16. Sakit
"E-vert."
Terdengar erangan dari balik bahu Evert. Pemuda itu mendengus. Sudah kesekian kalinya Evert mendengar Faenish berbicara dalam tidurnya, tetapi baru kali ini gadis itu mengerang. Dengan kesal Evert menutup buku di pangkuannya dan melirik ke arah tempat tidur.
Sosok Faenish terlihat berkeringat dan berergerak-gerak gelisah dalam tidurnya.
Evert langsung tahu kalau ada yang tidak beres. Dengan segera ia menghampiri gadis itu. Beberapa langkah dari ranjang, Evert menutup hidungnya. Ada aroma ramuan yang samar-samar tercium.
Evert mengenali teknik membunuh yang digunakan pada Faenish. Tidak ada yang pernah selamat dari percampuran Ramuan Bom Sel dan Ramuan Jerat Mimpi. Ramuan Bom Sel sangat berbahaya karena akan mempengaruhi sel di tubuh korban yang menghirup aromanya. Ketika si korban nantinya menggunakan bakat atau bahkan melewati portal, sel-sel yang sudah terkontaminasi akan menghancurkan diri sendiri. Seperti bom waktu yang akan dipicu oleh bakat.
Sebagian besar korban tidak bisa diselamatkan karena penanganan yang salah, efek awal dari ramuan ini adalah membuat si korban lemah. Banyak korban dilarikan ke rumah sakit padahal antibiotik hanya akan memicu efek yang juga akan membunuh korban.
Kelemahan ramuan ini adalah korban harus menghirup ramuan cukup banyak dan berkelanjutan dalam beberapa jam, itulah kenapa trik yang digunakan kepada Faenish membutuhkan Ramuan Jerat Mimpi. Dengan ramuan ini korban akan dipaksa untuk tidur tanpa bisa bangun.
Kondisi Faenish sudah gawat sekarang, mengingat ia sudah berjam-jam tidur, dan akan lebih gawat kalau gadis itu dibiarkan terus menghirup aroma ramuan. Dosis ramuan yang tinggi juga dapat langsung membunuh tanpa harus menunggu si korban menggunakan bakat.
Evert mengumpat pelan, sepertinya ada ramuan ketiga yang dicampurkan kali ini dan Evert terlambat menyadarinya. Sialnya, efek ramuan tersebut sudah mempengaruhi libido Evert. Kendati ia sudah menjalani latihan berat bertahun-tahun untuk menahan nafsu, untuk pertama kalinya Evert goyah. Apalagi sejak terikat segel dengan Faenish, ia tidak bisa menggunakan bakat. Jadi sekarang, Evert harus berjuang keras saat mengangkat Faenish ke dalam pelukannya.
Faenish yang sudah lebih dahulu terpengaru ramuan justru memperburuk situasi dengan bergerak lebih merapatkan diri ke arah Evert dan melingkarkan kedua tangannya di leher pemuda itu. Alhasil, Evert membutuhkan beberapa detik untuk memejamkan mata dan menenangkan pikiran.
Jarak dari kamar Faenish ke perpustakaan tidak jauh, tetapi saat ini bagi Evert, membopong Faenish ke sana adalah pekerjaan yang cukup sulit.
Di depan perpustakaan, Evert harus meletakan Faenish di lantai karena gembok di pintu itu terlalu banyak. Ia tidak bisa membukannya dengan Faenish dalam gendongan. Saat itulah Faenish mulai menujukan tanda-tanda sadar. "Ke-napa ... aku ... di sini?" tanya Faenish lemah.
Evert tidak menjawab, ia sudah selesai membuka pintu perpustakaan dan sekarang ia kembali mendekati tubuh Faenish untuk menggendongnya masuk.
"A-pa ... yang ... kau ... lakukan?" Faenish ingin memberontak, tetapi ia tidak punya tenaga sama sekali, entah bagaimana gadis itu merasa sangat lemah.
Sekali lagi, Evert tidak menjawab. Ia hanya membawa Faenish ke sofa di samping telepon dan bertanya, "Nomor Drina?"
"Dri ... na?"
"Kalau kau masih ingin bertahan hidup, hubungi Drina. Katakan padanya kau terkena Ramuan Bom Sel dan minta dia ke sini segera."
Tanpa membantah, Faenish memberitahu nomor Drina. Begitu Faenish mendengar suara Drina di seberang, ia memaksakan diri untuk berbicara cukup jelas agar Drina mengerti maksud perkataannya. "Ra-muan ... Bom-sel ... tolong ... sekarang....di rumah."
"Faenish? Kau menghirup racun Ramuan Bom Sel?" tanya Drina.
"Ya ... tolong...."
"Tunggu di sana."
Drina langsung mematikan sambungan.
Faenish ingin meminta penjelasan, tetapi ia tahu dirinya terlalu lemah untuk bisa mengerti apa yang sedang terjadi. Jadi walaupun ia sepenuhnya bingung dan tak berdaya, Faenish berusaha keras untuk percaya apa pun yang Evert lakukan. Namun bukan berarti itu mudah, ingatan soal mimpinya barusan masih tergambar jelas di kepala Faenish hingga membuatnya merasa sangat tak nyaman. Ia berusaha keras tidak melihat ke arah pemuda itu, tetapi sekarang, mendengar suara Evert saja sudah membuat bulu roma Faenish merinding.
Saat Evert kembali menggendongnya, Faenish harus berjuang agar tidak menjadi gila. Untung saja sentuhan fisik dengan pemuda itu lekas berakhir begitu mereka berada di teras depan. Sebagian diri Faenish yang masih waras pun bersorak saat Evert berjalan meninggalkannya, meski dirinya seakan merasakan kehilangan yang ganjal.
Beberapa saat kemudian, Evert kembali dengan bentuk transparan dan mereka menunggu dalam diam. Saat mobil Ryn terlihat mendekat, Evert bersuara. "Diam saja. Jangan jawab apapun pertanyaan mereka."
Kurang dari satu menit dari peringatan Evert, Ryn memberikan pertanyaan beruntunnya. "Apa yang terjadi padamu? Siapa yang melakukannya? Bagaimana kejadiannya? Ka—"
"Jaga suaramu Ryn," tegur Drina dalam bisikkan. "Kau bisa membangunkan semua penghuni rumah. Lebih baik kau bantu aku mengangkat Faenish."
Ryn menggerutu, tetapi tetap menggerakkan tangannya untuk menggambar segel angin. Tiba-tiba Drina menepuk tangannya.
"Jangan gunakan segel. Itu akan membunuhnya," desis Drina.
Ryn tampak akan protes, tetapi Drina lebih dahulu memberikan tatapan tajam yang menuntut. Jadi ia pun memilih diam dan membantu Drina membawa Faenish ke mobil.
Begitu mobil melaju di jalanan. Ryn kembali mengajukan pertanyaan-pertanyaannya sambil menyetir. Faenish hampir berpura-pura kehilangan kesadaran untuk menghindarinya. Namun Drina sudah lebih dahulu membentak dan menyuru Ryn diam. Suasana pun menjadi hening sementara Drina sibuk memeriksa beberapa buku ramuan tebal.
Saat tiba di rumah Drina, Faenish mendapati Maery sedang berada di ruang tamu yang kini penuh dengan tumpukan buku ramuan.
"Aku tidak menemukannya," ujar Maery sebagai kata sambutan. "Apa kau yakin tidak punya buku lagi di ruang penyimpanan?"
Drina menggeleng. "Kau pergilah tidur di kamar Nenek. Aku yang akan mengurus ini. Jadi jangan buat Nenek atau siapapun khawatir."
"Kau yakin? Faenish tampak—"
"Pergilah Maery dan jaga mulutmu jangan sampai menyebarkan hal yang tidak perlu." Drina tidak berhenti untuk melihat respon Maery. Ia terus saja berjalan sambil memapah Faenish hingga ke kamar.
Begitu Faenish dibaringkan di kasur, Drina pun bertanya. "Bagaimana kau tahu soal Ramuan Bom Sel?"
Faenish tidak sempat menampilkan ekspresi bingung. Tanpa diminta, Evert sudah memberitahukan apa yang perlu ia katakan. "Racun ... sampul ... biru tua ... Aulia Sumakul." Faenish mendeskripsikan buku sesuai dengan apa yang dikatakan Evert.
"WOW. Ingatanmu menakjubkan jika sedang sekarat," puji Ryn.
Berbeda dengan Ryn, Drina tidak tampak kagum, wajahnya malah menampakan ekspresi ngeri. Namun ia mengurungkan niat untuk bertanya dan dengan segera berlari ke Ruang Penyimpanan.
Drina menurunkan beberapa toples dari salah satu rak lalu menekan di beberapa titik pada permukaan rak yang kini kosong. Potongan kayu itu pun bergeser dan menampakan cela tempat beberapa buku tua disusun rapi.
Drina meraih salah satu buku dengan sampul biru tua dan segera menutup tempat penyimpanan rahasianya.
Faenish benar, penjelasan tentang Ramuan Bom Sel ada di dalam buku itu. Sialnya di buku itu tidak ada penjelasan yang bagus untuk mengobati efek ramuan. Namun bukan berarti Drina kehabisan ide.
Selama beberapa menit kemudian, Drina sibuk membuat ramuan yang kemudian diberikannya pada Faenish.
"Hebat. Kau sudah menemukan penawarnya," puji Ryn.
"Itu bukan penawar," sangga Drina. "Itu hanya ramuan yang kuharap bisa memperlambat efek ramuan racun yang dihirup Faenish."
"Kau harap?" Ryn bertanya curiga.
"Aku juga belum sepenuhnya yakin."
"Kau menjadikan Faenish bahan percobaan?" pekikan Ryn melengking tinggi.
"Pilihan apa yang kita punya?" gumam Drina sambil terus memperhatikan kondisi Faenish.
"Jangan bilang tidak ada penawar untuknya?"
Drina tidak langsung menjawab, ia sedang membantu Faenish kembali berbaring. "Aku akan mengusahakannya. Untuk sementara, Faenish harus meminum Ramuan R213 secara rutin."
"Tunggu dulu, R213?" pekik Ryn. "Apa itu racun yang bahkan belum diberi nama? KAU MAU MEMBUNUHNYA?"
"Kelihatannya kondisi Faenish membaik," ujar Drina seraya memperhatikan perubahan pada diri Faenish.
Ryn memutar badannya untuk menatap ke arah Faenish dan mendapati perkataan Drina benar. "Oh, syukurlah, tetapi kenapa Faenish justru membaik?"
"Kau juga tak akan mengerti kalau kujelaskan, intinya reaksi dari ramuan R213 memperlambat pergerakan Ramuan Bom Sel."
"Teri-ma-ka-sih." Saat ini Faenish sudah merasa lebih kuat dari sebelumnya, tetapi tetap saja belum terasa sehat sehingga suaranya masih serak.
"Untunglah kita punya sahabat seperti Drina," seru Ryn.
"Minta mereka untuk menyingkirkan bantal di kamarmu," kata Evert begitu memastikan wajah pucat Faenish semakin berangsur normal kembali.
"Ban-tal." Faenish coba menyampaikan pesan Evert.
"Bantal?" tanya Ryn bingung.
"Di-kamarku," lanjut Faenish.
"Ramuan itu ada di bantalmu?" tanya Drina.
Faenish mengangguk.
"Kalau begitu kita harus segera menyingkirkannya sebelum ada yang masuk ke sana," seru Ryn.
***
Matahari sudah hampir terbit saat mereka akhirnya sampai di rumah Nenek Magda. Namun tak ada ada seorang pun di rumah itu yang sudah memulai aktifitas. Dengan mudah mereka mengendap-ngendap ke kamar Faenish.
"Mana bantalmu Faenish?" tanya Ryn begitu mengikuti Drina memasuki kamar. Suaranya menjadi aneh karena ia menutup hidung.
"Kurasa pelakunya sudah membereskan tempat kejadian," jawab Drina sambil berkeliling kamar. Ia bahkan tak segan untuk mengendus di beberapa tempat. "Aku tidak mencium aroma ramuan."
Ryn membuka masker yang menutupi hidungnya dan menarik nafas panjang. Ia lalu bertanya kepada Faenish, "Apa kau punya musuh yang tidak kami ketahui?"
Faenish menggeleng. Setahu Faenish, ia tidak memiliki musuh, tetapi ia juga tidak yakin Evert adalah musuh atau bukan.
"Kalau begitu kita harus memberitahu Kelompok Pelindung. Bisa jadi orang yang mencelakakan Faenish itu berbahaya," usul Ryn.
"Kita tidak bisa meminta tolong kepada mereka," tegas Drina.
"Kenapa?" Ryn melotot bingung.
"Bagaimana kau akan menjelaskan kenapa kita bisa tahu soal racun yang ada di tubuh Faenish?" Drina balas bertanya. "Amat terlebih kita tidak punya barang bukti."
"Memangnya kenapa kalau kau tahu ramuan macam apa itu?" tuntut Ryn lebih tidak terima. "Bukannya bagus, jadi mereka tidak perlu repot-repot mencari tahu dan langsung mencarikan obatnya. Kita juga tinggal jujur saja bahwa saat kita datang, bantal itu sudah tidak ada."
"Kau ingin aku dan Faenish masuk penjara?"
"Penjara? Kenapa kau masuk penjara?"
"Apa kau pernah mendengar tentang Ramuan Bom Sel?"
"Tidak, kau tahu aku tidak terlalu minat dalam mencampur benda-benda aneh untuk membuat benda aneh lainnya."
"Ramuan seperti itu hanya tertulis dalam buku-buku racun yang dilarang. Jika ada orang yang mengetahui tentang ramuan itu artinya ia mengetahui sesuatu yang tidak boleh diketahui. Aku punya buku itu, jadi..."
"Kau punya buku yang dilarang?" Ryn memekik histeris.
Faenish melirik ke arah sosok transparan Evert. Ia tahu pemuda itu bukan Kaum Berbakat biasa, tetapi sepertinya Faenish menilainya terlalu rendah. Jika pemuda itu memang sudah pernah membaca buku terlarang dan bahkan menghafalnya, siapa yang tahu hal apalagi yang bisa dilakukannya.
"Ya, aku punya beberapa buku yang dilarang. Namun itu bukan masalah utamanya, sekarang yang paling penting adalah kita harus menyelamatkan Faenish," jawab Drina.
"Oh, seharusnya kita mengirimkan sinyal darurat kepada Kelompok Pelindung sejak awal." Ryn menggelengkan kepalanya frustrasi.
"Sinyal darurat?" tanya Faenish.
"Kau tidak tahu?" Ryn menampilkan ekspresi syok seakan Faenish sedang bertanya apa yang dimaksud dengan lampu.
"Kau pikir nenek itu akan mengajarkan cara mengirim sinyal?" sindir Drina.
"Benar. Kau benar," seru Ryn tiba-tiba. "Nenek tua itu tidak menyukai Kelompok Pelindung, taruhan dia pasti tidak pernah memanggil Kelompok Pelindung—"
"Bisakah kalian tidak membicarakan orang yang sudah tidak ada dan mulai menjelaskan apa itu sinyal darurat?" pinta Faenish.
"Maaf." Ryn membungkam mulutnya seperti anak kecil yang ketahuan mengeluarkan kata-kata tak pantas. "Yah seperti namanya, sinyal darurat adalah tanda yang dikirimkan saat kita mengalami sesuatu yang membutuhkan bantuan dari Kelompok Pelindung. Contohnya saat ada yang tidak sengaja melihat kita menggunakan segel atau untuk kasus yang jarang terjadi yaitu ada penyerangan dengan bakat maupun ramuan."
"Sayangnya dalam kasus kita saat ini, yang bisa dilakukan hanyalah mencari jalan keluar sendiri," sambung Drina.
"Lalu bagaimana dengan si pelaku, ada kemungkinan ia mencoba mencelakakan Faenish lagi?" protes Ryn.
"Ya, kita harus berhati-hati." Drina setuju. "Akan kubawakan beberapa ramuan untuk membuat pelindung tambahan di kamar ini."
"Bukannya kau bilang Faenish tidak boleh terpapar bakat? kau mau membunuh Faenish?" tuntut Ryn.
"Aku menggunakan ramuan, bukannya ma—"
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamar dan detik selanjutnya Sarashalom muncul. "Ryn, Drina?"
"Selamat pagi tante," sapa Ryn.
"Selamat pagi Ryn, Kenapa kalian bisa ada di sini?" tanya Sarashalom.
"Faenish merasa tidak enak badan Tante, jadi ia menghubungi kami," jawab Drina.
Sarashalom buru-buru berjalan mendekat dan memeriksa kondisi anaknya.
"Aku baik-baik saja Ma," ucap Faenish. "Hanya merasa lemas, kurasa hanya efek kelelahan."
"Kalau kau sakit, seharusnya kau memanggil mama."
"Maaf, aku hanya tidak ingin membuat mama khawatir. Aku baik-baik saja."
Sarashalom mengusap kepala Faenish dengan gemas sebelum tersenyum ke arah Ryn dan Drina. "Kalian mau sarapan di sini?"
"Tidak usah tante," jawab Drina. "Kami harus cepat pulang untuk bersiap-siap ke sekolah."
"Baiklah," ujar Sarashalom. "Maaf sudah merepotkan kalian dan terima kasih sudah mau datang menjaga Faenish."
"Bukan masalah tante. Kalau begitu kami permisi dulu," pamit Drina
"Cepat sembuh Faenish," seru Ryn sebelum mengikuti Drina keluar.
"Mama buatkan sarapan dulu, kau istirahatlah."
Begitu Sarashalom meninggalkan ruangan, Evert bergumam cukup keras, "Berhati-hatilah dengan Rael."
"Rael? Kenapa ...." Sebuah gambaran muncul di kepala Faenish, atau lebih tepatnya kilasan ingatannya. "Dia orang yang menyusup ke rumah ini? Ya benar, aku ingat sekarang. Saat itu ia memakai jubah yang sama denganmu. Pantas saja aku merasa pernah melihatnya di suatu tempat sebelum di toko Profesor Agristi."
Evert hanya bergumam mengiyakan. "Bersikaplah seakan kau tidak tahu siapa dia sebenarnya."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top