Kembali Ke Sekolah

Hari ini mungkin adalah hari tersial bagi Lily, karena begadang maroton film Tinkerbell ia harus terlambat masuk ke sekolah. Akibatnya dia diberi hukuman untuk hormat ke tiang bendera sampai jam kedua.

Untung saja ia hanya terlambat 20 menit, bayangkan jika ia terlambat satu jam bisa dijemur sampai bel pulang sekolah. Karena, di SMA Aruna Jaya setiap keterlambatan lim menit akan dikenai sanksi setengah jam pelajaran untuk hormat bendera. Sekarang bisa kalian bayangkan kalau Lily terlambat satu jam, bisa dihukum sampai jam pulang.

“Hua … panas bapak,” pekik Lily ketika baru 15 menit dibawah bendera.

“Yang adem di sinilah masa di situ,” jawab Pak Siswanto santai. Beliau sedang berleha-leha di bawah pohon menunggu muridnya yang sedang dihukum.

“Pak, nggak bisa dikurangin ya hukumannya?” tanya Lily, pasalnya dia sendirian dihukum di sini. Entah karena siswa SMA Aruna Jaya yang terlalu rajin atau terlalu pintar sembunyi.

“Pak Sis, Bapak Kepala Sekolah pesan sama saya kalau Bapak dipanggil ke ruangan beliau,” ucap seorang siswa membuat lampu kuning di atas kepala Lily menyala.

“Kamu awasin dia dulu, jangan sampai kabur.” Senyum Lily berubah kecut, tiba-tiba lampu di atas kepalanya padam begitu saja.

Lily menendang-nendang lantai lapangan upacara dengan kesal. Gagal niatnya ingin kabur dan terbebas dari hukuman. “Hua … bunda panas banget,” ucap Lily seperti orang gila.

Sedangkan, siswa yang disuruh mengawasinya malah terkekeh geli melihat perilaku Lily. Walau mendengar dia sedang ditertawakan Lily hanya diam dengan wajah merengut kesal. Bahkan sedari tadi dia bodo amat dengan orang yang mengawasinya.

“Panas ya?” ejek orang itu yang kini sudah berada disamping Lily.

“Jangan ganggu ish, sana pergi.”

“Yakin gue disuruh pergi?” tanya orang itu membuat Lily menoleh kearahnya dengan pandangan sinis.

“Iya, kamu–loh Derald?” Lily terkejut, ia terpaku beberapa detik memastikan penglihatannya masih normal.

“Hm,” balas Derald. Lily langsung tersenyum lebar lalu, berhambur  ke arah Derald, memeluk pemuda itu begitu erat, tanpa peduli kalau dia sedang dihukum.

“Lily kangen tau,” ucap Lily dengan nada kesalnya.

“Perasaan baru sehari gak ketemu,” balas Derald.

“Ih, namanya kangen itu gak kenal waktu. Orang yang biasanya pacaran baru ditinggal satu jam aja udah bilang kangen,” balas Lily tak mau kalah.

“Iya deh, ngapain lo pakek telat segala?” tanya Derald sambil melepaskan pelukan Lily tanpa membalasnya. Sebenarnya dia sedikit kaget dan canggung dengan perilaku Lily.

"Maraton nonton film Tinkerbell," balas Lily.

"Kasihan," cibir Derald.

“Oh ya, Derald kemarin ke mana? Lily ke rumah sakit tau, Dei. Terus dikasih tau Dylan kalau Derald udah pulang,” ucap Lily dengan nada kesalnya.

Sorry soalnya kemarin gue pulang dijemput anak buah papa, gue juga nggak tau kalau dokter udah bolehin gue pulang,” sahut Derald.

“Dei, Lily neduh ya. Panas tau,” mohon Lily dengan wajah dimelas-melaskan seperti anak kucing minta makan,

“Lo ‘kan dihukum, kalau lo neduh nanti dimarahin Pak Siswanto,” lontar Derald.

Bahu Lily langsung merosot, ia langsung menghadap kearah tiang bendera. Tak memperdulikan Derald yang ada disampingnya. Sampai ia merasakan ada yang melihatnya dengan intens dari arah samping. Lily pun langsung menoleh, dan melihat seorang laki-laki berwajah tak asing di matanya.

“Airon?” gumam Lily.

“Ha?” tanya Derald ketika menangkap sekilas suara Lily.

“Apaan sih?” kesal Lily.

“Bentar lagi pergantian jam kedua Ly,” ucap Derald memperingatkan.

“Tapi panas Derald, Lily neduh ya,” ucap Lily dengan kesalnya.

“Gue temenin,” putus Derald lalu berdiri tegak di samping Lily, bayangannya berhasil membuat tempat Lily sedikit teduh.

“Tapikan Derald baru keluar dari rumah sakit,” ucap Lily masih tak terima.

Shut-“ Derald menempelkan jari telunjuknya di depan bibir mungil Lily.

“Gue baik-baik aja selama ada lo,” ucap Derald. Sontak membuat pipi Lily memerah.

"Bunda, Lily malu," batin Lily

****

Sehabis dibuat baper dengan perkataan Derald, Lily berharap hukumannya bisa secepatnya usai dan doanya itu terkabul karena setelah 15 menit menunggu.

Bel pergantian jam kedua sudah berbunyi. Dengan tidak tahu malunya Lily meninggalkan Derald begitu saja ke kantin. Semoga saja Derald tidak membahas lagi masalah tadi.

Disinilah Lily sedang mentertawakan Aileen karena menceritakan kejadian sekitar taman rumahnya kemarin. Aileen bercerita kalau kemarin dia habis dikejar anjing, lalu dengan paniknya dia sampai masuk ke dalam selokan. Untung saja suasana komplek pas malam hari. Tapi yang membuat ia bertambah malu adalah ia harus bertemu Alfaro dan Alfaro-lah yang lagi-lagi menolongnya.

“Hua … sakitnya sih nggak seberapa Ly, tapi malunya itu loh,” ucap Aileen histeris.

“Hahahaha … ya ampun Aileen, ih itu gak kebayang baunya kayak apa,” ejek Lily,

Aileen mendengkus lalu berkata, “Laknat lo, bisa-bisanya lihat sahabat menderita malah lo ketawain. Kena azab baru tau rasa lo,” ucap Aileen kesal.

“Habisnya sih, Aileen pakek nyebur got segala. Kan, Lily ngakak, lagian daripada Lily sok-sokan ngehibur setelahnya malah ngetawain di belakang. Gimana hayo?” goda Lily,

“Tapi Aileen beruntung loh, padahalkan Aileen nyeburnya ke got. Nah, Alfaro masih mau nolongin, ih Lily nggak bisa bayangin sebau apa itu motor Alfaro,” lanjut Lily tambah membuat Aileen kesal.

“LILY,” teriak Aileen kesal, sedangkan Lily langsung menutup tangannya sambil tertawa.

“Eh, Aileen kenal Gio?” tanya Lily tiba-tiba.

“Gio, XI-MIPA 2 yang ganteng plus tajir plus pinter min akhlak itu kan?” Lily tersenyum gemas. Emang kalau bicara sama Aileen harus ekstra sabar. Walau itu juga berlaku pada Aileen saat mengajak Lily berbicara.

“Lily nggak tau sih, dia di kelas mana,” ucap Lily.

“Emang kenapa sih?” tanya Aileen.

“Dia nolongin Lily, sewaktu Lily dihadang preman kemarin. Katanya dia sahabat Derald juga,” ucap Lily membuat Aileen menganggukan kepalanya paham.

“Sebenarnya kalau dipikir-pikir Derald punya banyak punggung yang bisa bantu dia,” ucap Aileen.

“Derald cuma nggak pengen papanya semakin benci sama dia,” sahut Lily seperti yang dikatakan Derald kemarin.

“Oh, iya Ly, lo udah inget cowok yang di kamar sebelah Derald?” tanya Aileen lagi, Lily pun mengerinyitkan dahinya bingung.

“Yang kamu maksud Airon?” tanya Lily.

“Gak ada kilasan memori gitu sedikit pun?” tanya Aileen lagi dan Lily menggeleng pelan.

“Lily kayak pernah ngerasa kenal dia, tapi pas semakin Lily paksa buat ingat kepala Lily sakit Aileen, aduh…,” ringis Lily sambil memegang kepalanya. Melihat itu Aileen langsung panik.

Stop!! Jangan lo pikirin kalau tau bakal nyiksa lo,” ucap Aileen menghentikan Lily.

“Tapi-“

“Alfarellza battle di lapangan!!” teriakan dari luar kantin membuat atensi kedua gadis itu langsung mengarah ke arah sumber suara.

“Bukannya dia diskor seminggu, ini masih tiga hari kan?” ujar Aileen aneh.

“Lily takut, kalau memang ada maksud kedatangan mereka,” lirih Lily.

“Gimana kalau kita lihat, pasti ada sebab Alfarellza bisa di sini!” ajak Aileen. Kedua gadis itu pun beranjak dari kursinya.

“Neya?” panggil Aileen ketika melihat seorang gadis berwajah panik di sana.

“Lo kok panik banget sih?” tanya Aileen.

“Calon masa depan gue lagi tanding biologi sama Alfarellza,” jawab Neya panik.

“Loh, kok bisa?” tanya Lily bingung.

“Kemarin mereka ada masalah, gue juga gak paham. Ya ampun calon masa depan gue, awas aja sampai Gio kenapa-napa,” ujar Neya membuat Aileen dan Lily meringis.

“Ih, Neya sama deh kayak Aileen. Cantik-cantik galak,” ucap Lily dengan polosnya.

“Gue nggak galak ya Ly, gue tegas,” balas Aileen tak terima.

“Aduh, gue panik nih, calon suami bin masa depan gue pasti menang ‘kan ya?” panik Neya membuat Aileen menepuk dahinya.

“Ney, ternyata setelah beberapa bulan kita gak sekelas lo tambah golw down ya. lo kayak baru kenal Gio beberapa hari aja,” jawab Aileen dengan wajah kesalnya.

“Kalau Lily sih yakin kalau Gio bisa menang,” jawab Lily mantap.

“Gimana kalau kita ke sana aja?” tawar Aileen. Kedua perempuan itu menganggukan kepalanya setuju.

Sedangkan Alfaro baru saja keluar dari kamar mandi heran melihat banyak orang berkumpul di area lapangan basket. ia berfikir, memangnya ada tanding basket hari ini. Tapi nihil, dia tidak mengingat kalau ada tanding basket.

Berarti bukan pertandingan basket yang disaksikan. Pada akhirnya Alfaro memutuskan untuk bertanya pada salah satu siswa yang lewat.

Alfaro menepuk bahu salah satu siswa. “Eh, itu kok rame?” tanya Alfaro.

“Itu Alfarellza sama Gio lagi battle biologi,” ucap Siswa itu.

“Oh, keren juga mainya si Gio,” gumam Alfaro yang memang sudah mengetahui kemampuan Gio.

Namun, belum sempat mendekati area lapangan Alfaro melihat daksa Derald yang nampak acuh dan berjalan santai melewati tempat itu. Alfaro sangat mengerti sifat temannya itu yang memang acuh tak acuh. Tapi masalahnya Alfaro penasaran gimana bisa temannya itu cuek minta ampun terhadap sekitar.

Kalau Alfaro jadi Derald mungkin dia tidak akan sanggup. Dari keriga temannya memang Alfaro yang paling bisa disebut ramah, kalau yang lainnya pasti kalau nggak dingin ya cuek.

“Derald,” panggil Alfaro.

Derald pun berjalan menghampiri Alfaro dengan menaikan sebelah alisnya. ” Kenapa?” tanyanya.

“Lo harus lihat ini,” ajak Alfaro.

Derald pun hanya menatap lapangan itu sekilas, sebenarnya dia sedikit merasa terganggu harus berada di antara para siswa yang bermulut toa itu. “Nggak penting,” balas Derald acuh.

“Lo harus lihat, gue pastiin Alfarellza bakal kalah dipertandingan ini,” ucap Alfaro yakin, tetapi dahi Derald mengerut.

"Memangnya apa yang ditonton semua orang," batin Derald.

Namun tetap saja ia menghebuskan napas kasar. Mau tidak mau dia harus ikut kesana karena tidak mau melihat wajah temannya itu yang memohon-mohon. Kedua pria yang memiliki tinggi berbeda lima centimeter itu bergegas menuju lapangan, sebelum battle itu dimulai.

“Aileen ke sana yuk,” aja Lily saat matanya menangkap daksa Alfaro dan Derald.

Mereka pun akhirnya menonton pertandingan battle biologi itu bersama sampai akhirnya Aileen berkata bahwa dirinya ingin ke kantin lagi. Jujur saja tadi dia belum kenyang, tetapi ia penasaran dengan battle tersebut. Ia ingin membuktikan kalau pemikiranya memang benar dan sekarang sudah terbukti. Waktunya kembali memberi asupan pada cacing-cacing gemes di perutnya.

“Uwu, calon mas suami semangat,” teriakan Neya itu berhasil membuat Lily tertawa, Derald yang melihatnya ikut tersenyum.

“Kenapa lo senyum-senyum sambil lihat Lily,” goda Alfaro pada Derald.

”Jadi pemenangnya adalah Gio,” teriakan pengumuman juara itu menyelesaikan sorak-sorak dukungan berganti dengan sorak kegembiraan.

“Calon suami gue emang the best,” teriak Neya.

*****

Unchhh, langsung vote Yoo😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top