1. Tiket di Bawah Meja

"Kamu tidak bisa begitu saja datang ke dalam kehidupan seseorang, membuat mereka merasa istimewa, lalu pergi."Taehyung

🌸🌸🌸

Berulang kali Raiya mengintip selembar tiket dari bawah mejanya. Dia sengaja mencetak dua tiket itu, untuk membuat orang yang beberapa saat lagi datang ke tempat itu terkejut.

Itu adalah tiket perjalanan ke Malta, sebuah negeri kecil di Laut Tengah Mediterania. Raiya mengidamkan perjalanan ke negara itu bersama orang yang ditelepon tadi. Yaitu pacarnya, Ken.

Kira-kira setahun lalu, Ken terus mengoceh tentang wisata ke Malta. Bagaimana dia membayangkan berada di kota dengan terik yang menghangatkan. Bangunan bersejarah dan lautnya nan eksotis. Ken terus mengoceh tentang Malta hampir di setiap pertemuan dengan Raiya.

Lalu munculah ide gila itu. Untuk membiayai perjalanan mereka ke Malta. Yang semula hanya angan-angan dari Ken, berubah jadi obsesi Raiya untuk mentraktir lelaki yang sudah tiga tahun dipacarinya itu.

Nyatanya, Raiya bukan anak orang kaya. Dia hanya pekerja freelance dengan bayaran tidak jelas setiap bulannya. Namun, entah kebetulan atau semesta sedang mendukung keinginan terpendam Raiya. Ia ditawari pekerjaan dengan bayaran besar, yang dia rasa cukup sebagai biaya perjalanan berdua ke Malta.

Tentu saja, Raiya menyambut tawaran tersebut. Meski akhirnya hal itu membuat waktu Raiya habis tersita untuk pekerjaan. Tak apa, demi liburan bersama Ken. Serta sejumlah uang yang banyak di rekeningnya saat ini.

Sekali lagi, Raiya mengintip kolong meja. Tiket dengan tulisan Malta di lembarnya membuat dada Raiya berdebar-debar tak keruan.

Sekarang Raiya menyiapkan reka adegan bagaimana harusnya tiket itu diberikan pada Ken. Raiya ingin kejutan itu benar-benar membuat Ken mengeluarkan biji matanya. Atau ekspresi lain yang membuat Raiya rindu.

Ah, sudah berapa lama ya, Raiya tidak bertatap muka dengan Ken. Mungkin sebulan, atau dua bulan, Raiya tidak ingat pasti. Selama ini mereka berhubungan via telepon saja, jarang bertemu muka apalagi menghabiskan waktu berdua untuk kencan.

Itu karena dia fokus dengan pekerjaannya selama ini. Dia ingin segera mendapatkan uang dengan cepat, maka dia berjuang begitu gigih sampai mengesampingkan apapun, termasuk Ken yang berkali-kali meneleponnya karena rindu.

Mulai hari ini dia tidak akan begitu lagi. Dia sudah selesai dengan pekerjaannya. Dia punya banyak uang sekarang. Dia pun punya waktu lebih luang dengan Ken setelah ini.

Raiya tidak sabar. Dilihatnya jendela besar di samping tempat duduknya. Menoleh ke jalanan, berharap Ken segera datang. Atau bokongnya akan meledak saking lamanya menunggu.

Tak lama kemudian, Ken datang ke cafe yang menjadi langganan mereka berdua. Hampir setiap perayaan, pastilah cafe ini yang mereka pilih. Bisa dibilang, cafe kenangan.

Ken masuk ke cafe dengan pakaian santai. Seluruh rambutnya tersembunyi hoodie abu-abu polos yang dia beli waktu lalu bersama Raiya. Wajah Ken kusut masai. Raiya menduga kalau Ken belum mandi siang itu.

Beda dengan Raiya yang berdandan cantik untuk hari spesial ini. Dia bahkan mengenakan pakaian baru dan trendi yang dibelinya kemarin bersamaan dengan tiket ke Malta. Terang saja, Raiya banyak uang.

Raiya melambaikan tangannya di udara. Sebagai pengganti kalimat yang tertahan di tenggorokan. "Ken, di sini!" isyaratnya pada Ken yang mengedarkan pandangan mencari Raiya di salah satu kursi.

Mata mereka bertemu, otomatis membuat Ken berjalan ke tempat Raiya yang telah menunggunya lama.

Bukan hanya wajahnya yang kusut masai. Rambut Ken dibalik hoodie juga berantakan. Dia menyingkapnya sebentar sebelum duduk di hadapan Raiya. Tapi langsung dia tutup lagi seolah tidak ingin ada yang melihat dirinya sedang berantakan dan belum mandi. Tapi tetap saja Raiya tahu. Raiya sudah sangat mengenal Ken sejak lama.

"Apa kabar, Ken?"

Raiya memberikan senyum pada lelaki yang tengah dirindukannya itu. Namun tidak demikian dengan Ken.

Ken menekuk wajahnya sejak datang tadi sampai duduk di hadapan Raiya. Bibirnya terus melengkung ke bawah. Matanya juga terkesan berlari dari tatapan Raiya.

Apalagi ketika Raiya bicara, Ken mendengus sembari bola mata melompat kemana saja selain pada wajah Raiya.

Raiya tahu ada yang salah dengan Ken. Dia tidak pernah menunjukkan wajah seperti ini jika bukan karena kesal.

"Kelihatannya kamu sedang kesal?"

Sebenarnya Raiya tidak ingin mengatakan hal itu. Dia tidak ingin merusak momen bahagia yang akan dia berikan pada Ken sebentar lagi. Namun dia juga tidak bisa membiarkan Ken terus menampilkan wajah kesalnya.

"Ya, aku kesal. Aku sangat kesal padamu!" timpal Ken tidak terduga.

"Tapi ..., kenapa?"

"Kamu benar-benar gak tahu kenapa aku kesal padamu?"

Raiya tidak ingin menebak. Hatinya langsung menangkap ada sesuatu yang tidak baik setelah jawaban Ken barusan. Sungguh, Raiya tidak ingin mendengar kelanjutannya.

"Kamu kemana saja? Aku terus-terusan menghubungimu sampai rasanya mau gila. Aku mencarimu ke indekos, tapi kata orang di sana kamu sudah pindah. Kamu bahkan gak memberitahuku kapan kepindahanmu."

Apakah Raiya lupa memberitahu Ken?

Tidak, Raiya sengaja tidak memberitahunya. Sebab dia tidak ingin diganggu. Dia butuh ruang yang lebih sunyi untuk pekerjaannya. Bisa dibilang Raiya membutuhkan ketenangan demi mengejar target yang cepat.

"Kamu gak memikirkan bagaimana keadaanku saat kamu gak ada?" lanjut Ken lagi penuh emosi. "Aku gila, Raiya. Aku bahkan gak bisa melakukan sesuatu dengan benar saat kamu gak ada."

Siang itu, pertama kalinya Raiya melihat Ken lagi setelah sekian lama. Dan pertama kali pula dia melihat Ken dibatas amarah. Ken kehilangan ketenangan dan sikap ramah yang menjadi ciri khasnya.

"Sekarang kamu bilang padaku. Kamu pergi kemana?"

Raiya tidak bisa bilang. Dia sudah berjanji. Tidak ada yang boleh tahu tentang pekerjaannya. Untuk itulah dia mendapatkan bonus yang besar. Sebab kerahasiaan itu bernilai mahal.

Raiya memilih menggeleng di hadapan Ken yang menunggu jawaban gadis bermata sipit itu.

"Raiya?" Ken menaikkan nadanya beberapa oktaf.

"Aku ..., aku gak kemana-mana, Ken!" Raiya berusaha mengelak dari pertanyaan membahayakan itu.

Ken terdiam. Mendengus dan tidak habis pikir.

Sewaktu di rumah tadi, Ken menyerah untuk mencari tahu tentang gadis itu lagi. Lalu ketika dia mulai memejamkan mata, sebuah telepon masuk yang tidak lain gadis yang sedang dia cari-cari.

Namun satu yang membuat Ken kesal bukan main. Gadis itu bicara dengan nada tenang, seolah tidak ada sesuatu yang terjadi padanya. Seperti dia tidak punya kesalahan karena sudah menghilang tanpa kabar darinya.

Sepanjang perjalanan, Ken jadi memikirkan hal-hal buruk. Apa mungkin Raiya pergi dengan kekasih gelap. Apa dia menyimpan rahasia yang tidak bisa dia beritahu. Dan sekarang Raiya muncul untuk memberitahu masalah itu. Sebuah rahasianya.

"Raiya, sebenarnya kamu menganggapku apa?" Ken mencoba mengontrol nada bicaranya. Kemarahan membuat energinya tersedot dengan cepat.

"Apa maksudmu? Tentu saja, kamu pacarku."

Raiya mengucapkannya setengah tertawa. Dia menganggap lucu perdebatan kali ini. Tapi tidak bagi Ken. Sudah begitu lama dirinya tidak menentu. Dan gadis yang menyebabkan dirinya seperti itu malah menganggap remeh apa yang Ken rasakan.

Raiya sadar, tidak seharusnya dia tertawa. Mungkin ini saatnya bagi dia untuk menunjukkan tiket Malta yang dia pegang erat di kolong meja. Mungkin Ken bisa menurunkan amarahnya setelah melihat apa yang tengah Raiya persiapkan untuknya.

Raiya hendak menarik tangannya yang berada di bawah meja. Belum juga dia menunjukkan tiket itu pada Ken, lelaki itu sudah mengatakan satu kalimat dengan gamblang.

"Raiya, ayo kita putus saja!"

Tangan Raiya kaku. Mendadak tidak bisa bergerak.

BERSAMBUNG

***
.
.
.

Pernahkah kamu ada di posisi Raiya, punya pekerjaan yang gak bisa kamu ceritakan pada siapapun.

Kira-kira menurutmu apa pekerjaan rahasia Raiya itu?

Tulis di kolom komentar ya.

See you Sabtu depan~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top