6. Tiga Kata Ajaib

"Tanpa kemarahan atau kesedihan, kamu tidak akan bisa merasakan kebahagiaan sejati." - Jungkook 

***

Penulis sampah, karyamu seperti sampah. Harusnya kamu mati saja daripada bikin cerita gak bermutu seperti ini.

Gak bermutu.

Penulis edan, bikin waktuku terbuang percuma baca cerita burukmu.

Dasar t*i

Tolol, kayak gini dibilang cerita. Cuih!

.

.

Ada banyak komentar negatif lainnya di kolom pembaca. Semakin Attar gulir ke bawah malah semakin parah saja komentarnya.

Attar tidak habis pikir. Menulis cerita itu bukan pekerjaan mudah. Ada banyak ide-ide yang mesti dikumpulkan, diatur hingga jadi alur dan cerita. Belum penggunaan diksi yang mesti penulis itu rangkai sedemikian rupa.

Satu jam penulis berkutat membuat satu babnya, sama dengan satu menit pembaca menghabiskan waktunya untuk membaca.

Karena satu notif itu, Attar malah jadi menjelajah ke aplikasi menulis online yang pernah dia kenal tersebut.

Attar memang bukan tipe pembaca cerita fiksi, bukan pula pembaca online seperti ini. Dia lebih menyukai buku fisik yang bisa dia raba dan cium aromanya.

Tapi Attar menghargai semua penulis. Fiksi maupun non fiksi, semua kepenulisan adalah bidang yang tidak mudah dilakukan orang kebanyakan.

Lagipula apa ruginya dengan membaca, jika tidak suka, kenapa tidak tinggalkan saja buku tersebut daripada menyimpan kalimat negatif yang bisa saja membuat penulis yang membacanya kena mental.

Attar sadar, begitulah dunia ini bekerja. Tidak semua orang baik, tidak semua orang satu paham dengannya. Mau memaksakan dengan cara-caranya pun percuma. Selama dia tidak punya kuasa, maka dia hanya bisa jadi pengamat saja.

Sejenak Attar lupa tujuan awalnya membuka ponsel itu. Dia bahkan membuka bab cerita karya Coco yang mendapat banyak komentar negatif tersebut.

Dan menurutnya, cerita itu cukup berbobot, diksinya bagus, setiap kalimatnya lugas dan menggambarkan apa yang ingin penulis sampaikan di ceritanya.

Attar tidak paham, apanya yang sampah?

Tidak tahu dengan Raiya setelah membaca komentar-komentar ini, tapi Attar mendadak kesal untuk wanita yang baru ditemuinya hari itu.

Dia mencari tombol dengan logo tempat sampah. Menekan satu tombol hingga seluruh komentar negatif itu berada di tempatnya. Komentar sampah harusnya berada di tong sampah.

FYUH!

Kenapa Attar jadi ikut emosi untuk Raiya. Apa yang wanita itu lakukan sampai menyedot perhatian Attar sedalam ini padanya.

Padahal bisa saja Attar mengabaikan apa yang dia lihat itu. Bisa saja Attar tidak ikut campur atau meninggalkan ponsel dan dompet itu di pagar pembatas lagi. Biar wanita itu yang mencarinya sendiri.

Tapi ..., katakan saja wanita itu berhasil menghipnotis Attar. Dia sangat ingin menemui wanita itu lagi. Ingin melihat bagaimana wajahnya yang sendu itu setelah tahu apa masalah yang bergumul di kepalanya.

Attar kembali pada tujuannya membuka email. Dia benar, memang ada pesan dari hotel tempat dirinya menginap di Valetta ini.

Beruntungnya ada alamat dan link ke google map. Attar gunakan kecanggihan ponsel Raiya untuk menemukan pemiliknya.

Raiya pasti ada di hotelnya, kan?

Attar tidak mau tahu kalaupun Raiya tidak ada di hotelnya. Dia akan cari sampai ponsel dan dompet ini tiba ke tangan pemiliknya.

Attar menyusuri jalan yang ditunjukkan google map. Tempatnya tidak jauh dari sana. Tapi lumayan menanjak, apalagi langit sudah berubah gelap dengan cahaya lampu temaram saja menyinari jalanan.

Attar telah sampai di hotel tersebut setelah perjuangan menanjak tangga. Dia masuk tanpa ragu. Tujuannya adalah meja resepsionis. Dia bisa bertanya pada resepsionis mengenai kamar Raiya. Atau titipkan saja ponsel dan dompetnya pada resepsionis untuk diserahkan pada Raiya.

Tapi ..., kebetulan sekali karena Raiya juga berada di meja resepsionis. Dari wajahnya yang ditekuk, Attar menduga dia sedang mencari dompet dan ponselnya.

"Kamu mencari ini? Kamu meninggalkannya di pagar pembatas di laut," ucap Attar seraya menaruh di meja resepsionis.

Raiya terlihat terkejut. Dia menyabet barang-barangnya dan bernapas lega. Dia mengatakan sesuatu pada resepsionis, sesuatu semacam ucapan maaf karena sudah mengganggu waktunya.

Attar baru memerhatikan kalau Raiya bisa tersenyum seperti yang dilakukannya pada resepsionis. Tapi langsung berubah setelah badannya berbalik pada Attar, si penyelamat sebenarnya.

Raiya memang tidak mengatakan apa pun, tapi wajah culasnya cukup menjelaskan banyak hal. Mungkin dia masih kesal dengan insiden foto tadi.

"Kamu gak melakukan sesuatu dengan ponsel dan dompetku, kan?"

Tuh kan, kenapa wanita ini selalu saja mencurigai Attar. Bukankah seharusnya dia berterima kasih dulu pada Attar. Apa wanita ini tidak mengenal tiga kata ajaib; terima kasih, maaf, dan tolong.

Attar malas berdebat, dia memilih mengendikkan bahunya saja. Dia sudah tahu bagaimana rupa Raiya yang sedang marah, dan dia tidak ingin melihat itu lagi.

Raiya memberikan gestur kalau pertemuan itu akan dia akhiri. Mau ditunggu selama apapun, wanita itu tidak akan mengucapkan terima kasih atau kata-kata sejenisnya. Dia sudah kadung punya kesan buruk tentang Attar.

Biarlah.

Raiya benar-benar pergi dari tempat itu. Hampir sama seperti saat dia meninggalkan Attar tadi. Dan mungkin lagi-lagi Raiya tidak akan menoleh padanya di belakang.

Tapi bolehkah Attar meminta padanya. Attar sudah cukup lelah ke tempat itu. Dia lapar. Dia tidak punya pilihan lain selain mengatakan kalimat itu pada Raiya yang telah satu meter pergi.

"Maaf, Raiya. Apa boleh aku pinjam uangmu?"

Raiya berbalik. Matanya yang sipit memandangi Attar dengan penuh curiga. Bukan karena pinjam uang yang dia teriakkan, tapi karena Attar bisa tahu namanya Raiya.

Kalau dia pintar, harusnya dia bisa menduga sangat mungkin Attar tahu dengan melihat kartu pengenalnya. Dan itu berarti, Attar ketahuan sudah membuka dompet dan juga ponselnya.

"Anu, tas dan semua barangku ketinggalan di bus. Aku belum makan sejak tadi. Bolehkah aku minta tolong pinjamkan uangmu untuk membeli beberapa makanan. Aku janji akan mengembalikan uangmu."

Raiya tidak lantas menghampiri. Dia diam beberapa waktu, tidak tahu sedang memikirkan apa. Wajahnya terlalu ambigu untuk bisa Attar tebak isi kepalanya.

Namun Raiya akhirnya menghampiri sambil membuka dompet biru mudanya. Dia menarik beberapa lembar uang dari dompetnya. Kemudian memberikan pada Attar dengan nada tidak acuh.

"Kamu gak usah menggantinya. Aku hanya gak mau berhutang budi pada siapa pun," ujarnya bernada sinis.

Uang 100 euro berada di tangan Attar sekarang. Itu jumlah yang besar untuk satu porsi makan.

"Terima kasih, tapi ini ...," Attar hendak mengatakan kalau uangnya terlalu banyak. Tapi Raiya melenggang pergi, tidak peduli.

Dia seperti tadi lagi, ketika meninggalkan Attar di tepi laut. Tidak pernah menoleh ke belakang. Terus seperti itu sampai dia naik ke tangga yang terhubung ke kamarnya.

Sambil memerhatikan punggung Raiya, Attar memegang uang tersebut dan mengatakan dalam hati.

"Aku pasti akan mengembalikan ini. Aku janji."

Kenyataannya, Attar menyebutkan ketiga kata ajaib itu.

Maaf.

Tolong.

Terima kasih.

BERSAMBUNG

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top