Tak Mudah

Lily menatap bintang dari balkon rumahnya. Malam ini rasi bintang terpampang indah tanpa tertutup awan. Ini adalah momen yang paling Lily suka, melihat bintang dengan ditemani coklat panas di tangannya.

"Bintang itu lucu, mereka saling bersaing tapi pernah bertengkar," monolog Lily.

"Kakak!" Renata berdiri di kamar kakaknya, memandang Lily dengan raut kesal.

"Kakak ambil coklat Renata, ya?" tanya Renata to the point. Sedangkan Lily langsung meringis.

"Kakak pikir itu coklat kakak," jawab Lily menyesal.

"Ih, kok dimakan sih? Itu jatah dari ayah. Tau ah pokoknya kakak harus beliin coklat baru buat Rena," ucap Renata mutlak. Sedangkan Lily menghela nafas.

"Harus sekarang? besok ya, udah malam ini," ucap Lily menawar. Sebenarnya belum terlalu malam. Tapi dia tidak ingin keluar saat ini.

"Gak mau tau, pokoknya Renata mau coklat Renata diganti sekarang, kalau enggak kakak Renata aduin sama ayah," ucap Renata.

"Jangan dong, ya udah kakak beliin," jawab Lily pasrah. Ia mengambil hoodienya dan memakainya, tak lupa mengganti celana diatas seperempat pahanya menjadi celana jins panjang diatas lutut.

Lily keluar rumah dengan berjalan kaki. Walaupun dia tahu jarak alfamart dengan rumahnya lumayan jauh. Ia ingin bersantai menikmati keindahan bintang. Ya, Lily memang sangat menyukai bintang. Ia bahkan sampai hafal nama-nama bintang seperti Antares, Sirius, Aldebaran, Bernard, Alpha Canturi, dan sebagainya.

"Katakanlah... tak kan pernah ku tinggalkan kamu sendiri~~" Senandung Lily dengan menendang bebatuan kecil di depannya.

"Ada yang pengen gue omongin sama lo," ucapan itu sontak membuat Lily berjingkat kaget. Disampingnya sudah ada seorang berjas biru dongker menatapnya dengan tajam.

"Memangnya Lily kenal kamu," ucap Lily. Sedangkan laki-laki itu berdecak sebal. Tanpa basa-basi dia langsung menarik tangan Lily dan memasukannya ke dalam mobilnya.

"Jangan berlagak polos dengan nggak kenal gue," ucap laki-laki itu setelahnya ia menancap gas membela jalanan malam.

"Kakak mau bawa Lily kemana??" panik Lily.

"Polos, bego, dan ceroboh. Oh ya,  lo juga cerewet. Pantes aja ya, lo bisa pengaruhin adik gue buat ngelawan gue dan bokap gue," ucap laki-laki itu.

"Bagus dong Derald mau lawan kamu, biar kamu gak semakin semena-mena sama dia," ucap Lily.

Laki-laki di sampingnya itu tidak bisa dibiarkan. Lily akhirnya sadar dia adalah kakak dari sahabatnya. Buminya, siapa lagi kalau bukan Revano Vernando. Kakak dari Derald Atropheda Vernando.

"Lo pikir buat adik gue ngelawan gue itu bagus?" tanya Vano tajam.

"Memang, lebih baik Derald lawan kakak dari pada harus terus kakak tindas," tandas Lily. Vano langsung mengerem mobilnya dengan sekali injakan. Hal itu berhasil membuat tubuh mungil Lily terdorong kedepan.

"Jangan pernah ikut campur hidup gue dan adik gue kalau mau hidup lo tenang," ucap Vano tajam.

"Sayang sekali, Lily lebih milih untuk menantang Tuan Vano yang terhormat. Kita lihat saja siapa yang akan menang, dan terima kasih tumpangannya." Setelah mengatakan itu Lily hendak membuka pintu mobil Vano, tetapi saat pintunya itu terbuka sedikit. Vano menarik pintu itu sampai wajahnya kini berhadapan dengan Lily dengan jarak satu jengkal.

"Gue peringatin lo, jangan main-main sama gue," ucap Vano tajam. Bahkan dia mengunci pintu mobil itu. Lily mati-matian menahan rasa takutnya. Sebenarnya jantung Lily berdebar kencang atas ketakutannya terhadap Vano, tapi dia enggan menunjukkannya.

Dengan sedikit keberanian Lily mendorong tubuh besar Vano dari hadapannya. "Kakak pikir hidup itu permainan??" balas Lily tak gentar.

"Ya," jawab Vano singkat.

"Pantas, kakak mau jadi boneka papa kakak," jawab Lily.

"Jauhin adik gue!!" pinta Vano sekali lagi.

Lily diam. Dia tak akan pernah menuruti perintah laki-laki di sampingnya. Baginya membantu Derald adalah sebuah kewajiban. Atmosfer harus selalu melindungi buminya. Tak mungkin ia menghilang begitu saja, kalau sampai itu terjadi. Buminya hancur karena meteor seperti Vano.

"Nggak akan pernah," jawab Lily mantap.

"Lo menantang seorang Revano Vernando, lo pikir hidup lo akan baik-baik aja setelah ini??" kekeh Vano.

"Silahkan Lily gak takut, kali ini kita lihat rencana apa yang Tuan Revano siapkan," ucap Lily sesantai mungkin. Vano memilih diam.

"Menyuruh Alfarellza membully Lily, seperti halnya yang kakak lakukan pada Derald?? Lucu sekali," ucap Lily terkekeh.

"Lo tau dari mana??" tanya Vano santai.

"Apa itu penting?" balas Lily menyebalkan.

"Berhenti!!" Suruh Lily saat ia melihat Alfamart yang sudah dekat. Dengan terpaksa Vano menghentikan mobilnya, membiarkan gadis itu keluar.

"Senang mengobrol dengan Anda. Oh ya kalau mau bermain dengan Lily sebaiknya berpikir jangan gunakan uang Anda, karena pengecut sesungguhnya yang hanya bisa menggunakan uangnya untuk menyusahkan orang lain," ucap Lily membuat Vano geram.

Kemudian Lily memasuki Alfamart dengan ringan. Tanpa menoleh bahkan mengintip sedikit pun. Padahal Lily sedang mengamati dari kaca putih Alfamart yang memantulkan mobil Vano.

Dia melihat Vano yang menelepon seseorang. Tapi ia memilih mengacuhkannya. Apapun itu Lily tak peduli, dia harus segera pulang sebelum ayahnya mencarinya dan memberinya ceramah tujuh hari tujuh malam.

"Bereskan perempuan itu malam ini juga," ucap Vano dengan orang di sisi lain sambungan.

"Sebentar lagi lo akan lihat, seberapa berbahayanya menantang seorang Vano."

***

Lily keluar dari Alfamart dengan menenteng satu kresek putih besar berlogo. Ia tak hanya membeli coklat melainkan beberapa makanan untuk cemilan. Rencananya Lily akan bergadang karena besok libur tanggal merah.

"Nanti nonton film apa ya enaknya?? Hmm …," tanya Lily pada dirinya sendiri.

"Lihat Narnia aja deh, lama Lily gak lihat film fantasi," jawab Lily sendiri.

Lily dengan riang menyusuri jalanan kota yang mulai sepi. Akibat berbicara dengan Vano tadi membuat waktunya terpotong dengan hal yang tidak penting sama sekali. Ia merintuki mengapa harus bertemu dengan pria itu sekarang.

"Kok Lily ngerasa ada yang ngikutin Lily ya??" batin Lily. Sontak Lily langsung mempercepat langkahnya. Bahkan setelah itu ia berlari saat melihat bayangan orang dari lampu jalan.

"Berhenti!" pinta orang itu. Ia langsung menangkap Lily setelah jarak mereka dekat.

"Lepasin Lily!!" ronta Lily.

"Wow, ternyata mangsa yang diberikan bos menarik juga," ucap preman itu. Wajahnya sangar membuat Lily bergidik ngeri.

"Lepasin Lily!! Atau Lily teriak," ancam Lily tapi malah membuat kedua orang itu terbahak.

"Silahkan, manis. Bahkan sampai pita suaramu pecah tidak akan ada orang yang mendengarnya," ucap preman satunya. Sekarang Lily dilingkupi rasa takut.

Ia tahu bahwa Revano yang mengirimkan mereka. Seharusnya Lily tidak terlalu banyak menantang Revano. Bagaimanapun Revano tetap orang yang memiliki power yang tidak bisa diragukan.

"Kalian disuruh Kak Vano kan??" ucap Lily terus meronta.

"Ih makanan Lily jatuh tuh," ucap Lily. Sedangkan para preman itu hanya menatapnya tajam. Keduanya menyeret Lily yang masih meronta.

"Diam! Ikut kami saja! Kematianmu akan lebih mudah," jawab salah seorang preman berambut panjang menyeramkan.

"Lily belum mau mati."

Setelahnya Lily langsung menginjak kaki kedua preman itu serentak. Refleks keduanya langsung melepaskan tangan Lily. Kesempatan itu langsung dimanfaatkan oleh Lily, Lily langsung kabur.

"Lily harus kabur, hua bunda ayah... Lily belum mau mati," pekik Lily. Ia bisa melihat kedua preman itu mengejarnya. Lily semakin mempercepat larinya.

Namun, naas saat fokus berlari dan menoleh kebelakang melihat musuh. Lily harus tersandung batu membuatnya terjungkal jatuh. Kedua lututnya berdarah dan sikunya terluka. Sialnya lagi, kedua preman itu berhasil menangkapnya lagi.

"Lepasin Lily sialan!" ronta Lily. Sungguh kaki dan sikunya nyut-nyutan. Tetapi dengan paksaan kedua preman itu menyeret Lily.

"Budek ya kalian?" desis Lily.

"Diam gadis sialan," ucap preman itu emosi.

Air mata tiba-tiba meleleh di pipi Lily. Ia membayangkan apa yang terjadi padanya setelah ini. Ia tidak akan mati, kan? Esok masih panjang. Lily tak mau mati hari ini apalagi di tangan rivalnya.

"Bajingan, Revano bajingan," pekik Lily dengan kesal. Bahkan ia meronta dengan brutal. Meloncat-loncat dengan kakinya tak peduli kalau kakinya kini terkilir.

"Lepas... lepas ... lepas ... arghhh....," ucap Lily ganas. Ia tak segan menendang betis bagian belakang preman itu.

Sedangkan preman itu meringis kesakitan. Ia geram dan menampar Lily sampai membuat Lily tersungkur di jalanan. Kedua preman itu menatap Lily bagai serigala lapar.

"Hari ini lo bakal layanin kita sampai maut lo datang." Mendengar itu Lily langsung mendur ketakutan.

"Ya Allah, tolong Lily," lirih Lily.

Brukk ....

Hantaman keras meninju wajah salah satu preman itu. Hal itu berhasil membuat Lily mengucapkan puluhan syukur pada Tuhannya. Ia melihat seorang pemuda sedang memukuli para preman itu dengan ganas. Membuat kedua preman itu tersungkur di tanah tak sadarkan diri.

"Gak papa?" tanya laki-laki itu panik. Tapi Lily bergidik ngeri melihat wajah dingin dan suara datarnya.

"Li-Lily baik-baik aja," ucap Lily terbata. Dirinya masih syok dengan apa yang terjadi. Ia tak menyangka Revano akan senekat ini.

"Georgino Arkana, Gio," ucap laki-laki itu memperkenalkan diri tanpa mau memberikan tangannya selayaknya sedang berkenalan.

"Cemilan lo," ucap Gio memberikan satu kresek putih berlogo alfamart pada Lily.

"Liliyana Atsya Crythoper, Lily," lirih Lily. Gio melihat wajah gadis didl depannya memerah karena menangis berdecak sebal.

"Jangan nangis, masalah gak selesai," ucap Gio datar.

"Gue tau lo," lanjut Gio membuat Lily mendongak dengan mata menatap Gio polos.

"Cewek baik, teman baru Derald."

"Ka-kamu kenal Dei?" tanya Lily.

"Gue teman Derald selain Alfaro, walau gak sedekat Alfaro," ucap Gio.

"Tenang, setelah ini Revano gak akan bisa sentuh lo lagi, gue bakal bantu sahabat gue jaga orang yang udah buat dia punya harapan." Lily hanya menatap Gio polos.

"Ki-kita sa-satu sekolahan?" tanya Lily. Dia tidak ingat kalau ada murid bernama Gio atau Lily saja yang tidak tahu.

"Ya, gue kalas XI-MIPA 2," ucap Gio datar.

"Pantes, Lily gak pernah lihat," jawb Lily.

"Gue anter pulang." Setelah itu Gio mengarahkan Lily untuk masuk kedalam mobilnya.

"Hati-hati, lo baru menghadapi Revano. Bukan Rajendra, ia bahkan lebih sadis daripada Revano." Jantung Lily seakan lepas dari tempatnya.

*****

😱😱 MinSa kaget🤧😭 Revano emang ~ Buat kalian langsung vote ya🥰💙

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top