shelk membalas dengan menghadiahinya sebuah bola api besar. Hanya latihan dengan Master Porren dan fakta kalau Eaden tidak bisa diledakkan oleh Caster itu yang membuatnya masih bernapas sampai sekarang. Tapi dia tidak yakin bisa bertahan lebih lama lagi.

Ren menarik napas dalam-dalam. Dia mundur mengumpulkan tenaga. Beberapa orang penjaga masih menyerang Shelk, membuatnya sibuk untuk sementara. Mereka merupakan sisa dari pasukannya yang tercerai-berai oleh api besar yang Shelk lemparkan tadi. Beberapa orang terluka, beberapa telah berubah menjadi bom hidup. Ren menggeretakkan gigi mengingat itu. Berapa banyak lagi yang harus mati sebelum Caster gila ini ditumbangkan?

Shelk tetap memasang wajah tersenyum. Kedua tangan apinya mengepal. Sejauh ini, dia cuma menyerang dengan pukulan apinya, dan untuk jarak jauh dia membuat bola api mini yang mempunyai daya ledak sama dengan pukulannya. Walaupun kecil, bola-bola merah itu sangat efektif untuk mengacaukan barisan para penjaga. Penjaga-penjaga yang kacau membuat Ren tidak bisa menyusun strategi dengan baik.

Seorang pemuda berseragam pasukan berlari ke arah Ren. Nelson, yang bertugas mengantar pesan.

"Bagaimana bantuan?" tanya Ren.

Nelson menyeka keringatnya. "Mereka akan datang, Tuan Muda. Tapi ... mungkin agak lama dari yang kita rencanakan."

"Maksudmu?" tanya Ren, masih memperhatikan pertarungan para penjaga dengan Shelk. Satu penjaga terlempar. Ren menahan napas, dan menghembuskannya lega melihat penjaga itu tidak meledak.

"Tuan Laird membawa setengah dari pasukan kita ke Anora, Tuan Muda. Ada sedikit kebingungan karena Kapten Well mengikuti Tuan Laird. Dengan Wakil Field tidak berada di markas—"

Ren menundukkan Nelson ketika sebuah bola api nyasar melaju pada mereka. Dia kembali meringis, berusaha mencerna apa yang dikatakan Nelson. Field memang berada di sini. Tapi tentunya para penjaga tidak akan kebingungan cuma karena atasan mereka tidak di tempat, kan?

"Sepertinya," lanjut Nelson di tengah kebisingan pertarungan, "Tuan Laird juga menginginkan bantuan ke Anora."

Apa?

"Dia membawa mereka ke sana?" tanya Ren tak percaya. "Mengapa?"

Jawabannya langsung melintas di kepala Ren. Caster yang membakar Enice ada tiga orang. Tapi, di sini cuma ada Shelk. Apa mungkin ... Tuan Laird menghadapi sisanya?

"Sang Pencipta!" gumam Ren dengan mata membesar. Dia ingin memanggil Field, tapi laki-laki itu berada di belakang Shelk, berlawanan arah dengan Ren. Dia langsung memberikan perintah, "Ganti rencana. Kalahkan Caster gila itu secepat mungkin! Jangan tunggu bantuan lagi. Kalian boleh membunuhnya!"

Wajah-wajah para penjaga yang tersisa terlihat makin serius. Ren sudah tidak peduli lagi kalau Shelk hidup atau mati. Mendengar perintah itu, Field kembali menyerang Shelk dengan pedangnya. Laki-laki itu bertelanjang dada sekarang, seragamnya telah terbakar oleh api Shelk. Untunglah dia sempat melempar pakaian itu sebelum meledak.

Duel mereka cuma bertahan sementara, karena Shelk meledakkan pedang Field. Wakil Kapten itu mundur ke samping Ren. Prajurit lain langsung melepaskan anak panah mereka. Tapi Shelk membakar anak panah itu sebelum sempat melukai dirinya. Dia tersenyum mengejek.

Napas Field memburu keras. Luka bakar yang cukup parah merayap di seluruh tubuhnya.

"Nelson, bawa Wakil Kapten ke tempat yang lebih aman!"

"Saya ... masih bisa—"

"Kalau kau mati, pekerjaanku akan semakin menumpuk!" seru Ren, lebih keras daripada yang diinginkannya. Dia bernapas lambat-lambat, sambil memijat pelipis. "Maaf."

"Hei, kapan kau mau melawanku? Ayo main lagi." Shelk tertawa menunjuk Ren.

Menahan geram, Ren maju beberapa langkah. Apa menurutinya tindakan yang tepat? Shelk belum menggunakan serangan-serangannya yang lebih parah, seperti kembang-api-bom tadi. Anak itu masih bermain-main dengan mereka. Baiklah, kalau dia ingin bermain, Ren akan mengikutinya.

Shelk memasang kuda-kuda kembali. Sepertinya dia menginginkan pertarungan jarak dekat sekarang. Ren mengeratkan pegangannya pada Eaden. Cuma pedang itu yang menghentikannya jadi bom hidup.

Barangkali Shelk sudah bosan bermain defensif. Dia berlari cepat pada Ren dan langsung mencoba meninju mukanya. Ren menangkis pukulan api Shelk dengan Eaden. Sekuat tenaga dia mengayunkan Eaden untuk membelah tangan kanan Shelk, tapi tangan berapi itu terlalu keras seolah terbuat dari besi. Shelk mundur sambil menendang memutar. Ren menangkap kaki itu; dan meringis. Kaki Shelk ternyata lebih panas daripada air mendidih. Shelk tersenyum. Kakinya langsung mengeluarkan api. Secepat kilat Ren melepaskan kaki itu.

Nelson dan seorang penjaga menyerang Shelk dari belakang, tapi dia mengelak dari mereka, dan menyentuhkan tangannya pada penjaga itu. Si penjaga terpental ke belakang, sementara Nelson semakin menggencarkan serangannya. Ren tidak menyiakan kesempatan. Dia mendekati Shelk yang masih terganggu dengan pedang Nelson. Ren menebaskan Eaden, namun Shelk berhasil menangkapnya dengan tangan kanan. Sedangkan dengan tangan kiri dia menyibukkan Nelson yang akan menyerangnya lagi. Tangan berapinya semakin berpijar. Ren menendang tubuh anak itu. Shelk bergerak beberapa langkah, pegangan tangannya pada Eaden melemah. Nelson mundur ketika melihat Ren mengeluarkan dua kristalit angin dari Cincin dan menghidupkan keduanya. Angin tornado menyelimuti Shelk. Anak itu merenggut dan melayang beberapa meter ke samping, menuju ke arah Field yang berada di sana.

"Serang dia!" seru Ren.

"Aarh!" teriak Field sambil berlari dan menghunuskan pedang barunya. Namun belum sempat pedang Field mengenai Shelk, anak itu memutar tubuh di udara. Dia menggenggam pedang Field dan meledakkannya. Field terpaksa mundur.

Bagaimana melukainya kalau dia terus-menerus menghancurkan senjata kami? ringis Ren.

Ren melesat menuju tempat Shelk mendarat dan mengayunkan Eaden. Sekali lagi Shelk berhasil menangkap pedang itu dan menggenggamnya keras. Dengan tangan satunya, Shelk mencoba menyodok perut Ren. Ren sempat mengelak, tapi tindakannya itu membuat dia harus melepaskan Eaden.

Sial.

"Sekarang tidak lagi hebat tanpa pedangmu, hah," ejek Shelk.

Ren tidak membalas dan berusaha tetap terlihat tenang. Tanpa Eaden dia tidak dapat menyerang secara langsung. Tapi melawan Shelk menggunakan pedang sepertinya tidak terlalu efisien. Ren mengingat persediaan kristalitnya. Cuma tinggal angin, api, dan cahaya. Dia harus menggunakan itu sebaik mungkin.

Shelk memegang Eaden dengan tangan kiri. Sepertinya dia ingin meledakkan pedang itu kembali. Dari muka kesalnya, Ren menduga kalau dia gagal lagi. "Cih, pantas tidak hancur. Ini pedang buatan Achernar sialan," gumam Shelk. Tiba-tiba dia berseru senang, "Hei, ini pedang kekasih Vega yang selingkuh dengan Lucia itu!" Shelk langsung tertawa. "Bagaimana kalau kuhadiahkan pada Vega, cuma untuk melihat reaksinya?"

"Jangan bertanya padaku," kata Ren, tidak mengerti apa yang diocehkan Shelk. Dia mengeluarkan kristalit angin, api dan cahayanya. Sebuah ide melintas di kepala Ren. Shelk masih tidak ingin cepat-cepat menyelesaikan pertarungan ini; mungkin sebab itu dia belum menggunakan kombinasi kembang-api-bom-nya. Ren menghidupkan kristalit api, membiarkan api dari kristalit itu menyelimuti tangannya; membuatnya menjadi seperti tangan Shelk. Dua kristalit yang lain digenggamnya di tangan kiri. Dia mulai memberikan Aura pada dua kristalit itu.

Dengan tangan berapi, Ren menyerang Shelk.

"Oh, kau ingin menuruti gayaku?" tanya Shelk tersenyum lebar. Dia melemparkan Eaden ke samping. Tangan membara Shelk sudah siap untuk menjawab tinjuan Ren. Di saat kedua pukulan itu hampir bertemu, Ren langsung menunduk. Pukulan Shelk mengenai udara kosong dan gerakannya menjadi agak terganggu. Tidak menyiakan kesempatan itu, Ren menjentikkan kristalit angin yang telah diberinya Aura terlalu banyak ke muka Shelk. Kristalit itu meledak, mengeluarkan energi angin kuat yang membuat kedua orang itu melayang ke arah yang berlawanan.

Teriakan Shelk membuat Ren ingin tertawa, betapa pun tubuhnya sendiri menjerit kesakitan. Dia tidak menyangka kalau Shelk akan terkecoh dengan tipuan seperti itu. Sepertinya berkelahi dengan Basil ada gunanya juga.

Ren mendarat di tanah yang masih bersalju. Kristalit angin tadi juga ikut melukainya, tapi tidak separah Shelk. Terengah-engah, dia berusaha berdiri dengan kaki agak gemetaran. Eaden masih berada di tempat Shelk melemparkannya.

Para penjaga kota menggunakan kesempatan itu untuk mendekati Shelk. Beberapa orang menggunakan kristalit mereka untuk melukainya. Sedangkan Ren sendiri berjalan sekuat tenaga pada Eaden.

Shelk terbaring di tanah. Dia bergerak sedikit, dan api langsung menyembur dari tubuhnya. Seorang penjaga yang siap-siap menghabisi nyawa Shelk ikut dilalap api tersebut. Raungan kesakitan membuat Ren mempercepat langkahnya menuju Eaden. Dia harus segera menghabisi Shelk sebelum anak itu benar-benar bangkit.

Ren mengangkat Eaden bersamaan dengan Shelk yang berdiri. Sebagian wajahnya sudah robek oleh kristalit angin, tapi tanpa darah. Pakaiannya seperti diiris-iris oleh pisau. Shelk melotot pada Ren dengan mata yang membuatnya bergidik.

Bagaimana dia masih bisa bangun? Kristalit angin yang meledak akan mengeluarkan energi yang besar dan membuat udara jadi setajam silet. Shelk seharusnya mati, atau pingsan karena kristalit itu tepat meledak di depan mukanya.

"Beraninya kau...." ucap Shelk pelan. Tidak ada lagi tanda humor di suaranya. Api di tangannya jadi semakin membara, hampir menelan kedua sisi tubuhnya. Para penjaga kota dan Field kembali mundur. Mereka jelas tidak percaya kalau Shelk masih bisa bangkit lagi. Ren bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk. Tangan kanannya masih sakit dan berdarah akibat ledakan kristalit angin tadi, namun dia tetap memaksakan tangan itu untuk memegang Eaden.

Dia mengeluarkan kristalit yang tersisa dari Cincin. Dua api dan satu cahaya. Semoga saja ini cukup untuk membuatnya tetap bernapas.

Shelk melesat. Cuma insting yang membuat Ren berhasil menangkis serangan Shelk yang tiba-tiba saja telah muncul di depannya. Dia bahkan lebih laju lagi daripada tadi. Ren menghentikan serangan Shelk dengan tetap mengelak, atau menyerang tangan anak itu. Namun benturan antara Eaden dan tangan Shelk hanya membuat Ren semakin terpuruk. Dia harus mundur beberapa langkah untuk menangkis setiap serangan tangan Shelk yang ingin menerkamnya. Suara yang timbul akibat benturan pedang itu dan tangan Shelk mirip sekali dengan suara pedang yang sedang bertemu. Di sela-sela serangan Shelk, Ren menghidupkan kristalit apinya. Dia berharap cara yang sama dapat melukai Shelk, tapi Shelk sudah mengantisipasi hal itu. Dia langsung mundur melihat kristalit api Ren hidup.

Sebelum kristalit itu meledak, Ren mengarahkan Auranya pada Shelk. Kristalit berubah menjadi bola api raksasa yang langsung menyerbu Shelk. Caster itu mengelak tepat sebelum bola api mengenainya. Shelk sekali lagi menyerang. Ren sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk membalas. Dia hanya dapat menangkis setiap serangan itu, berusaha agar tangan api Shelk tidak menyentuh dirinya.

Serangan Shelk seperti tidak ada habis-habisnya. Panik, Ren menghidupkan kristalit sekali lagi, berusaha membuat Shelk hilang target untuk sementara. Staminanya sudah semakin menipis dengan tiap ayunan pedang. Ren tidak yakin apakah dia dapat bertahan lebih lama lagi. Sedangkan stamina Shelk sendiri seperti semakin bertambah. Serangannya juga semakin gila-gilaan. Mungkin itulah yang menyebabkan Ren dapat menghindar selama ini. Kalau Shelk menyerang dengan teratur dan terencana, Ren pasti sudah tidak bernyawa sejak tadi.

Setengah muka Shelk yang sudah rusak membuatnya tampak seperti hewan liar.

Pikiran Ren semakin kalut. Field berusaha membantunya, tapi Shelk mengeluarkan lingkaran api yang memagari dirinya dan Ren, membuat orang lain cuma bisa memperhatikan tanpa daya pertarungan yang semakin berat sebelah itu. Ayunan pedang Ren melemah. Staminanya sudah habis; pertarungan yang berlarut-larut seperti ini bukan merupakan bagiannya. Seumur hidup, dia tidak pernah melakukan pertarungan selama ini.

Eaden bersinar sedikit terang setiap menangkis serangan Shelk. Apa pedang itu berusaha menyerap api Shelk? Tapi Ren telah mencobanya di awal pertarungan mereka. Api Shelk tidak bisa di-Sealing oleh Eaden.

Api ... Shelk....

Sebuah ide gila muncul di kepala Ren. Kalau gagal, dia akan mati. Tapi kalau tidak dilakukannya, dia juga akan mati. Ren melirik Mazell yang terbakar di sekelilingnya.

Kota indah ini, kota yang sangat dicintai Ibu, ya, aku rela mati untuknya.

Ren memberikan Auranya pada Eaden sambil tetap mengelak. Merasa cukup, dia memberikan Auranya yang tersisa pada kristalit apinya. Perhatiannya pecah gara-gara itu. Dengan satu hentakan kuat, Shelk membuat Ren terjungkal. Shelk mendekat ingin menerkamnya, tapi Ren berhasil menendang anak itu. Shelk cuma terhenti sebentar; dia langsung memegang kedua kaki Ren. Ren membalas dengan melemparkan kristalit cahaya. Shelk berhenti dan melepaskan kakinya, terganggu karena ada cahaya menyilaukan yang muncul tiba-tiba.

Semoga ini berhasil, pikir Ren melemparkan kristalit api yang telah di-overcast-nya sejak tadi tepat ke muka Shelk sekali lagi. Anak itu terhenti. Kristalit api langsung meledak; mirip seperti bom yang dibuat Shelk. Suara halilintar, cahaya yang menyilaukan, panas tak terhingga, menyapu tubuh Ren. Tangannya semakin gemetar memegang Eaden, sebelum dia dimakan oleh api ledakannya sendiri. Shelk terlebih dahulu ditelan oleh ledakan besar itu.

Lucia pernah mengatakan Eaden bisa men-Sealing apa pun yang terbuat dari Aura. Entah mengapa api Shelk tidak bisa di-Sealing. Namun, bagaimana dengan api miliknya?

Di ambang kesadarannya, Ren bisa melihat Eaden menyerap ledakan kristalit apinya, sedikit melindunginya dari ledakan itu. Walaupun begitu, pedang itu tidak menyerap ledakan tersebut secepat yang Ren perkirakan. Kedua tangannya tetap terbakar dan kakinya masih terkena api itu. Ren berteriak nyaring. Pikirannya langsung kosong, tidak tahan dengan siksaan pada fisiknya.

Kesadaran Ren hampir hilang, tapi kedinginan luar biasa tiba-tiba membungkus tubuhnya. Dia tidak yakin apa yang terjadi kemudian. Sepertinya dia terbang. Setengah pingsan, Ren menyadari kedinginan itu disebabkan oleh sebuah kotak es agak transparan yang menutupnya. Siluet seorang dewi dengan puluhan pisau terbang berada di luar kotak. Kotak itu meleleh, membuat Ren bisa bernapas kembali.

'Dewi' yang dimaksud menatap Ren tajam, "Goblok! Mengapa kau meledakkan kristalit api di dekat tubuhmu? Kau ingin mati?"

"Hah ... Elysa? Tadi ... ide itu ... kelihatan ... bagus sekali," ujar Ren susah payah.

Elysa seperti akan mengatakan sesuatu, namun sebuah raungan membuatnya terhenti.

"Aaarrrggh!" Suara itu lebih mirip dengan hewan yang terluka daripada suara manusia. Saat debu ledakan tadi menghilang, Ren langsung menciut. Sosok tubuh hitam legam berdiri di sana. Dari tingginya, Ren menduga itu adalah Shelk. Namun, wajah dan tubuh anak itu telah menghitam bagai arang. Dia terlihat menderita, meraung kesakitan lagi.

"... dia ... hidup? Padahal ... aku ... meledakkan mukanya," ucap Ren tak percaya sambil tertunduk lemah. Apa dia gagal?

"Aaarghh!" teriak Shelk.

Api bermunculan dan mulai mengelilingi anak itu. Puluhan bola mini merah terbentuk di sekitarnya. Shelk sendiri mulai melayang di udara. Ren mengepalkan tangannya keras, menyadari dia telah membuat kesalahan fatal. Shelk sekarang tampak puluhan kali lebih berbahaya. Ren berusaha berdiri, tapi gagal. Luka bakar parah di kaki membuatnya meringis lagi.

Apa pertarungan tadi tidak ada artinya?

Sia-sia. Semua pertarungan tadi cuma sia-sia. Bahkan kematian para penjaga juga sia-sia. Sia-sia....

Jika tidak ada Elysa, Ren mungkin telah menangisi kegagalannya. Seperti biasa, kedinginan yang keluar dari gadis itu mendamaikan sedikit hatinya yang kacau. Elysa memandangnya tanpa berkedip.

Apa aku terlihat menyedihkan? Kakinya bergetar melihat Shelk. Malu, kalah, takut, tidak berdaya, sakit, bercampur bagai adonan kue dalam diri Ren. Topeng tenang dan berani yang selama ini dipasang Ren di depan Elysa akhirnya pecah.

Elysa meletakkan jarinya di dahi Ren. Entah mengapa gestur sederhana itu membuat Ren tenang. Elysa tersenyum, lalu beralih memandang Shelk. Shelk masih membuat bola mini, dengan suara hewannya kadang-kadang terdengar.

"Jangan khawatir, aku akan mengurus ini," bisik Elysa. "Kau istirahat dulu."

"Hati-hati. Dia bukan Caster Api," kata Ren.

Elysa menaikkan alisnya. "Ya, aku tahu. Dia jelas Caster, tapi dia tidak mengeluarkan uap. Yang membuatku tertarik, bagaimana kau tahu dia bukan Caster biasa."

Apa dia harus menceritakan Lucia sekarang?

Elysa berdiri, tidak menunggu balasan Ren.

Field dan Nelson akhirnya muncul dan mendekati Count mereka. Field terlihat kedinginan, mungkin karena masih belum memakai baju. Nelson sendiri tampak akan pingsan saat itu juga. Elysa melirik mereka berdua.

"Bawa Ren dari sini dan menjauhlah."

"Anda, Nona?" tanya Field lemah. Wakil Kapten itu sepertinya masih lelah sejak pertarungan tadi.

Elysa tidak menjawab. Dua buah buah pisau es terbentuk di tangannya. Pisau itu tampak berbeda dari pisaunya yang biasa, lebih panjang dan penuh dengan simbol. Selain itu, beberapa tombak es, anak panah, dan puluhan pisau lain muncul di udara, menyamai jumlah bola mini Shelk. Ren cuma bisa memandangnya, perasaannya berkecamuk antara bangga dan kagum karena calon istrinya sama sekali tidak terlihat takut, dan malu karena dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolongnya.

"Ingin ronde kedua?" tanya Elysa. Angin dingin berhembus membelai mereka. Ren langsung menggigil.

Geraman Shelk membalas pertanyaan Elysa.

"Kuanggap 'iya'," ujar Elysa datar. Puluhan pisaunya langsung menyerbu Shelk bagai hujan.

Shelk menggunakan bola-bolanya untuk balas menyerbu pisau Elysa. Ledakan demi ledakan menyilaukan terjadi di udara, menandai mulainya pertarungan antara dua Caster berlawanan elemen itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top