Tujuh

Dugaan kami menguat saat foto Professor Antonio terpampang jelas di pigura. Kami akan melakukan investigasi lebih lanjut sekaligus mencari keberadaan tikus Nicholas yang menghilang. Dari ketiga penghuni sekolah yaitu Bunda Helena, Professor Antony, dan Professor Selena, terdapat satu nama yang mencurigakan. Siapa lagi kalau bukan Professor Antonio.

Aku dan Nicholas segera menuju ruangannya yang terletak di bagian atas. Kami belum pernah ke sini sama sekali. Ruangan ini terlihat asing dan sepi.

"Dimana Professor?" tanyaku.

Nicholas menggeleng. Ia segera mencari buku-buku yang ada di rak dengan teliti. Kali ini ia akan bertekad untuk mencari dalang di balik hilangnya tikus kesayangannya itu. Ia sudah berjanji kepada sang nenek untuk merawatnya, tetapi seseorang telah menculiknya. Sungguh membuat Nicholas diluputi rasa bersalah.

"Lyd!"

Aku segera menuju sumber suara. Lelaki itu sudah membawa buku mantra yang sangat tebal. Di sana terdapat robekan buku bertuliskan sesuatu yang ia cari.

"Mantra Cinta!"

Aku memekik, namun langsung kubungkam dengan tangan. "Bahan apa yang kau lupa?"

Lelaki itu mengangkat kaca matanya yang melorot. Ia membaca ramuan cinta itu dengan teliti lalu menatapku dengan menghela nafas lelah. "Bulu Jamur Kastura. Jamur yang sangat langka dan hanya berada di beberapa tempat di dunia paralel ini."

"Contohnya?"

"Canyola. Sedikit ke barat dari Kota Florida."

"Apa kau bilang tadi? Chanyeol?"

Nicholas menggetak kepalaku dengan cepat. "Canyola! Canyola bukan Chanyeol, bodoh!"

Aku meringis, mengusap kepalaku yang sakit. "Sakit tauk!" keluhku. "Sepertinya aku pernah mendengarnya. Wait, aku akan mengingatnya."

"Dasar bodoh!"

"Berhenti mengejekku bodoh!" balasku tak terima. Lagipula siapa juga yang mau dikatakan bodoh hah? Aku tidak bodoh, hanya saja otakku merespon sedikit lebih lama. Sedikit, garis bawahi itu!

"Aku ingat! Kota itu adalah kota kelahiran Professor Selena! Aku melihatnya di bukunya kemarin."

Nicholas yang sedang membuka-buka perkamen usang segera menghentikan aktivitasnya dan menatapku lama. Aku yang bingung dengan tatapan itu jelas-jelas bertanya apa maksudnya.

"Professor Antonio menyukai Professor Rexa! Tertulis jelas di buku ini. Dia bahkan yang membuat ramuan cinta itu agar bisa berdekatan dengan wanita itu! Dan—"

"Dan apa?"

"Professor Selena yang membantu menyediakan bahan langka itu. Seperti yang kau bilang bahwa bahan langka itu salah satunya berasal dari tempat Professor Selana berasal!"

Aku mundur beberapa langkah, terkejut dengan pernyataan yang Nicholas katakan. "Apa mereka bertiga sekongkol?"

Nicholas mengendikkan bahunya tak tahu. "Itu hanya dugaanku saja Lyd. Mungkin salah satu di antara mereka."

Di tengah pembicaraan kami yang cukup alot, suara deritan pintu masuk ke indra pendengaran kami. Professor Antonio datang dengan jubah hitamnya yang lusuh. Aku dan Nicholas segera bersembunyi di balik rak yang tinggi menjulang, mengintip pria itu yang nampak kesakitan.

"Jika bukan karena cintaku, aku tak sudi mencurinya!" keluh pria itu sembari mengobati goresan luka yang ada di lengannya.

Nicholas yang melihat itu segera maju, namun aku tahan. Percuma saja membut keributan jika lelaki itu tak bisa melihat kami. Rasanya akan sia-sia.

"Nic, ayo!" Aku menyeret tangan Nicholas untuk keluar dari ruangan itu dan membawanya menuju taman belakang sekolah yang sepi.

Taman itu penuh bunga-bunga indah sekaligus peri taman yang merawat bunga-bunga itu. Mereka berterbangan layaknya kupu-kupu, mengambil nektar dan melakukan proses penyerbukan dengan tangan mungil mereka. Sayapnya pun berubah-ubah sesuai dengan kelopak bunga yang mereka pegang. Sangat lucu dan indah jika dilihat dari sini.

Aku dan Nicholas masih tetap diam. Kami berada di jalan pikiran masing-masing. Terlalu syok dengan ini semua, apalagi pada Nicholas yang akhirnya tahu siapa pelaku yang mencuri tikusnya.

"Lyd, kita harus segera kembali. Aku yakin Professor Antonio lah pelakunya. Dia yang mengambil tikusku dan tentu saja dia yang membunuh Professor Dwynda!"

Tangan dingin Nicholas ku genggam dengan erat. Mataku menatap lelaki itu dengan penuh perhatian. "Tenang Nic, tenang... Jangan sampai emosi sesaat ini menghancurkan rencana kita."

"Tidak Lyd! Aku sudah yakin dengan ini semua."

"Memangnya bukti apa yang membuatmu percaya bahwa Professor Antonio adalah dalang dibalik kematian Professor Dwynda? Bukankah dia hanya terbukti yang mencuri tikusmu itu?"

Langit yang cerah hari itu membawa cahaya matahari yang sedikit menyengat, namun kadang berubah meredup ketika awan mulai bergerak searah dengan angin. Para naga dilepas di angkasa, memutari Steward School sebagai salah satu bentuk keamanan dan perlindungan sekolah. Aku dan lelaki itu melihatnya dari bawah sini dengan tatapan kagum.

"Tikusku bukan tikus biasa Lyd. Dengan ramuan tertentu dia bisa merubah manusia menjadi monser," lelaki itu mengaku, menatap sepatunya yang sudah lusuh dan penuh bercak.

"Monster? Monster seperti apa?"

Nicholas diam. Lelaki itu tetap bergeming di tempatnya walaupun aku memaksanya untuk menjawab.

"Kurasa monster yang kau temui malam itu adalah perwujudan dari DNA manusia dan tikusku Lyd... Maafkan aku tidak jujur padamu. Aku hanya takut jika semua orang akan menyalahkanku karena tak bisa merawat hewan peliharaan dengan baik. Apalagi aku menyembunyikannya di ruang rahasia yang tentu melanggar peraturan sekolah. Aku juga tak mau jika hadiah dari nenek disalahkan oleh semua orang. Aku takut Lyd... Aku minta maaf karena telah mengorbankanmu atas semua kejadian ini..." lelaki itu kembali terisak. Aku yang berusaha mencerna setiap pengakuannya terlampaui syok. Berarti selama ini lelaki itu sudah menyadari bahwa monster yang aku temui malam itu adalah miliknya? Ya Tuhan, Seharusnya aku sadar dari awal bahwa ada yang tidak beres dengan Nicholas. Lelaki itu mau melakukan perjalanan panjang ini bukan untuk mencari tikusnya melainkan mengungkapkan apakah benar tikus itu yang menjadi monster dan membunuh Professor Dwynda. Kenapa dia tak segera mengaku sehingga kami tidak akan melakukan perjalanan panjang ini? Benar-benar menguras tenaga saja!

Aku linglung, menatap tanah dengan tatapan nanar. Aku beranjak dari bangku taman lalu berjalan pergi meninggalkan Nicholas. "Jangan cari aku, aku hanya ingin sendirian."

***

Setelah pernyataan dari Nicholas, aku hanya bisa duduk di dekat aliran sungai sembari menatap ikan-ikan bercahaya dari bawah sana. Hari sudah gelap, tetapi aku tak kunjung pergi. Rasanya aku ingin sendirian ditemani suara gemerisik air yang terdengar merdu.

Di bawah dekapan pohon akasia, kunang-kunang mulai bermunculan ketika bulan tengah menampakkan sinarnya yang luar biasa. Ini adalah kali pertamaku melihat kunang-kunang di hutan sekolah. Professor dan penjaga akan melarang kami bepergian ketika malam hari. Jika kami melanggar, pasti ada hukuman atau poin yang diberikan.

Aku menatap salah satu kunang-kunang yang ada di dedaunan talas. Hewan itu begitu cantik dengan cahaya gemerlap di bagian ujung tubuhnya. Lucu sekali! Mungkin jika boleh dipelihara, aku akan membawanya ke asrama sebagai pengganti lentera di malam hari. Tetapi sayang, hewan kecil ini sudah sangat jarang ditemukan dan terancam punah.

Di tengah kekagumanku kepada hewan kecil itu, aku melihat seseorang tengah berlari tergesa-gesa menuju dalam hutan. Jubahnya menutupi hampir seluruh wajahnya. Ini nampak mencurigakan. Aku segera berlari, mengikuti arah gerak sosok itu yang menuju ke dalam hutan.

"Apa yang ia lakukan di sini?" batinku bertanya-tanya.

Sosok itu lalu berhenti di sebuah batu besar. "Hey!" panggilnya sedikit keras.

Dari balik batu muncul seseorang berjubah warna coklat tua. "Sudah kau bawakan?"

Sosok itu mengangguk. "Kalau kau?"

"Tentu saja sudah!"

Mereka berdua nampak bertukar sesuatu yang diambil dari balik jubah masing-masing. "Hati-hati, dia akan melukaimu seperti dia melukaiku."

"Kau meremehkanku? Aku kan Professor Biologi di sekolah ini!" kekehnya membuat kedua insan itu tertawa di tengah gelapnya hutan.

Mendengar percakapan itu membuatku terkejut setengah mati. Aku segera membekap mulutku tak percaya. "Su—suara itu... Professor Selena?"

Aku mundur perlahan-lahan ketika dua orang itu hendak pergi. Namun, seseorang dari belakang berbisik, membuatku terjatuh di tanah.

"Kau tak apa-apa?" Sosok itu ternyata segera mengulurkan tangannya ke arahku dan langsung kugapai dengan mudah.

"Nic! Nicholas..." Aku tak kuasa menitikkan air mata ketika sosok itu adalah Nicholas. Aku hendak menjelaskan apa yang aku dengar dan aku lihat kepadanya, namun mulutnya terasa sulit bergerak dan yang hanya aku keluarkan adalah tetesan air mata yang membasahi pipi.

Bahkan tanpa kejelaskan sedikitpun, lelaki itu nampak mengangguk, paham. "Aku juga mendengarnya Lydia..."

Aku menangis. Air mataku berjatuhan di pipi. Baru pertama kali ini aku menangisi seorang penjahat. Rasanya aku terkhianati. Semua sikap baiknya seperti palsu dan tak tulus. Lantas apa yang ada di benak Professor itu terhadap dirinya?

Nicholas membawaku menuju aliran sungai lagi dimana tempat itu menjadi tempat yang terang di antara bagian hutan lainnya. Aku masih menangis sesenggukan sedangkan lelaki itu masih setia menemaniku.

"A—aku tidak menyangka jika itu adalah Professor Selena..." ungkapku.

"Aku tahu kau terpukul dengan kenyataan ini Lyd... Menangislah... Menangislah jika itu membuatmu tenang."

Malam itu aku menangis sepuasnya. Memori-memori tentang kebaikan Professor Selena terus bersekelebat di pikiranku. Aku benar-benar masih tak menyangka dengan ini semua. Pasti ada alasan di balik ini semua. Ia yakin, Professor Selena memiliki alasan yang kuat dibalik kejahatan yang sudah ia perbuat. Setidaknya ia masih berusaha yakin bahwa Professor Selena adalah orang yang baik.


Attack On School balik lagi nihh hehehe

Semoga kalian terhibur dengan cerita ini yaaa luvvv✨💛

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top