31. Ketakutan Terbesar

Percobaan mereka berhasil. Begitu melewati portal, Faenish melihat Drina dan Ryn juga berada di sana.

"Hai kita bertemu lagi," sapa Ryn dengan melompat kegirangan dan kedua tangan melambai ke arah Faenish.

Faenish hanya bisa tersenyum dan membalas lambayan Ryn sekali. "Syukurlah."

Kali ini, ruangan yang mereka masuki dipenuhi dengan bingkai-bingkai kosong yang mengambang. Faenish mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan untuk mencari sesuatu yang mengancam di ruangan ini. Mengingat ruangan yang mereka masuki bukanlah tempat di mana ada ujung tangga maupun ekor ular, jadi pasti ada sesuatu yang berbahaya dalam ruangan ini.

"Jangan terlalu dekat dengan bingkai-bingkai ini, Faenish. Kurasa akan muncul makhluk-makhluk mengerikan dari dalamnya dan mereka akan menarikmu masuk." Ryn bergidik ngeri dengan teorinya sendiri.

Sesuai dengan dugaan Ryn, Faenish seperti melihat sesuatu dari balik salah satu bingkai. Namun itu bukan makhluk mengerikan, yang dilihat oleh Faenish adalah sosok Nenek Magda.

Faenish mengerjapkan mata berkali-kali. Sosok Nenek Magda tetap di sana dengan tatapan memohon.

"Berikan aku ramuan Penambah Energi," pinta Nenek Magda. "Kumohon Faenish, aku sangat membutuhkannya."

Faenish melangkah mendekati bingkai seraya mencari-cari kotak ramuan dalam sakunya.

"Aku tidak ingin mati." Kali ini Nenek Magda menjerit di tengah tangisannya.

Faenish semakin panik, ia belum menemukan ramuan Penambah Energi yang diminta Nenek Magda, sementara Nenek Magda tampak mulai dikelilingi oleh kobaran api.

Genangan air di mata Faenish semakin menyulitkannya untuk mencari, dan tiba-tiba saja Ezer merampas kotak ramuan dari tangannya.

"Berikan padaku," teriak Faenish.

Bukannya mengembalikan kotak ramuan itu, Ezer justru menarik Faenish ke dalam pelukan. Faenish meronta, ia ingin menolong Nenek Magda, tetapi lengan kekar Ezer menahannya dengan begitu kuat. Faenish bahkan tidak bisa bergerak banyak.

Teriakan kesakitan Nenek Magda menusuk telinga Faenish. Ia pun semakin berusaha untuk terbebas dari Ezer. Saat Faenish berhasil mengintip dari sela tubuh Ezer, pemandangan yang terlihat membuat tangisannya semakin pecah. Sosok Nenek Magda sudah dikerumuni oleh lidah-lidah api yang membakar. Faenish sudah terlambat. Sekali lagi, Faenish gagal menyelamatkan Nenek Magda. Sekali lagi, tubuh Nenek Magda harus hangus terbakar.

Faenish menjerit.

Lengan Ezer dengan segera menggeser kepala Faenish dan menahannya hingga pandangan gadis itu terhalangi. Masalahnya, meski tidak melihat sosok Nenek Magda lagi, gambaran kesakitan Nenek Magda sudah terekam jelas di kepala Faenish. Apalagi Faenish masih bisa mendengar teriakan Nenek Magda. "Kau membunuhku Faenish. Kau membunuhku."

"Itu hanya ilusi," bisik Ezer.

Bagi Faenish semua ini bukan ilusi, ini adalah kenyataan. Jika saja Faenish tidak melemparkan segel ke arah Ezer malam itu, Nenek Magda akan meminum Ramuan Penambah Energi cukup banyak untuk bisa bertahan. Jika saja Faenish tidak berpikir bahwa Ezer akan membunuh Nenek Magda, pasti semua ini tidak akan terjadi.

Entah berapa lama Faenish menangis dalam pelukan Ezer. Saat kesadaran kembali mengusainya, Faenish menyadari bahwa Ezer tak hanya memeluknya, pemuda itu juga memberikan sentuhan-sentuhan menenangkan di kepala Faenish. Buru-buru Faenish mendorong tubuh Ezer menjauh. Kali ini, Ezer membiarkan Faenish keluar dari pelukannya.

Untung saja kedua sahabat Faenish tidak sedang menatapnya dengan pandangan aneh. Ryn sedang berjongkok di depan sebuah bingkai sementara Drina berusaha mengguncang-guncang tubuh Ryn.

"Sadarlah! Kau ini benar-benar konyol, bagaimana mungkin kau percaya hal seperti itu terjadi?" bentak Drina.

"Aku melihatnya," Ryn terisak, gabungan ketakutan dan putus asa. "Hantu itu sangat menakutkan. Kita harus menyelamatkan orang tuaku."

"Hantu itu tidak ada dan mereka tidak mengejar kedua orang tuamu. Kecuali orang tuamu pernah membunuh seseorang dengan sadis."

"Kau gila?" pekik Ryn. "Orang tuaku bukan pembunuh."

"Lalu untuk apa kau khawatir orang tuamu dikejar hantu?"

Ryn tidak menjawab, ia justru balik bertanya dengan nada tersinggung. "Memangnya apa yang kau lihat dalam bingkai itu? Bangkrut?"

"Sebaiknya kita segera pergi dari sini," ucap Ezer menghentikan perdebatan Drina dan Ryn. "Aku ingin melihat ularnya."

"Kau juga gila," seru Ryn dengan tatapan menusuk ke arah Ezer.

"Bisakah kalian melempar dadunya sekarang?" Ezer mengabaikan Ryn, ia justru menatap Drina dan Faenish bergantian dengan ekspresi datar.

"Oh tidak. Jangan kepala ular lagi. Ini benar-benar ide yang buruk," keluh Ryn.

Sayangnya, Ryn sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dadu sudah dilempar dan pintu sudah muncul.

***

Sesuai dengan deskripsi yang diberikan Drina, ruangan di balik pintu kali ini memang menyerupai kuil pemujaan ular. Segala perabotan yang ada di ruangan itu semuanya berbentuk atau bergambar ular. Hanya ada sebagian dinding yang terbuat dari tanah dan tidak memiliki dekorasi bertema ular. Di dalam dinding tanah tersebut terdapat begitu banyak tengkorak manusia yang disusun membentuk berbagai pose mengerikan.

Namun anehnya, ruangan itu tidak berbau busuk. Ryn tidak bercanda soal aroma tempat itu yang mirip dengan lilin aroma terapi kesukaan Nenek Magda. Sayangnya, Faenish tidak punya banyak waktu untuk berpikir tentang aroma, ular raksasa di depan mereka sudah membuka mata.

Bukan hanya kesan seram yang timbul saat melihat ular itu, Faenish juga terkesima melihat permukaan kulit ular yang terlihat mengilap dan memantulkan cahaya, seakan kulitnya terbuat dari batu permata kasar yang ditata rapi. Saat si ular membuka mulut lebar-lebar, Faenish bisa melihat keberadaan Portal Pintu dalam rongga mulutnya.

Berbeda dengan Faenish yang masih terpana dengan penampilan si ular, Ezer langsung bergerak. Pemuda itu mengeluarkan ramuan seperti besi cair dari kantongnya dan menumpahkan ramuan itu di sekeliling mereka berempat.

Begitu cairan yang ditumpahkan Ezer membentuk persegi di sekitar mereka, sebuah kotak muncul dan mengurung mereka.

Faenish melihat Ezer menuangkan satu ramuan lagi yang dikenalinya sebagai Ramuan Kedap Suara. Kali ini, Ezer hanya menumpahkan ramuan itu dari sela-sela badannya karena posisi mereka yang terhimpit dalam kotak. Ukuran kotak yang dibuat Ezer jelas tidak muat untuk mereka berempat, Ezer bahkan harus menunduk dengan posisi yang tampak tak nyaman. Sementara Faenish harus berusaha menyesuaikan diri dengan posisinya yang berada di antara Drina dan Ezer.

Ingatan Faenish kembali saat ia dikurung dalam gudang dengan perpaduan dua ramuan yang sama dengan saat ini. Hal ini cukup untuk membuat pikiran Faenish teralihkan sejenak dari pikiran-pikiran aneh tentang posisi wajah Ezer yang sekarang berada tepat di depannya.

"Sudah kubilang ini ide yang buruk, benar-benar buruk," keluh Ryn. "Dan sekarang kau mengurung kita semua dalam kotak super sempit. Kalau kau hanya punya sedikit ramuan, jangan paksakan kami masuk juga. Lagi pula ini percuma saja. Tinggal tunggu waktu sampai kita disundul ular hingga terguling-guling."

Sebuah goncangan yang cukup keras terjadi. Ryn menjerit histeris sementara Faenish semakin terdorong ke arah Ezer.

"Jangan banyak bergerak Ryn dan kau tidak perlu berteriak sekencang itu. Telingaku hanya beberapa senti di depanmu," protes Drina.

"Sepertinya kita bisa keluar dengan menembus permukaan tanah," ujar Ezer tenang, seakan tidak terpengaruh dengan posisi mereka saat ini.

"Apa maksudmu?" tuntut Ryn.

"Dari struktur tanah yang membentuk dinding ruangan, keberadaan satu peti mati di langit-langit, serta adanya aroma terapi, kita sepertinya ada dalam Dimensi Tambahan yang dibuat dalam makam Magda."

"Kita dalam kuburan?" seru Ryn histeris sebelum ia mengeluh kesakitan. "Kenapa kau menjitak kepalaku Drina?"

"Sudah kubilang jangan banyak tingkah," bentak Drina. "Lagi pula ini hanya kubur palsu, kau sendiri tahu kalau makam Nenek Magda yang asli ada di area akademi."

"Tetapi kita tetap saja DIKUBUR HIDUP-HIDUP," seru Ryn murka. "ADUH SAKIT DRINA."

"Apa kau yakin kita bisa keluar dengan menggali tanah?" tanya Faenish. "Maksudku, apa tidak sebaiknya kita mencapai angka seratus?"

"Apa kau yakin angka seratus adalah akhir permainan?" Ezer balas bertanya.

"Ayo cepat putuskan," seru Drina. "Kalau kalian lupa, seluruh permukaan kulit ular yang menunggu kita di luar dilapisi Ramuan Kulit Berlian. Kotak ini tidak akan bertahan lama."

"Kau benar," bisik Ryn horor. "Sebelumnya ular yang kita hadapi tidak sebesar ini, apalagi menggunakan ramuan tingkat tinggi di tubuhnya, apa mereka bermaksud untuk membunuh kita? Kurasa mereka marah karena kita mencurangi perputaran dadu? Atau karena kita melangkah bersama-sa—"

Ryn tidak sempat menyelesaikan kalimatnya. Kotak yang mereka tempati tiba-tiba terpental dan bergulung-gulung. Faenish bahkan sampai tidak ingat berapa kali tubuhnya membentur Ezer.

Saat mereka berhenti, Faenish berakhir di posisi yang cukup memalukan. Ia berbaring di atas tubuh Ezer dengan Ryn menindih tubuhnya.

"Kotak sialan," gerutu Ryn. "Kenapa juga kita harus ada di sini."

"Kita perlu menyusun rencana dan kita sudah melakukannya." Drina meraih kotak P3KD dan mengeluarkan sebuah ramuan.

Sepertinya Ezer mengenali ramuan di tangan Drina dan menyadari apa yang akan dilakukan gadis itu sehingga ia berkata buru-buru, "Kita tidak boleh melewati Portal Pintu, tetapi serangan dari dalam adalah pilihan terbaik."

"Aku mengerti," ucap Drina saat ia menuangkan ramuan yang ternyata membuat kubus baja di sekitar mereka menghilang. Sekali lagi mereka berhadapan dengan si ular raksasa.

Namun sepertinya mereka keluar pada saat yang kurang tepat. Kepala si ular sedang menuju ke arah mereka dengan mulut menganga lebar.

Ryn menjerit sementara Drina memanfaatkan hal ini dengan melemparkan ramuan. Begitu tabung berisi ramuan membentur bagian dalam mulut ular, muncul gumpalan asap hijau tua yang kemudian disusul ledakan cukup besar.

Mereka semua terdorong mundur, termasuk si ular. Tercipta jarak yang cukup lebar di antara masing-masing mereka.

"Kau menghancurkan Portal Pintunya," jerit Ryn histeris. Kelihatannya ia masih berpikir untuk keluar dari sana jika rencana Ezer tidak berhasil.

"Ya, terima kasih kembali." Drina balas berteriak sebelum berlari untuk menghindari sapuan ekor si ular.

Faenish bahkan belum sempat berdiri saat kepala ular melesat dengan begitu gesit ke arahnya. Untung saja Ezer menarik Faenish tepat pada waktunya, tetapi Ezer sama sekali tidak membawa Faenish menjauh. Ezer terus membantu Faenish menghindari serangan si ular, bersamaan dengan menjaga jarak mereka cukup dekat dengan bagian kepala ular.

Faenish tidak sempat bertanya untuk memastikan maksud pergerakan Ezer. Namun Faenish yakin dirinya benar saat menyimpulkan bahwa Ezer ingin ia menyerang bagian tubuh si ular yang tidak tertutupi dengan ramuan Kulit Berlian. Dalam hal ini adalah bagian mata atau bagian rongga mulut.

Jika memang bagian kulit si ular dilapisi Ramuan Kulit Berlian, itu artinya hanya Faenish yang sanggup menyerang dengan segel. Drina dan Ryn tidak bisa mengaktifkan segel tingkat lanjut, sementara Ramuan Kulit Berlian merupakan segel perlindungan tingkat tinggi sehingga serangan segel biasa tidak akan bisa menembus pertahanan kulit si ular.

Masalahnya segel tingkat lanjut sangat menguras tenaga dan jelas satu serangan tidak akan cukup untuk melumpuhkan monster lincah di depan mereka sekarang. Jadi akan lebih menguntungkan jika Faenish menyerang bagian yang tidak terlindungi Ramuan Kulit Berlian.

Saat Faenish melemparkan serangan yang mengenai mata kiri si ular, Ezer tidak protes. Faenish semakin yakin mereka memiliki pikiran yang sama. Hanya saja, menyerang dengan kondisi beberapa bagian tubuh dipegang oleh seorang pria, cukup untuk membuat Faenish susah berkosentrasi. Ezer memang hanya menyentuhnya di beberapa tempat dan hanya bermaksud membantu pergerakan lambat Faenish dalam menghindari si ular, tetapi tetap saja Faenish merasakan sesuatu yang aneh dan susah dijelaskan.

Tak jarang Ezer bukan hanya membantu pergerakan Faenish, ia juga memberikan instruksi segel apa yang harus dipakai atau bagaimana gambar segel yang dilupakan Faenish.

Pertarungan itu berlangsung cukup alot karena si ular tidak memberikan kesempatan bagi Faenish untuk membuat segel pelumpuh dalam ukuran besar. Sementara ukuran tubuh si ular membuatnya tidak terlalu merasakan dampak serangan-serangan ukuran normal yang dibuat Faenish.

Karena berulang kali Faenish harus menyerang dengan segel, tenaganya terkuras banyak. Namun setidaknya ia sudah berhasil membuat gerak si ular menjadi lebih lambat dari sebelumnya. Jadi sekarang, lebih mudah bagi Drina untuk ikut mendekati kepala ular dan melancarkan serangan dengan ramuannya.

Faenish memanfaatkan kesibukan si ular dalam melawan Drina, untuk membuat sebuah segel pelumpuh yang cukup besar. Namun saat Faenish hampir mengaktifkan segelnya, si ular tiba-tiba berbelok dan bergerak menerjang Ryn yang sedang duduk bersandar pada dinding dengan mata terpejam.

Ryn tampak sudah terlalu kelelahan hingga ia sama sekali tidak menyadari si ular melesat ke arahnya.

Drina berteriak memperingatkan seraya berlari ke arah Ryn, sementara Faenish buru-buru mengaktifkan segelnya.

Faenish tidak tahu apa ia berhasil mengaktifkan segelnya tepat waktu atau tidak, yang jelas ia sempat mendengar jeritan melengking Ryn tepat sebelum si ular menabrak permukaan dinding dengan keras.

Begitu kepulan debu yang disebabkan oleh tabrakan menghilang, Faenish bisa melihat sosok si ular sudah tidak bergerak lagi. Segel pelumpuh Faenish berhasil. Namun ia tidak bisa melihat keberadaan Drina dan Ryn di mana pun.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top