4. Gara-gara Anjani
Hari ini Ganiya memilih untuk memasak makanan kesukaan Kai. Pasalnya, tadi pagi Kai nggak sempat sarapan karena buru-buru harus ke tempat meeting menemui kliennya. Bahkan, saking terburu-burunya, Ganiya jadi nggak sempat lagi memberikan hadiah ulang tahunnya berupa tiket ke Korea karena semalam dia benar-benar nggak punya waktu berdua dengan Kai. Teman-temannya pulang cukup larut, dan setelah itu Kai langsung tertidur karena lelah dan pagi-pagi harus menemui kliennya. Dan pagi ini juga ternyata dia nggak sempat memberikannya.
"Apa aku bawa kadonya juga, ya?" gumam Ganiya setelah memasukkan masakannya ke dalam kotak bekal milik Kai. "Bawa aja, deh!"
Tepat pukul setengah sembilan, Ganiya selesai bersiap-siap dan akhirnya melajukan mobil menuju kantor Kai yang letaknya bisa dibilang sedikit jauh dari rumahnya. Kalau nggak macet, bisa saja dia sampai sejam semudian. Tapi lain cerita jika mobil sudah berdesakan di jalan. Bisa-bisa nyampenya dua jam kemudian.
Dewi fortuna sedang berpihak pada kita, kata orang di saat semua keinginan atau yang dikerjakan berjalan lancar. Dan hal itu yang dirasakan Ganiya saat ini. Jalanan benar-benar lengang sekarang, meski di beberapa titik ada sedikit kemacetan tapi nggak memakan waktu yang begitu lama sehingga Ganiya nggak perlu berlama-lama dan panas-panasan di jalan –meski dia menggunakan kendaraan roda empat.
Ganiya melebarkan senyum saat mobilnya berhasil memasuki area parkir khusus untuk tamu di kantor Kai. Bahkan, yang lebih bersyukurnya lagi area parkir banyak yang kosong. Jadi, Ganiya nggak perlu pusing-pusing mencari tempat untuk memarkirkan mobilnya.
Setelah memarkirkan mobil, Ganiya mengarahkan cermin mobil ke arahnya dan memperbaiki posisi hijab dan juga sedikit make up-nya. Setelah memastikan semuanya sudah rapi, Ganiya mengambil kotak bekal yang disimpan di samping kursi kemudinya lalu keluar dan segera menghampiri lift
yang kebetulan sedang terbuka. Dia lalu menekan tombol nomor empat belas di mana ruangan Kai berada.
"Cantik banget," gumam salah seorang yang ada di dalam lift itu. Selain Ganiya, di dalam lift memang sudah ada dua orang lainnya. Dua-duanya adalah seorang perempuan, yang sepertinya juga merupakan karyawan di kantor itu.
"Iya. Mirip orang Korea."
Ganiya menunduk menatap kotak bekal yang sedang dibawanya. Dan tanpa diketahui, ternyata salah satu di antaranya mencoba mengajak Ganiya berbicara.
"Mbak," panggilnya. "Mbak karyawan di sini juga?" tanya salah satu dari mereka.
"Oh, bukan, Mbak. Saya ... cuma datang mau bawa ini." Ganiya mengangkat kotak bekal yang ada di tangannya –menunjukkan pada mbak-mbak itu.
"Oh, mau bawain bekal. Mohon maaf kalo saya lancang, Mbak. Tapi, siapakah orang beruntung itu?"
"Suami Saya," jawab Ganiya sekenanya.
"Wah, sudah bersuami ternyata. Beruntung banget pasti yang jadi suaminya," gumamnya kagum pada sosok Ganiya. "Mbak, mbak cantik banget. Hehe. Maaf kalau Saya terlalu jujur."
"Ahaha, terima kasih." Ganiya kemudian membungkuk sedikit saat pintu lift terbuka. "Mari."
"Selain cantik, dia juga sopan banget. Gue jadi ngefans banget sama dia, ih!"
"Bener."
Ganiya tersenyum tipis mendengar pujian itu. Terdengar berlebihan memang, apalagi dia disebut sebagai keberuntungan karena sudah dimiliki oleh suaminya –Kai. Tapi, hal itu cukup membuat suasana hati Ganiya semakin baik hari ini.
"Ah, jadi nggak sabar ketemu Kai!" gumam Ganiya dengan nada semangat.
***
"Selamat pagi, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang wanita yang ditemui Ganiya.
"Oh, Saya mau menemui Pak Kai. Apa dia ada di ruangannya?"
"Oh, ada, Bu. Apa Ibu ada janji temu dengan Bapak Kai?"
"Umm, tidak, Bu. Tapi, Saya datang mau bawa makanan untuk Pak Kai. Tapi, kalau Pak Kai sedang sibuk, saya boleh titip ke Ibu saja?"
"Mohon maaf, Bu. Tapi jika tidak ada janji temu, Ibu tidak diperkenankan untuk masuk. Atau, saya telfon Pak Kai dulu, Bu? Ibu mau menunggu?"
"Oh? Boleh?"
"Sebentar, ya, Bu. Atas nama siapa, Bu?"
"Ganiya. Tapi, kalau boleh, jangan sebut nama saya, Bu. Bilang saja ada seseorang yang mau menemui."
"Baik, Bu. Tapi kalau boleh tahu, Ibu rekan kerjanya atau ...."
"Saya istrinya."
"Ah? Aduh, maaf, Bu. Saya tidak tahu."
"Tidak apa-apa."
Ganiya kemudian mempersilakan wanita itu untuk menelepon Kai dengan harapan semoga Kai membiarkannya untuk masuk. Yaa, bisa dibilang ini sureprise lah untuk dia. Lagipula, ada hadiah istimewa juga yang sudah disimpan di dalam tasnya. Yap, dua tiket ke Korea.
Nggak lama setelah wanita itu menelepon Kai sesuai dengan permintaannya, akhirnya wanita itu menutup telepon dan menatap Ganiya dengan raut wajah ... bersalah? Entahlah, tapi itu yang ada di benak Ganiya setelah melihat ekspresi wanita itu.
"Aduh, maaf, Bu. Tapi Pak Kai katanya sedang sibuk dan tidak mau diganggu. Katanya, jika penting, ibu bisa atur pertemuan."
"Oh, begitu. Kalau boleh tahu, ruangan Pak Kai yang mana, ya?"
"Yang itu, Bu."
"Oh, oke." Belum selesai Ganiya melanjutkan ucapannya, sosok Violeta keluar dari ruangan yang tadi ditunjuk. Ekspresinya terlihat bahagia, dan hal itu tentu saja membuat Ganiya jadi sedikit ... berpikir yang nggak-nggak.
Ucapan Anjani seketika berputar kembali dalam ingatannya. Bagaimana ekspresi nggak suka sampai ucapan enteng kenggaksukaan Anjani terhadap Violeta itu semuanya terngiang seolah ingatannya itu berusaha membenarkan semuanya setelah apa yang dilihat barusan.
Buru-buru Ganiya menggeleng pelan, mencoba membuyarkan semua prasangka yang seketika menghampiri. "Ck! Nggak, nggak. Ini nggak bener," gumam Ganiya pelan. "Bu, kalau begitu, Saya titip bekal ini untuk suami Saya, ya."
"Oh, iya. Boleh, Bu. Saya berikan nanti."
"Terima kasih, ya."
"Sama-sama, Bu."
Perlahan Ganiya meninggalkan lantai empat belas, namun sebelum lift benar-benar tertutup, Ganiya menatap ruangan Kai yang terutup rapat dengan perasaan yang campur aduk. Bahkan, hingga dia sampai ke parkiran dan memasuki mobilnya, Ganiya masih saja kepikiran raut bahagia Violeta setelah keluar dari ruangan Kai.
"Sial!"
Ganiya benar-benar benci perasaannya kali ini. Dia bahkan mengeluarkan sumpah serapah karena sudah berhasil termakan oleh ucapan Anjani dan mulai kepikiran dengan hal buruk terkait rumah tangganya bersama Kai.
"Semua ini gara-gara Anjani. Aku jadi kepikiran yang nggak-nggak tentang Kai."
***
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top