Sebuah Pertolongan

Kala senja tengah melukiskan keindahan di langit, lain halnya dengan Derald yang tengah meratapi nasib di atas sebuah batu nisan, yang tidak lain adalah milik ibunya. Ia menatap pilu dengan sorot mata penuh kerinduan, kepalanya sesekali ia tundukkan hingga surainya ikut terjun menutupi wajah tampan yang terlihat tegar namun menyimpan sejuta luka.

"Ma, Dei bingung harus kemana? Papa ngusir aku gara-gara aku sempet berantem sama geng Alfarellza. Apa salah, sesekali aku melawan mereka yang nindas aku?" lirih Derald.

Tanpa ia sadari beberapa tetesan air bening meluncur membasahi tanah pemakaman ibunya dan bukan hanya itu rintikan air hujan yang turun dengan jumlah tak terhingga ikut menemaninya.

"Bagus deh hujan. Setidaknya gak ada yang tahu kalau gue lagi nangis," gumam Derald menatap langit yang sudah tampak mendung berhiaskan awan gelap.

Derald kembali menundukkan kepalanya, tapi tiba-tiba saja dia merasa ada hal yang aneh sebab rintikan air hujan kini tidak lagi mengguyur tubuhnya.

"Derald, kenapa kamu hujan-hujan entar kalau sakit gimana?" tanya seorang gadis yang tengah berdiri di samping Derald sambil memegang payung.

Mendengar suara itu secara spontan Derald mendongakkan kepalanya, netranya membulat mendapati seorang gadis cantik yang tidak lain adalah Lily. Gadis yang akhir-akhir ini selalu membela dirinya saat ditindas geng Alfarellza.

"Kenapa lo bisa di sini? Lo sendiri kenapa hujan-hujan malah ke makam?" tanya Derald bingung.

"Lily habis ngunjungi makam nenek sama Bunda, dan pas mau pulang Lily lihat Dei kehujanan makanya Lily samperin," jelas Lily membuat Derald seketika langsung terdiam.

"Dei, nggak pulang?" tanya Lily dengan wajah polos miliknya.

"Entahlah gue sendiri bingung sebenarnya gue masih punya tempat buat pulang atau enggak."

Derald terdiam, ia berpikir, kenapa dirinya dengan mudah menceritakan bebannya kepada Lily, yang notabenya adalah orang asing dalam hidupnya. Ia juga tidak tahu, yang jelas saat ini ia membutuhkan orang-orang seperti Lily.

"Emang rumah Dei kenapa? Kebakaran atau habis kena gempa." Mendengar ucapan gadis polos itu Derald hanya terkekeh kecil.

"Loh kok ketawa Lily serius, rumah Dei kenapa?" tanya ulang Liliy.

Derald mengembuskan napas pelan dari sela bibirnya dan beralih menatap Lily yang masih bingung. "Sebelum gue jawab pertanyaan lo, gue mau tanya kenapa lo bisa kenal gue padahal gue aja gak kenal lo?" tanya Derald.

"Itu karena Lily sering lihat Derald di bully sama gengnya Alfarellza, tapi kenapa Dei nggak pernah ngelawan?" jelasnya dengan kepala yang memiring, bahkan terkesan sangat mengemaskan saat ini.

"Buat apa gue ngelawan? Kalau pada akhirnya gue hanya orang-orang lemah dan pantas untuk ditindas," balas Derald dengan sorot mata yang memandang batu nisan bertuliskan nama ibunya.

"Dei nggak boleh bilang kayak gitu, Dei 'kan kuat kayak Ironman," ujar Lily bernafas beberapa saat.

"Hmm ... Lily punya ide, gimana kalau Dei nginep di rumah Lily? Kebetulan ada kamar kosong milik sepupu Lily," ujarnya dan membuat Derald mengalihkan pandangannya ke arah Lily.

Derald tampak berpikir beberapa saat, bagaimana mungkin seorang remaja menginap di rumah seorang gadis? Bahkan sebelumnya tidak ada hubungan apa-apa, bahkan hanya sebatas teman sekolahan, itu pun tidak saling bertegur sapa. Hanya Lily yang orangnya terlalu hyper aktif.

"Terus orang tua lo gimana? Gue 'kan laki-laki dan lo perempuan?!" tanyanya dengan mata yang memicing, menatap netra bulat nan polos milik gadis di depannya saat ini.

"Nanti Lily bakalan ngomong sama Ayah, lagi pula tugas sesama manusia 'kan saling menolong satu sama lain," balas Lily dengan cengiran yang menampakkan deretan gigi putih miliknya.

Derald mengangguk kemudian mengikuti Lily dari belakang, mereka berjalan berdampingan sebenarnya. Namun, Derald lebih ke belakang karena kurang nyaman berdekatan dengan orang-orang asing seperti Lily. Ya, walaupun sudah cukup lama dirinya mengenal Lily namun, ia tidak terlalu memberikan respons.

"Sayang, kamu kok lama banget sih? Bunda udah nungguin dari tadi lho!" ujar perempuan paruh baya saat melihat kedatangan putrinya bersama seorang pemuda yang tidak lain adalah Derald.

"Maafin Lily, Bun, soalnya tadi Lily ketemu Dei di makam lagi ujan-ujanan, terus karena Lily baik hati dan tidak sombong makanya Lily bantuin Dei," ujar Lily membuat wanita tadi hanya geleng-geleng kepala dengan sikap sang anak.

"Derald tante," ucap Derald tersenyum canggung ke arah Andira—bunda Lily.

"Oh ini toh, yang beberapa hari gencar Lily ceritakan ke Bunda, ya udah ayo masuk Derald." Derald dan Lily pun masuk ke dalam mobil ternyata di dalam mobil ada adik Lily, Renata. Ia sudah menunggu kakak dan bundanya itu.

"Bunda, Lily rencananya mau tolong Derald buat tempat tinggal. Soalnya Dei bingung harus pulang kemana," ucap Lily membuat bundanya mengernyit bingung.

"Loh emang Derald gak dicari orang tuanya?" tanya Bunda Lily

"De-Derald diusir tante," jawab Derald gugup, sedangkan mata Lily dan Andira langsung membulat kaget.

"Loh kenapa?" tanya Andira.

"Bunda!" tegur Lily membuat Andira sadar kalau telah melanggar batasan privasi orang lain.

"Okey.... okey... maaf Derald tante Andira lancang tanya-tanya."

"Bunda, Ayah telepon nih," ujar Renata.

"Assalamualikum,"

"Sayang ...."

"Ck, mas! Jangan mulai," decakan sebal terdengar di dalam mobil itu.

"Cepet pulang, masa rumah kosong gini pas aku pulang," jawab Fernan—ayah Lily di seberang sana.

"Aku habis ke makam ibu, lagian gak lama lagi sampai. Dah, tutup dulu! Malu ada tamu nih," jawab Andira tanpa menunggu balasan langsung menutup teleponnya.

"Udah kayak lem ya, ayah sama bunda," sindir Renata, hal itu berhasil membuat Derald dan Andira terkekeh. Jangan tanya Lily, dia hanya cemberut karena ayahnya akan memonopoli ibunya lagi.

"Maaf ya Derald, emang gini kalau pas kumpul," ujar Andira merasa tidak enak.

"Gak papa tante, Derald malah seneng lihat orang lain seneng," "biar gak menderita seperti Derald." lanjut Derald dalam hati.

"Kamu mirip sahabat SMA tante, penyabar, lembut, sayangnya tante udah gak tau kabarnya," jawab Andira dengan senyumnya.

"Sahabat bunda yang mana lagi?" tanya Lily polos.

"Tente Asyilla lah siapa lagi?" balas Andira membuat Derald tertegun.

"Daniarra Asyilla Adhitama, dia Mama aku tante," jawab Derald membuat rem mobil diinjak secara tergesa.

Citt ....

"Kamu anaknya Asyilla?" tanya ulang Andira.

"Ya, kalau memang itu nama yang tante cari," jawab Derald acuh.

"Mamamu orang baik,"

"Sayangnya harus berjodoh dengan iblis," lirih Derald.

****

Derald kini berada di atas balkon rumah Lily, dia menatap hamparan taman hijau di depannya. Hari ini dia di izinkan untuk menginap selama seminggu di rumah Lily. Dia tidur disalah satu kamar kosong di rumah Lily.

Rumah Lily bukan rumah mewah bak istana, tapi lebih indah dibandingkan istana milik ayahnya. Istana yang di dalamnya bagai sebuah neraka.

"Derald," panggilan itu membuat lamunan Derald terhenti.

"Hm," balasnya.

Lily menghampiri Derald dengan langkah kecilnya, "Kata bunda, Derald bisa ganti baju pakai baju Keandra," ujar Lily.

"Keandra?" ulang Derald.

"Saudara Lily, dia sekarang ada di Malaysia. Dia jadi dosen disana." Derald pun menganggukkan kepalnya.

"Derald ganti baju gih, setelah ini Lily mau ajak Derald."

"Kemana?" tanyanya.

Lily pun mendekatkan kepalnya ke telinga Derlad, "Ke tempat rahasia, hustt ... jangan bilang-bilang Renata," bisik Lily.

Derald pun terkekeh sebentar kemudian menganggukinya. Lily benar-benar polos dan berbeda dengan perempuan yang pernah ada dihidupnya. Tatapi, tidak pernah semenarik ibunya, dia adalah wanita nomor satu dihatinya.

"Keluar sana!" usir Derald membuat Lily melotot.

"Kok ngusir?" balas Lily tidak terima.

"Mau lihat gue ganti baju?"

"Eh, eh ... en-enggak, enggak mau." Setelah mengatakan itu Lily langsung bergegas keluar dari ruangan itu. Ia keluar tergesa sampai tak menyadari apa yang ia lewati.

Duk ....

"BUNDA, SIAPA YANG NARUH PINTU DISINI?!" teriak Lily setelah dahinya menabrak daun pintu dengan tidak etisnya.

"Huaa ... Lily malu." Setelah itu tawa Derald langsung pecah.

"Dasar aneh," ucapnya.

Setelah berganti baju dengan baju milik saudara Lily. Derald kembali ke arah balkon. Ia kembali melamun, sepertinya melamun sudah menjadi hobby baru untuk Derald.

"DERALD ...."

Atensi Derald langsung teralih kan kearah bawah balkon. Disana Lily sudah melambaikan tangannya sambil melompat-lompat girang. Derald baru ingat kalau gadis itu menjanjikan sesuatu kepadanya. Berjanji mengajaknya ke 'tempat rahasia' katanya.

"Turun ih!" suruh Lily. Derald pun menganggukkan kepalnya setuju. Ia segera kelur dari kamar menemui Lily.

"Loh, mau kemana nak Derald?" tanya Fernan—ayah Lily.

"Diajak Lily keluar om," jawab Derald, tak lupa ia menyalami ayah Lily dahulu.

"Hati-hati, jaga anak om. Jangan pulang telat, okey?"

Derald pun mengangguk, "iya om, Derlad bakal usahain," jawabnya.

Setelah keluar ruangan ia melihat Lily sedang memainkan sepatunya. Hal sederhana itu ternyata sangat mudah membuat bibir tipis itu tersenyum.

"So?"

"Eh, kok cepet. Ya udah ayo ikut Lily," ajak Lily.

Mereka pun berjalan dengan Lily yang memimpin. Lily mengarahkan keduanya ke arah belakang rumah. Setahu Derald di belakang rumah Lily itu hutan dan benar Lily memang mengajaknya ke hutan.

"Ngapain kita ke sini?" tanya Derald.

"Hust ... nanti tuan kegelapan bangun," ucap Lily seperti anak usia delapan tahun yang masih membayangkan dongeng itu benar-benar terjadi.

Sampai akhirnya Lily berhenti dekat dengan aliran sungai. Ia mengambil sebuah kayu untuk mengambil tali gantung yang ditaruh di atas pohon. Tanpa rasa takut Lily langsung bergelantungan pada tali itu seperti tarzan. Dia berhasil menyeberangi sungai kecil itu dengan mudah sampai-sampai Derald terdiam kaku di tempat.

"DERALD AYO COBA, SERU LOH!" Derald langsung tersadar dari keterkejutannya.

Derald hanya melihat tali itu, tali itu berada di tengah sungai. Jadi dia harus mengambilnya lagi dengan kayu.

"DERALD CEPETAN IH!" teriak Lily lagi.

Dengan ragu Derald mengambil tali itu. Dia mundur beberapa langkah mengambil ancang-ancang. Setelahnya Derald langsung berayun ke seberang. Wajahnya terbalai oleh angin dan Derald sungguh menikmati momen itu.

Happ ....

Sepasang kaki itu menampak tanah, sesampainya di sana Derald langsung disuguhi punggung seseorang yang semakin menjauh. Ya Lily berjalan mendahuluinya. Gadis polos itu berjalan riang tanpa memedulikannya. Dengan terpaksa Derald pun langsung mengikutinya.

"Dasar aneh," gumam Derald.

Tubuhnya membeku ketika melihat pemandangan di depannya. Sebuah danau dan rumah pohon ala kadarnya. Ternyata di dalam hutan ini memiliki keindahan tersendiri.

Ketenangannya, membuat siapa pun nyaman di sana lama-lama. Entah mengapa, kegelisahan dalam hati Derald hilang begitu saja. Menikmati kesunyian yang memikat hati dan membius perasaan untuk berdamai dengan segalanya.

"SELAMAT DATANG DI HUTAN KESUNYIAN."

*****

Yuhuu MinSa back😍😍 Langsung aja komen + Vote yoo😉

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top