《10》Tertagih&termarahi
Athar mengaduk-ngaduk es teh manis yang berada di hadapannya. Percayalah, padahal gulanya sudah larut. Berbeda dengan Sybilla yang duduk di sampingnya, perempuan itu hanya memutar-mutar ponselnya di atas meja kantin.
Pasangan baru itu tak peduli berapa banyak tatap mata yang menatap ketika memasuki area surga dunia alias kantin. Bermacam-macam, ada yang menatap tanpa arti, sinis, iri, dll.
Intinya tak peduli, titik!
"Syb," panggil Athar.
Sybilla berdehem seraya menyudahi kegiatan tak bermanfaatnya. Menoleh ke sumber suara dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Gabut, njiir," lanjut Athar memberitahu perasaan yang menimpanya di istirahat kedua hari ini.
Mau makan, tidak lapar.
Mau minum, tidak haus.
Mau baca, tidak minat.
Mau tidur, tidak ngantuk.
Terus apa yang harus Athar lakukan untuk mengisi waktunya? Entahlah.
"Emang lo doang, sama gue juga," sahut Sybilla menumpu dagunya menggunakan kedua tangannya dan cemberut.
Buku-buku fisika yang berserkaan mengisi penuh meja kantin, sama sekali tak menarik perhatian keduanya. Padahal Athar sendiri yang bersikeras untuk meningkatkan nilai fisikanya.
"Satu kata buat fisika," ucap Sybilla dalam artian menyuruh Athar untuk mendekripsikan fisika, pelajaran amat dibenci laki-laki itu.
"Benci," jawab Athar malas seraya menatap jengkel buku-buku tebal itu.
"Satu kata buat gue," ucap Sybilla lagi. Ada maksud dari semua ini, percayalah.
''Cinta," jawab Athar lebih bersemangat daritadi. Tersenyum di akhir kalimatnya.
"Pernah denger quote 'Benci dan cinta itu beda tipis' nah, gue yakin lama-lama lo cinta sama fisika," jelas Sybilla.
Athar diam, benar juga. Apa kebenciannya pada fisika akan berubah menjadi kecintaannya pada pelajaran tersebut?
Laki-laki itu meraih satu buku paket terdekat dari jangkauannya. Membuka dengan ikhlas, bahkan membaca deretan rumus-rumus materi yang diajarkan saat ini. Menyerapi tiap-tiap yang dibacanya. Bukan hanya diserapi namun diingat pula dalam benaknya.
Waktu terus berjalan sampai akhirnya bel akan berbunyi beberapa detik ke depan. Mari berhitung!
Satu...
Dua...
Kringggg
Athar menyudahi kegiatannnya lalu tersenyum penuh arti ke arah Sybilla yang sedari tadi menjadi google yang sewaktu-waktu diperlukan saat mengalami kesulitan.
"Perlahan tapi pasti," ucap Athar.
"Semua pasti kalau ada niat," sahut Sybilla.
Pasangan baru itu melakukan kegiatan yang sama yaitu mengemas-ngemas buku masing-masing. Membawanya dalam dekapan dan berjalan meninggalkan kantin.
"Btw, Alhamdulillah banget kita gak dipintain pj," ucap Sybilla di tengah-tengah koridor yang dilalui.
"Iya juga," setuju Athar seraya menganggukkan kepalanya.
Koridor IPA kelas XI masih ramai oleh siswa-siswi yang berlalu lalang. Atau ada yang sengaja tetap berdiri di balkon padahal bel sudah berbunyi sejak tadi. Salah duanya adalah Rachel dan Rendy.
"Pj mana pj? Diem-diem bae," celetuk Rendy, si kompor meleduk.
"Tahu nih, gaess ada pasangan baru!" teriak Rachel, si cewek toak.
Sontak teriakan perempuan berkuncir kuda itu berhasil membuat siswa-siswi ricuh dan menghampiri. Sybilla dan Athar yang dimaksud pasangan baru itu mendesah kasar seraya mendelik ke arah couple R bergantian.
"Thar, Syb, gue mentahnya aja dah," ucap Gilang yang baru saja muncul dari balik pintu.
"Kalau gue double ya, kita kan besplen," ucap Rendy seraya merangkul bahu Athar. Seolah dirinya adalah best friend forever.
"Gue mah triple, toh sahabat terbaik sepanjang masa. Iya kan Syb," ucap Rachel seraya menaik turunkan alisnya.
Cukup, Athar dan Sybilla ingin sekali mencakar tiga orang yang menagih pj. Bukan hanya tiga orang, tapi sekitar sepuluh orang lain yang mengerumuni mereka.
Sybilla menoleh pada Athar dengan tatapan 'gue gak punya duit' dibalas oleh Athar tanpa suara, "Sama." Sungguh menyedihkan.
Athar merogoh saku seragamnya dan mendapati selembar uang sepuluh ribu rupiah. Lalu berpindah pada celananya hasilnya nihil.
Sybilla mengikuti gerakan Athar, saku seragamnya terdapat uang lima ribu rupiah, cincin peninggalan ayahnya, dan dua buah permen karet. Sedangkan ia tak ada saku diroknya.
Lima belas ribu uang terkumpul. Karena merasa iba terhadap pasangan baru itu, anak-anak mundur secara perlahan dengan helaan nafas kecewa. Rachel dan Rendy masih setia di tempat.
Sybilla menjitak kepala Rachel dengan sadis, sedangkan Athar hanya melempar tatapan tertajamnya kepada Rendy.
"Bikin malu aja lo," desis Athar.
"Untung gue sabar," timpal Sybilla.
Tanpa dosanya Rendy dan Rachel mengacungkan dua jarinya ke udara seraya nyengir kuda. Saat ini tangan Sybilla gatal sekali untuk meneloyor kepala dua orang itu berhasil digagalkan oleh Athar yang menatap dengan tatapan 'sabar'.
"Thar, ada pr Fisika lo udah belum?" tanya Rendy seketika pelajaran guru pembunuh SMA Adhi Wijaya mengusik pikirannya.
Athar berpikir sejenak, mengingat-ngingat. Lalu mengangguk pasti tanda sudah mengerjakan pr.
''Kita kan besplen, jadi you knowlah," ucap Rendy dengan sebuah senyuman leganya.
Athar mendesah pelan, selalu saja seperti ini. Dirinya yang mati-matian mengerjakan pr di rumah, Rendy yang asik-asiknya menyalin di sekolah.
"Chel, masuk yuk!" ajak Sybilla langsung menarik lengan Rachel untuk memasuki kelas. Rachel tak memberontak namun mengedipkan sebelah matanya terlebih dahulu ke arah Rendy.
Athar dan Rendy masih setia di posisi sampai tepukan keras mendarat di bahu mereka dalam detik yang sama. Menoleh secara serempak pada sang pelaku, guru pembunuh.
"Maaf Bu, ayo bareng-bareng masuk kelasnya!" ajak Rendy dengan bodohnya.
"Iya Bu, kirain Ibu gak masuk makanya kita santai-santai aja," timpal Athar sudah terpengaruh oleh kebodohan Rendy.
Bu Sri yang tergolong sadis itu tanpa ba bi bu lagi menjewer salah satu telinga Athar dan Rendy. Membuat kedua laki-laki itu mengerang kesakitan. Jeweran Bu Sri rasanya tak bisa didekripsikan dengan kata-kata.
Bu Sri menyeret menuju kelas XI IPA 1. Melepas jewerannya saat tepat di depan kelas yang hening mencekam. Memberi pelototan gratisnya pada kedua laki-laki itu. Sama sekali tak peduli bahwa salah satu dari laki-laki itu adalah cucu dari atasannya, Athar.
"Jangan bilang kalian belum mengerjakan pr!"
Rendy menoleh ke arah Athar dengan tatapan 'bantuin gue' dibalas desisan pelan oleh Athar, "Mampus."
"Saya sudah, Bu," ucap Athar dengan bangganya.
"Saya belum, Bu," ucap Rendy dengan sedihnya.
Bu Sri mendelik tajam ke arah Rendy yang tengah menundukkan kepalanya. Memberi kode kepada Athar untuk duduk di tempat duduknya. Jujur Athar iba pada sahabatnya, melempar tatapan nanarnya.
Tok..tok..tok..
Semua menoleh ke arah pintu kayu, tak lama pintu terbuka menampilkan sosok anak dari ketua yayasan yang tak lain tak bukan adalah ibu kandung Athar. Wanita muda nan cantik itu diikuti Bu Marisa dari belakang.
Mampus gue, pasti karena telat seminggu yang lalu, batin Athar.
Bu Marisa memang selalu memanggil orangtua anak-anak yang telat atau membuat masalah seminggu setelah kejadian. Alasannya supaya si anak bersenang-senang dahulu sebelum dimarahi habis-habisan oleh orangtuanya.
"Athar, sini Kamu!"
Athar bangkit dengan sangat berat seperti ada lem perekat. Berjalan gontai ke depan kelas. Saat sudah tepat berada di samping Rendy, laki-laki itu menoleh sekilas. Mendapat tatapan nanar dari Rendy.
"Apa tiga alarm kurang buat bangunin Kamu?!"
Tiga alarm. Satu bergambar Power rangers, satu bergambar Averangers, dan satunya berlogo Tim kesebelasan favoritenya, Real Madrid. Semuanya berdering di detik yang sama. Tidak bisa dibayangkan betapa berisik pada pagi hari setiap harinya.
"Cukup," jawab Athar, bahkan lebih dari cukup. Malam Senin waktu itu memang dirinya begadang menonton piala dunia diam-diam di ruang keluarga. Tak ada siapa pun yang tahu, kecuali Tuhan.
Bu Marisa melihat-lihat buku yang dibawanya. Mencari nama Athar Al-fadhil untuk tahu sudah keberapa kalinya telat. Tujuh kali dalam satu semester. Ditambah tiga kali di dalam setengah semester ini. Totalnya tepat di angka sepuluh.
"Sepuluh, dikali lima jadi limapuluh poin. Jika sudah sampai seratus poin mohon maaf, Athar harus dikeluarkan,"
Bu Marisa berucap seraya sesekali melirik Athar. Bu Sri memberi kedipan matanya ke arah Bu Marisa, memberi tahu sedang berbicara pada siapa.
"Sebelumnya saya sudah memberi tahu ini pada ketua yayasan. Satu lagi, Athar harus mendapat tambahan waktu setelah pulang sekolah untuk pm fisika bersama salah satu anak kelas XI IPA 2."
Siapa?
Gimana bab sepuluhnya?
Lanjut, jangan?
Dipublikasikan : 1 September 2018
Susah ya nyari pembaca
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top