Dua
"Lydia!" seseorang menepuk pipiku beberapa kali membuat mataku yang terpejam langsung terbuka. Aku melihat atap berwarna putih di sana, sepertinya bukan di kamarku. Lantas ini di mana?
"Lydia! Akhirnya kau bangun juga!" seseorang memelukku dengan tangisan yang pecah. Siapa lagi kalau bukan Vanya. Gadis itu terlihat khawatir dengan air mata yang menetes di pipi.
"Apa yang terjadi?" tanyaku bingung. Kepalaku juga sangat pusing bukan main dengan telinga yang terus berdengung hebat.
"Minum ini dulu agar kepalamu tak terlalu pusing setelah menghantam ujung ranjang," Bunda Helena membawakan secangkir ramuan herbal ke arahku. Warnanya sangat pekat dan sedikit berlendir. Baunya pun sangat busuk. Aku menatap wanita penjaga kesehatan itu dengan tatapan tak yakin.
"Coba saja, rasanya manis."
Aku kembali menatap ramuan itu. Tatapanku berubah jijik ketika bangkai belalang terapung di antara ramuan itu. "Bunda yakin?"
"Itu akan membuatmu cepat pulih Lydia. Minum dalam sekali teguk!" titahnya. Aku menelan ludah, meneguk ramuan itu dengan mata terpejam. Kurasakan lendir-lendir itu membasahi lidahku. Rasanya aneh tetapi seperti yang Bunda Helena bilang, itu manis. Tapi manis yang membuatku ingin muntah.
"Istirahatlah lagi. Jika perlu bantuan, bunyikan loncengnya." Wanita itu pergi, membiarkan aku di ruang kesehatan bersama Vanya.
"Van, apa yang sedang terjadi?"
"Kau sudah tak sadarkan diri selama dua hari!" katanya. Mataku langsung melotot. Benarkah itu? Aku tak sadarkan diri selama dua hari? Lama juga ternyata.
"Sebenarnya apa yang membuatmu pingsan malam itu? Apakah kau melihat pelakunya?"
Aku menatap Vanya bingung. "Pelaku apa?"
Namun, perbincanganku dengan Vanya terputus ketika Professor Selena datang. Ia menatapku dengan raut cemas. Bahkan ia memastikan dari ujung kepala sampai ujung kakiku. "Kau tak apa-apa Lydia? Adakah yang terluka?"
Aku menggeleng. "Aku tidak apa-apa Prof. Hanya sedikit pusing."
Professor Selena menghela nafasnya lega. Wanita itu nampak bersyukur ketika melihat keadaanku baik-baik saja, tak seperti beberapa hari yang lalu terbujur kaku bak batu.
Setelah Professor Selena datang, Professor Quinn ikut datang. "Dia tak apa-apa Prof," kata Professor Selena seolah membaca pikiran dari Professor Quinn. Wajahnya yang penuh tanya langsung mengangguk. "Apakah kau sudah bisa berdiri?"
"Aku rasa sudah."
"Professor Erisco sedang menunggumu di ruangannya. Sepertinya ia ingin menanyaimu sesuatu."
Professor Erisco ingin menemuiku? Kenapa kepala sekolah memanggilku? Apakah ada hal penting?
Aku mengangguk, meminta Vanya untuk menemaniku menuju ruangan kepala sekolah yang terletak di depan bangunan sekolah. Sepanjang perjalanan ke sana, seluruh siswa nampak memandangiku dengan aneh. Mereka menatapku dengan tatapan menyelidik seolah aku adalah seorang monster yang baru saja ditangkap.
Vanya berbisik. "Mereka penasaran dengan apa yang terjadi padamu malam itu."
Aku bingung. Malam apa yang mereka maksud? Kenapa semuanya nampak khawatir dengan malam itu? Apakah terjadi sesuatu saat malam itu?
"Malam apa?" tanyaku pada Vanya.
"Malam saat kau ditemukan terbujur kaku di kamar. Masuklah, Professor Erisco akan menjelaskannya."
Aku segera masuk ke dalam ruangan itu sementara Vanya menunggu di luar. Ruangan itu sepi, hanya berisi rak-rak buku tua dengan sebendel surat yang berantakan di meja. Burung kakaktua yang biasanya bertengger pun nampak tak terlihat dari tempatnya.
"Professor Erisco?" panggilku.
Tak ada sahutan. Masih sepi.
"Professor Erisco?"
"Aku di sini Lydia!" Jawab seseorang dari bawah tanah sembari mengetuk-ngetuk papan lantai yang terbuat dari kayu. "Masuklah!"
Aku menginjak papan kayu itu lalu dengan sendirinya ia bergeser dan menampilkan sebuah tangga menuju ruangan bawah tanah. Dengan sedikit ragu, aku memasuki ruangan itu. Ruangan yang tak pernah kuketahui sebelumnya. Bahkan saat aku masuk, papan kayu itu kembali menutup dengan sendirinya. Ajaib!
"Professor?" panggilku lagi.
Ruangan itu remang-remang dengan dinding-dindingnya tetap diisi buku tua. Namun, beberapa bagian rak terdapat ramuan serta hewan-hewan yang tengah diawetkan. Aku dapat melihat ada tanduk unicorn di salah satu sisi. Benda yang sudah sangat langka dicari.
Seseorang dengan jubah berwarna hijau tua dan hitam nampak keluar dari balik rak-rak buku. Ia membawa sebuah buku dan alat tulis dari bulu kalkun yang panjang. Warnanya emas dan terlihat mengkilap. Pasti mahal, batinku.
"Duduklah," katanya. Aku mengangguk, duduk di sebuah kursi berkulit kerbau yang ada di sana. "Bagaimana keadaanmu?"
"Ada apa Prof? Kenapa kau memanggilku?"
Professor Erisco tersenyum. "Kau memang tak bisa untuk diajak basa-basi ya," kekehnya sembari menuangkan teh hijau di atas cangkirku.
"Lydia Xircavia. Berasal dari keluarga Xircavia dari ujung London. Aku tahu keluargamu punya kelebihan untuk kembali ke dunia mimpi."
"Apa maksudnya?" Tanyaku bingung.
"Apa kau melihat pelaku pembunuhan Professor Dwynda?"
Aku menatap pria tua itu dengan terkejut. "Memangnya apa yang terjadi dengan Professor Dwynda?"
"Dia ditemukan tewas di rawa-rawa dengan mulut berlumuran darah tepat di mana kau ditemukan terbujur kaku di kamarmu."
What? Apa yang pria itu bilang? Ia tak salah dengar kan? Bagaimana bisa? Bagaimana bisa terjadi aksi pembunuhan di lingkup sekolah ini? Apalagi ketika Grogh tengah menjaga di luar sekolah? Bagaimana bisa mereka kecolongan? Dan apa hubungannya ini dengan aku?
"Lalu?"
Professor Erisco memajukan tempat duduknya. Ia menatap mataku dengan tajam. "Aku akan membawamu menuju dunia mimpimu. Kau akan terbawa lagi di masa lalu. Cari tahu siapa dalang dibalik kematian Professor Dwynda sekaligus buktinya sebelum sekolah ini ditutup oleh pihak kementrian. Apakah kau bisa?"
Aku tergagap, mengusap wajahku dengan kasar. Aku benar-benar tak percaya dengan semua yang terjadi. Kenapa harus aku? Memangnya aku bisa apa? Apakah ini masih mimpi? Ya Tuhan, kenapa hidupku jadi rumit seperti ini?
"Kenapa harus aku?"
"Karena hanya kau yang melihat pelakunya dan hanya dari kelurga Xircavia yang memiliki kelebihan untuk pergi ke masa lalu melalui mimpimu, walaupun kau tak sadar sekalipun. Aku berikan waktu satu hari untuk membawa seorang teman yang akan membantumu selama perjalanan panjang itu lalu temui aku di sini lusa, jam dua belas malam."
Next tidakk? Hehe
Aku harap kalian makin penasaran sama cerita ini❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top