RUTE SHIINA KEEMPAT: PERASAANKU
Walau sebelumnya aku kehilangan nafsu makan, tapi pada akhirnya makanan dan minuman yang aku pesan habis tak tersisa. Bahkan, kecepatan habisnya lebih cepat dibanding saat aku makan dalam keadaan biasa saja. Terlebih, walau masih cukup panas nasi gorengnya dan milkshake coklatnya dingin sekali, aku bisa menghabiskannya begitu saja tanpa menunggu dulu.
Sekarang aku masih terduduk diam sambil melihat pintu keluar, dengan perasaan tidak nyaman. Perasaan ini adalah perasaan penasaran seperti apa sosok pacar Shiina, sampai latar belakangnya. Rencananya, setelah aku melihat Shiina keluar bersama atau tidak dengan pacarnya itu, aku akan mengikutinya sambil mencari informasi tentang pacar Shiina.
Aku jatuh cinta kepada Shiina. Itulah kenapa aku melakukan hal gila seperti ini, bahkan rela menjadi stalker. Tapi, ini bukanlah pertanda kalau aku tidak setuju dan tidak rela Shiina bersama dengan pacarnya. Melainkan ini sebagai pencegahan. Aku tidak mau Shiina akan tersakiti nantinya. Kalau ternyata dia pantas untuk Shiina, maka aku akan mengikhlaskan perasaanku ini.
Aku menyadari perasaan ini beberapa saat yang lalu, di saat aku melahap habis nasi goreng pesananku. Sepertinya perasaan sukaku kepada Shiina sudah lama ada, hanya saja aku menyadarinya ketika rasa cemburu menyerang. Mengingat dia gadis yang baik walau sikapnya agak kasar kepadaku, bahkan memberiku hukuman yang tidak setengah-setengah. Terlebih, dia seorang loli, maka wajar saja aku bisa jatuh cinta kepadanya.
"Ah, dia keluar."
Beberapa saat setelah merenungkan diri, aku melihat Shiina yang sudah mengganti pakaiannya dengan seragam sekolah keluar dari tirai yang di atasnya bertuliskan 'Dilarang masuk kecuali pegawai' dan di sebelahnya dapur bersama gadis berpakaian maid ala Jepang yang sebelumnya mendorong Shiina agar segera mengganti baju. Sepertinya Shiina akan segera menemui pacarnya itu, dengan ditemani temannya itu.
Perlahan sosok Shiina dan gadis itu semakin mendekatiku, bahkan pandangan mereka terlihat menuju ke arahku. Tapi, kurasa maksud mereka melihat sosok yang ada jauh di sampingku. Aku pun langsung melihat ke samping, ada laki-laki yang duduk di sana. Laki-laki itu terlihat seperti sosok ikemen, jadi dapat dipastikan memang dialah pacar Shiina. Berarti aku hanya tinggal menunggu mereka keluar dan aku pun mengikuti mereka.
"Maaf membuatmu menunggu, Tuan. Ini dia Shiina, siap untuk diajak kencan~"
Mendengar kalimat yang terdengar ada di dekatku, aku pun melihat ke sisi lain. Shiina bersama temannya sudah berdiri di dekatku, dengan memberikan ekpresi yang berbeda-beda. Teman Shiina memberikan senyuman yang lebar, bahkan kedua matanya tertutup menggambarkan hatinya sedang senang sekali. Sedangkan Shiina menundukkan kepala dengan wajah memerah, seolah sedang merasakan malu.
"Su-Sudah kubilang, dia..."
"Jangan malu-malu begitu," ucap teman Shiina memotong ucapan Shiina yang belum selesai. "Ah, ternyata benar perkiraanku. Untung saja aku segera mengajak Shiina agar segera mengganti pakaiannya," lanjutnya dengan nada senang sambil melihat ke arahku.
Loh, kenapa mereka ada di dekatku? Bukannya mereka harus pergi ke tempat laki-laki ikemen itu, ya?
"Kalau begitu, saya kembali bekerja. Tuan, tolong jaga Shiina dengan baik. Selamat bersenang-senang~"
Teman Shiina itu pun pergi meninggalkan kami sambil melambaikan tangan dan memasang senyuman yang membuatnya terlihat seperti dalam keadaan bahagia sekali. Yah, setahuku perempuan memang selalu begitu di saat menggoda teman perempuan dekatnya. Walau terlihat seperti memperolok-olok, tapi sebenarnya mereka itu senang bahkan sangat mendukung sekali dengan keputusan perempuan yang digoda.
Tunggu dulu! Kenapa menjadi membahas itu!? Kenapa dia meninggalkan Shiina di sini?!
"Eto... Shiina, kenapa kau diam saja? Dia sudah menunggumu," ucapku.
"Dia... Siapa yang kau maksud?" balas Shiina yang masih menundukkan kepala.
"Tentu saja laki-laki itu. Kau kan harus segera ke tempatnya."
"Kenapa aku harus ke sana? Aku kan sudah selesai menjadi pelayannya."
"Iya, aku tahu kau sudah selesai menjadi pelayan. Maka dari itu, kau harus segera menemuinya dan pergi bersamanya. Dia pasti menunggumu cukup lama."
"Hah?"
"Eh?"
Kenapa adegan 'saling memandang dengan wajah bingung' harus terulang lagi?! Ah, tapi sedikit berbeda karena respon suara bingung kami berbeda. Tidak seperti sebelumnya yang sama.
Bukan itu! Kalau kami seperti ini, berarti ketidasinkronan pemikiran kami sedang terjadi. Berarti ada dugaanku yang salah atau dugaannya yang salah.
"Kenapa juga aku harus pergi bersama orang yang tidak kukenal?" tanya Shiina yang sudah mengangkat kepalanya untuk melihat ke arahku, walau sesekali mengalihkan bola matanya ke samping.
"Tidak kenal? Bukannya dia pacarmu?"
"Haaahhhh!" Langsung saja Shiina memolototiku dengan ekpresi marah. "Kenapa kau bisa sampai memiliki pemikiran itu?! Otakmu benar-benar sudah parah! Bahkan lebih parah dari dugaanku!"
"Sa-Salah, ya... Lalu, pacar yang dimaksud temanmu siapa?"
Shiina yang tadi memolototiku dengan wajah marah, sekarang menjadi menundukkan kepala dengan wajah memerah. Kemudian, dia menunjuk ke arahku. Aku yang melihat itu langsung refleks menunjuk diriku dengan perasaan bingung.
"Eeehhhh, aku?!" kagetku. "Ke-"
"Maaf, Tuan, Nona," ucap teman Shiina yang sudah ada di dekat kami. "Silahkan lanjutkan pertengkaran kekasih kalian di luar saja. Kalian membuat tamu lain merasa terganggu. Ah, sebelum pergi, jangan lupa Tuan membayar makanannya, ya," lanjutnya dengan nada seramah mungkin.
Kami berdua pun pergi keluar, tepatnya di lorong depan kelas Shiina. Di sini cukup sepi, jadi kurasa tidak akan menarik perhatian seperti tadi kalau melanjutkan percakapan yang mengejutkan tadi.
"Kenapa bisa aku dikira pacarmu?" tanyaku melanjutkan kekagetanku tadi.
"Wajar saja kalau teman-temanku mengira kau pacarku. Karena aku tidak dekat dengan laki-laki mana pun, bahkan laki-laki teman sekelas. Jadi saat mereka melihat aku akrab denganmu, mereka langsung mengira kau pacarku," jawab Shiina dengan sedikit marah. "Padahal aku dan kau hanyalah teman! Bukan pacar!" lanjutnya yang kali ini seperti mengumpat kesal.
Di pikir kembali dari gerak-gerik dan pembicaraan teman Shiina memang seperti ke arahku. Dia menggoda Shiina saat aku datang, menyuruh Shiina harus cepat-cepat ganti pakaian supaya setelah aku selesai makan Shiina sudah siap untuk diajak kencan, dan mengatakan kepadaku kalau Shiina siap untuk pergi kencan setelah mengantarnya ke dekatku.
Aku pun merasa lega dan senang karena ternyata Shiina belum punya pacar. Tapi, di sisi lain aku bingung harus menanggapi kesalah pahaman teman Shiina seperti apa. Memang aku akan senang dianggap pacar Shiina, malah mau sekali. Tapi, kalau kenyataannya tidak seperti itu, pasti ada perasaan kecewa setelah mereka tahu yang sebenarnya. Ditambah, kesalah pahaman ini membuat Shiina kurang nyaman. Maka mereka menjadi merasa bersalah kepada Shiina setelah mengetahui yang sebenarnya.
"Oh iya, Shiina. Apa kau ada rencana sekarang? Misalnya pergi ke suatu tempat atau jalan-jalan untuk menikmati festival."
"Ti-Tidak... Tadinya aku ingin pergi lihat-lihat bersama temanku setelah selesai menjadi pelayan, tapi karena temanku ada urusan mendadak jadinya tidak jadi."
"Kalau begitu, ayo kita pergi bersama. Anggap saja aku menggantikan temanmu."
"Ti-Tidak mau! Nanti kesalah pahaman kita pacaran semakin meluas!"
"Be-Begitu, ya... Sayang sekali... padahal aku ingin membalas budi kepadamu karena sudah membantuku dalam belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah..."
Aku pun menundukkan kepala dan membungkukkan badan dengan lemas, karena sedih. Padahal memang sudah kurencanakan aku akan mengajak Shiina jalan-jalan. Aku sangat ingin sekali jalan-jalan dengan Shiina dan menikmati festival ini bersamanya. Walau tidak dianggap kencan, tapi rasanya seperti kencan. Aku ingin sekali itu!
Tapi apa daya, aku tidak bisa memaksanya walau sakit rasanya. Kalau kupaksa, nantinya malah rasanya seperti aku adalah laki-laki yang tidak tahu diri dan jahat. Apalagi kalau sampai-sampai Shiina langsung menjadi membenciku, maka lebih sakit rasanya daripada ditolak untuk diajak jalan-jalan bersama.
"Baiklah-baiklah! Aku akan pergi bersama denganmu, jadi jangan memasang wajah menyedihkan seperti itu!"
"Eh, serius?!"
"Iya, serius! Ah, jangan salah paham. Aku menerimanya karena merasa tidak enak dengan Intan-san kalau sampai mengetahui aku membuat adiknya sedih, bukan berarti aku ingin bersama denganmu!"
Tidak disangka, dengan aku memasang wajah sedih dapat membuat Shiina berubah pikiran. Rasanya seperti aku memalas memohon agar dikabulkan keinginannya, secara tidak langsung. Kurasa sekali-kali pihak laki-laki yang memelas tidaklah buruk, hahahaha.
"Kalau begitu, ayo kita pergi!" ucapku dengan nada semangat.
Kami pun pergi ke luar gedung sekolah, karena di luar lebih banyak dengan stan dibanding di dalam. Selain itu, di luar lebih luas, jadi kalau penuh tidak perlu berdesakan, kecuali kalau memang penuh sekali.
Sekarang kami sedang jalan-jalan di sekitar stan-stan. Sebenarnya kami bukan sedang menuju suatu stan, melainkan melihat-lihat stan. Lebih tepatnya lagi, aku sedang memikirkan akan diajak ke mana Shiina. Memang sebelumnya aku merencanakan harus ke mana saja nantinya kita, tapi entah kenapa aku jadi lupa. Sepertinya ini gara-gara kekuatan rasa malu dan rencana dadakan yang dibuat saat sampai di sekolah ini, jadinya aku lupa.
Tadinya aku ingin meminta bantuan Gadis-chan atau Karuto, mereka adalah orang yang akan membantuku dalam rencana menaklukan rute. Tapi, mengingat mereka suka sekali mengolok-ngolokku, bahkan sampai bisa mati malu. Aku memutuskan untuk mengandalkan diri sediri saja.
"Hei, sebenarnya kita mau ke mana?" tanya Shiina yang berada di sampingku.
Gawat, saking terlalu lama berpikir aku membuat Shiina kesal. Oh otak, kenapa dikau melupakan susunan rencana 'kencan'-ku dengan Shiina?
"Itu... Ah, apa kau mau pergi ke suatu tempat?" tanyaku balik untuk menyembunyikan kebodohanku karena tidak tahu tujuan. "Atau mungkin membeli sesuatu. Aku yang akan membayarnya!"
"Benarkah?" tanya Shiina memastikan.
"Iya. Laki-laki tidak akan menarik kembali kata-katanya!"
Walau sebelumnya aku banyak sekali mengeluarkan uang, tapi kurasa dengan uang yang kumiliki sekarang masih bisa untuk membeli beberapa makanan dan barang. Kalau pun harus sampai habis, bahkan benar-benar habis. Aku hanya tinggal menjual barang-barang yang ada di gudang.
"Tapi, aku akan menolaknya."
"Eh, kenapa?"
"Walau memang uangmu banyak sekali, apalagi ditambah hasil menjual barang di gudang. Kau harus bisa menghemat uang. Memang tidak akan terasa sekarang, tapi nanti kau akan merasakan betapa pentingnya menghemat uang. Apalagi di saat kau sudah berkeluarga."
"Kalau begitu, aku hanya tinggal menikahi perempuan yang bisa menutupi kekuaranganku akan keborosan sepertimu."
Seketika wajah Shiina memerah padam. "A-A...Apa yang kau katakan! Bukan itu caranya! Harusnya kau mulai hidup menghemat!"
"Heheheh, maaf-maaf," balasku dengan senyuman penuh kemenangan karena berhasil menjahili Shiina. "Terima kasih sudah mengkhawatirkanku."
"Hmph!" Shiina pun memalingkan kepalanya. "Jangan salah paham. Aku melakukan itu supaya uang Intan-san tidak kau sia-siakan! Bukan berarti aku mengkhawatirkanmu!"
"Iya-iya. Kalau begitu, ayo kita pergi."
"Ah, tunggu!"
Aku yang hendak pergi, bahkan belum sampai mengangkat kaki, langsung diam. "Apa?"
"Tadi aku melihat Laura bersama denganmu di kelasku dan sepertinya kalian sedang saling berbincang. Apa yang kalian bicarakan?"
Ternyata Shiina memperhatikan kami saat itu, aku tidak menyadarinya. Yah, karena pembicaraan kami bukanlah hal yang rahasia, kurasa tidak masalah aku menceritakan kepada Shiina.
"Kami hanya saling berkenalan dan menukar alamat e-mail."
"Begitu... pantas saja kalian terlihat sangat akrab sekali..."
Sebenarnya ada topik lain yang kami bicarakan. Seperti pemberitahuan hubunganku dengan Shiina dan ancaman kalau aku macam-macam kepada Shiina. Ditambah, kebodohanku karena terlalu gugup berhadapan dengannya dan pembicaraan kami belum selesai. Tapi, kurasa itu tidak perlu dibicarakan, terutama soal kebodohanku.
"Oh iya, ke-" Shiina pun menghentikan kalimatnya, lalu berbalik badan. "Tidak jadi. Ayo kita pergi."
"Eh, tadi kau ingin bilang apa?"
Tapi Shiina tidak berhenti dan terus melangkah, mengabaikan pertanyaanku. Sepertinya masih ada yang ingin Shiina tanyakan. Kurasa masih masalah Laura-san. Entah karena tidak sabar ingin jalan-jalan denganku atau memang pertanyaan itu tidak terlalu penting sehingga tidak perlu dipertanyakan. Mungkin lebih tepatnya Shiina lebih nyaman kalau pertanyaan tadi ditanyakan kepada Laura-san, jadinya tidak bertanya kepadaku.
Kira-kira apa, ya? Ah, sudahlah, nanti saja aku pikirkan. Sekarang aku harus pergi 'kencan' dengan Shiina.
"Tunggu aku, Shiina!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top