33. Pengakuan
Setelah memukul Faenish berulang kali, Theo menjambak rambut gadis itu dengan tangan kiri sementara tangan kanannya menodongkan pistol di pelipis Faenish.
Faenish yakin walaupun mimik wajah Theo terlihat tidak peduli dengan keadaan Rael yang terbaring di lantai, pria itu sebenarnya marah kepada Faenish yang menyebabkan putranya terluka. Kalau tidak demikian, Theo tidak akan repot-repot menyiksa Faenish seperti ini.
Faenish semakin ragu kalau ia akan mendapatkan kematian yang cepat dengan satu peluru bersarang di kepala.
Ini sama sekali bukan kabar baik untuk Faenish, sekarang badannya saja sudah terasa remuk. Ia tak berani membayangkan bagaimana jika tubuhnya dibanting dan ditendang lagi.
Tiba-tiba Faenish dibanting ke lantai untuk kesekian kalinya. Bedanya, kali ini Faenish merasa ada yang mengarahkan segel pembebas kepadanya. Sekarang Faenish bisa menggerakkan badan.
Saat Faenish berhasil menggulingkan badan untuk melihat apa yang sedang terjadi, ia mendapati bahwa Ezer sedang berusaha menghindar dari tembakan Theo.
Yang dilihat Faenish saat ini bukan sosok transparan Ezer, melainkan tubuh fisiknya dan pemuda itu jelas-jelas sedang menggambar segel untuk menyerang Theo.
"Ma," terdengar suara lirih Ryn tak jauh dari Faenish. Gadis itu tampak memukul-mukul bongkahan es yang mengurung ibunya. Masalahnya, apa pun yang Ryn lakukan, bongkahan es itu tetap kokoh berdiri, bahkan tidak tercipta retak kecil sedikit pun.
Faenish ingin menghampiri Ryn, hanya saja ia merasa tubuhnya sudah benar-benar lemah. Faenish pun berusaha keras meraih botol ramuan Penambah Energi dalam kotak P3KD dan meminumnya.
Butuh waktu beberapa saat hingga ramuan itu bekerja dalam tubuh Faenish. Namun belum sempat ia berjalan mendekati Ryn, sebuah guncangan hebat terjadi.
Faenish kehilangan keseimbangannya dan terjatuh.
Guncangan itu tidak juga berhenti. Kini semua peralatan makan dan hidangan di atas meja sudah berada di lantai, bahkan hiasan gantung di atas meja mulai lepas dari rantai yang menahannya.
Seakan kekacauan yang terjadi belum cukup, sebuah pusaran angin yang sangat kuat menarik Faenish dan semua hal di ruangan itu hingga mereka semua berputar-putar lalu dipaksa melewati portal.
Faenish merasakan tubuhnya dibanting ke atas tanah yang basah. Kepalanya nyaris terantuk pada batu nisan besar dan beberapa peralatan makan menimpa tubuhnya.
Hujan sudah berhenti mengguyur area pekuburan. Namun selama beberapa saat, tempat itu dihujani berbagai barang yang berasal ruang makan di seberang portal. Bunyi-bunyi memekakan telinga terdengar beberapa kali menyaingi gemuru guntur.
"Mama!" teriakan panik Ryn menarik perhatian Faenish. Sahabatnya itu sedang meratapi bongkahan es yang sudah menjadi beberapa serpihan.
"Ibumu tidak di sini," ujar Drina. "Perhatikan baik-baik, itu cuma Ramuan Potret Tubuh. Mereka tidak pernah dibekukan sejak awal."
"Hei dia kabur!" teriakan Rexel terdengar bersamaan dengan sosok Theo yang tampak berlari menjauh.
Bukannya mengejar Theo, Ezer justru menghampiri tubuh Rael dan memeriksa keadaannya. "Dia masih hidup."
Faenish juga tidak mengejar sosok Theo yang semakin menjauh, ia justru mendekati Rexel. "Bagaimana kau bisa ada di sini?"
Belum sempat Rexel menjawab, seruan histeris Ryn kembali terdengar. Gadis itu tampaknya terlalu terpukul untuk mempercayai Drina.
"Apa yang kau tangisi, kak Ryn?" tanya Rexel. "Lagipula apa kau lupa kalau ini masih di kuburan?"
Ryn melirik Rexel dan bongkahan es di dekatnya yang menggambarkan sosok Rexel. "Kau tidak dibekukan?" gumam Ryn bingung. "Bagaimana dengan orangtuaku? Apa mereka juga tidak dibekukan?"
"Siapa yang dibekukan?" Rexel balas bertanya.
"Sudah kubilang itu Ramuan Ilusi Gambar, idiot." Drina menggerutu. Saat mencoba berdiri, gadis itu langsung terungkur jatuh, sepertinya kaki Drina belum sembuh benar.
Melihat kondisi Drina, Faenish mengurungkan niatnya untuk mengintrogasi Rexel. Ia pun segera mengambil beberapa ramuan di dalam kotak P3KD dan mengobati kaki Drina.
"Bukankah kau memiliki portal dari sini ke rumahmu Drina?" tanya Faenish. "Bisakah kau bersama Ryn membawa Rael dan merawatnya di rumahmu?"
"Rael?" tanya Ryn tak paham. Begitu melihat kode mata Ezer menunjuk kepada sosok bertopeng yang terbaring di samping pemuda itu, Ryn buru-buru berlari mendekat. Dengan cepat ia menarik topeng yang menutup wajah Rael, seketika ia berteriak histeris.
"Apa kau juga mengenal laki-laki bertopeng tadi?" tanya Drina penuh selidik ke arah Faenish.
"Akan kujelaskan nanti," ujar Faenish. "Tolong selamatkan Rael."
"Baiklah." Drina mencoba bangkit berdiri dan menggerak-gerakakan kaki untuk mengecek keadaannya. "Ryn, angkat tubuh Rael dengan segel dan ikuti aku."
Tanpa protes, Ryn membuat segel yang menjadikan tubuh Rael melayang mengikuti langkah mereka.
Begitu melihat Drina, Ryn dan Rael melewati portal di salah satu makam, Faenish kembali menghampiri Rexel dan mengulang pertanyaannya. "Bagaimana kau bisa ada di sini?"
"Aku menyelamatkan kalian dengan memberikan sejenis ramuan pada portal sehingga portal itu rusak dan kalian tersedot keluar." Rexel mengeluarkan tabung ramuan yang sudah kosong untuk ditunjukkan pada Faenish. Ia lalu mengeluarkan sebuah alat pelacak dengan tangannya yang lain. "Kita memang ada di kota terpencil dengan segel perlindungan yang mengganggu fungsi kamera. Namun bukan berarti kita harus ketinggalan kecanggihan teknologi yang lain."
"Bagaimana kau tahu soal ramuan? Dan darimana kau mendapatkan ramuan serta alat-alat seperti itu?" tanya Faenish.
Rexel hanya memberi kode kepada sosok Ezer yang kini berdiri di samping Faenish.
Faenish berbalik menghadap Ezer. "Kau meminta Rexel untuk melakukan ini?"
"Aku sangat menikmatinya," seru Rexel.
Faenish tidak menghiraukan adiknya dan terus saja bertanya kepada Ezer. "Kau memberitahunya tentang Kaum Berbakat?"
"Aku pintar menjaga rahasia," sambung Rexel lagi.
"Aku tahu Rexel," seru Faenish. "Bisakah kau diam sebentar? Aku ingin bicara dengan Ezer."
"Kalau kau sudah tahu bahwa aku tidak akan membocorkan rahasia lalu apa masalahnya?" tuntut Rexel tidak terima.
"Masalahnya adalah aku tidak memberitahu kakakmu tentang hal ini dan dia mengkhawatirkanmu," jawab Ezer. "Kebanyakan Kaum Berbakat tidak ingin keberadaan bakat mereka diketahui dan kau sendiri bisa melihat ada beberapa Kaum Berbakat yang keberadaannya justru berbahaya. Kakakmu hanya tidak ingin kau terlibat."
Tiba-tiba saja Rexel memeluk Faenish. "Aku akan baik-baik saja. Oh yah, sebelum kau marah-marah, aku juga sudah meneliti tentang Rico dan Yudi."
"Ap—"
"Shhh sabarlah, ini belum bagian serunya," potong Rexel. "Simpan teriakanmu untuk informasi besarku. Dengar baik-baik. Rico bukan Kelompok Pelindung, Yudi-lah orangnya. Tadi, aku juga melihat Yudi keluar dari portal, dia yang biasanya menggunakan jubah coklat."
Jika Yudi adalah sosok di balik jubah cokelat, berarti sosok yang dahulu bertarung dengan Kelompok Pelindung di kamar terlarang adalah Yudi. Artinya, Yudi adalah anggota Kelompok Pelindung yang berkhianat secara diam-diam. Sosok yang berusaha membobol kamar Faenish dan terjebak di dinding kemungkinan besar juga adalah Yudi.
Faenish mengusir segala teori yang mulai bermunculan di kepalanya dan mencoba fokus pada beberapa masalah yang lebih mendesak. "Kau memata-matai mereka?" tanya Faenish kepada Rexel. Ia lalu mengalihkan pandangan ke arah Ezer. "Kau yang menyuruhnya?"
"Aku yang menawarkan diri," seru Rexel, "tetapi kenapa kau tidak mengejar pria dengan burung di pundaknya itu?"
Faenish kembali melirik ke arah Ezer, kali ini tatapan Faenish melembut, ia tahu Ezer tidak mau melukai Theo. Hal itu terlihat jelas dari semua serangan Ezer yang sama sekali tidak efektif. Ezer bisa saja membunuh Theo dengan satu serangan, tetapi ia memilih untuk tidak melakuannya.
Faenish yakin ini bukan karena Ezer bersekutu dengan pihak Katharina, tetapi lebih karena Theo adalah saudara kembar ayahnya.
***
Saat Faenish dan Ezer tiba di rumah, Nyonya Ivone masih terlelap di kamar Faenish. Anehnya, keadaan dapur sudah kembali seperti semula, bahkan portal di lantai dapur pun sudah tidak ada lagi, seakan tidak pernah terjadi apa pun malam ini.
Namun beberapa benda yang berada di atas meja makan terlihat seperti sengaja diletakan sebagai kenang-kenangan. Benda-benda itu adalah 4 buah dadu beserta 4 miniatur yang masing-masing menggambarkan sosok Faenish, Ezer, Drina, dan Ryn.
"Bagaimana dengan Jovan?" tanya Faenish kepada Ezer. "Nyonya Ivone akan mencarinya besok?"
"Itu urusanku. Pergilah tidur."
Sebenarnya masih banyak yang ingin dibicarakan Faenish, tetapi tubuhnya sendiri sudah hampir mencapai ambang batas. Efek samping ramuan penambah energi yang berupa rasa kantuk sudah dari tadi menyerang Faenish. Jadi dengan patuh, Faenish melangkah kembali ke kamar.
Faenish hampir melewati pintu ketika ia teringat sesuatu. "Sebelumnya kau mengatakan aku yang akan menjelaskan kepada Ryn dan Drina soal dirimu, apa ada hal yang harus tetap kurahasiakan dari mereka?"
"Terserah padamu."
Faenish segera menuju kamar tidurnya dan berbaring di sofa, ia sudah terlalu lelah untuk memindahkan Nyonya Ivone, biar saja itu menjadi tugas Ezer.
***
Baik Faenish maupun Ezer sama-sama tidak mengerti apa yang terjadi, atau apa yang membuat ikatan segel di antara mereka terlepas. Yang jelas saat ini, Ezer sudah tidak bisa lagi keluar dalam bentuk transparan dan sama sekali tidak terikat dalam jarak berapa pun dengan Faenish. Ezer juga sudah bisa menggunakan bakatnya lagi.
Saat Faenish akhirnya terbangun, ia tidak terlalu terkejut dengan keberadaan Drina dan Ryn di dalam kamar. Dari wajah keduanya, jelas mereka sedang menuntut penjelasan. Jadi tanpa membuat alasan, Faenish langsung memulai ceritanya.
"Kalian tidak marah?" tanya Faenish bingung karena kedua sahabatnya tidak menunjukan tanda-tanda kesal setelah mendengar seluruh cerita. "Aku menyimpan rahasia dari kalian."
"Terkadang rahasia memang diperlukan dalam kurun waktu tertentu. Bukan masalah, aku bisa mengerti posisimu," jawab Drina.
"Tunggu dulu, jadi kau bisa melihat Ezer yang selalu mengikutimu ke mana pun?" Ryn menekankan dua kata terakhirnya. "Termasuk saat kau—"
"Ryn, apa kau harus mempertanyakan hal seperti itu?" tegur Drina.
"Tentu saja, ini benar-benar penting."
"Astaga aku benar-benar penasaran sebenarnya isi kepalamu itu apa?"
"Yang jelas bukan sensor pencari sumber uang seperti milikmu," balas Ryn tidak mau kalah sebelum berbalik menatap Faenish. "Kau tenang saja, bagaimana mungkin aku bisa marah padamu hanya karena ini. Bukankah aku juga pernah menyimpan rahasia soal akademi."
"Er—sebenarnya aku juga punya sesuatu yang kusembunyikan dari kalian," ucap Drina ragu-ragu.
"Kau punya seseorang yang mengikutimu juga?" tanya Ryn antusias.
"Tentu saja tidak. Ini soal Eucharistia." Drina pun memulai ceritanya tentang identitas Eucharistia.
"Aku juga ingin mengatakan sesuatu," seru Ryn setelah ia puas mengomentari pengakuan Drina. "Aku menyukai kak Lionel."
"Apa itu penting?" sindir Drina.
"Tentu saja, aku sudah bertekad untuk hanya menyukai satu pria dan itu adalah kak Lionel. Aku tidak akan lagi melirik yang lain."
"Kau mau bilang bahwa mulai sekarang kau hanya mau mengejar Lionel saja, begitu?"
"Tidak, aku tidak akan mengejar-ngejar dia. Akan kubuktikan bahwa aku pantas dikejar."
"Itu bagus Ryn," komentar Faenish.
"Kalian mau main kejar-kejaran?" tanya Drina. "Kalau mau dikejar kan gampang, tinggal kau tampar wajahnya dengan keras atau copet dompetnya, kujamin dia akan mengejarmu."
"Ya, ya, ya." Ryn malas berdebat. "Sebaiknya kau cepat menemui ibumu Faenish, kau tidur hampir dua hari penuh, beliau benar-benar khawatir."
"Dua hari?" seru Faenish tak percaya.
"Ya putri tidur, jadi sekarang bangunlah."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top