21. Tak bisa tertolong


Satu bulan kemudian.

Sesuai dengan keinginannya, Ganiya memilih untuk menerima Kai dan memaafkan kelakuan suaminya itu. Meski ... entah kenapa hatinya sedikit merasa hampa. Batinnya pun sesekali merasa tersiksa karena overthinking yang dialami saat Kai berangkat kerja. Namun, meski merasa tersiksa dia tetap berusaha untuk menahannya.

Ganiya mencoba untuk menikmati setiap menit bersama Kai. Sama seperti hari ini, sepulang kerja Kai dan Ganiya memilih untuk makan malam di luar. Ya, hal itu adalah salah satu cara dar banyaknya cara yang mereka lakukan agar kehidupan rumah tangga mereka terasa lebih hidup dan bisa bangkit setelah badai menerpa. Kali ini, makan malam di luar adalah ide Kai. Dan tentu saja untuk urusan restoran diserahkan pada Ganiya.

"Kita ketemu di resto aja, ya? Soalnya aku kayaknya bakal telat dikit. Kamu bisa ke sana sendiri?"

Kira-kira begitu ucapan Kai saat di telepon tadi. Ganiya tentu memakluminya karena minggu ini kerjaan Kai memang terlihat lagi banyak-banyaknya.

Kesempatan ini nggak akan disia-siakan oleh Ganiya, dia akan membuat makan malam kali ini berbeda dari biasanya. Maka dari itu, Ganiya buru-buru mengemas barang-barangnya berikut dengan pekerjaan yang sudah diselesaikannya lalu pergi lebih dulu menuju restoran yang sudah dia reservasi.

***

Beruntung Ganiya bisa sampai di restoran itu segera sebelum dia mendapat telepon bahwa Kai sudah berangkat menuju restoran. Jadi, dia bisa menyiapkan segala hal yang menurutnya masih kurang di meja itu. Sebenarnya dia sudah memberitahu kepada pihak restoran untuk menyiapkan makanan spesial dengan lilin yang cantik di meja. Tapi dia lupa untuk memberitahu bahwa dia butuh bunga juga. Maka dari itu kenapa dia buru-buru datang lebih awal ke restoran itu dibanding Kai.

"Maaf, Bu. Ini pesanan spagetinya."

"Oh, iya. Terima kasih, ya."

"Sama-sama, Bu. Semoga makan malamnya berjalan dengan lancar," ujar pelayan wanita itu dengan senyum lebar di bibirnya yang dipolesi dengan lipstik berwarna merah.

Ganiya ikut tersenyum membalas ucapan pelayan itu. "Terima kasih juga atas bantuannya, ya, Mbak."

"Dengan senang hati, Bu."

Pelayan itu pun pamit dan membiarkan Ganiya duduk sendirian di meja itu seraya menunggu info keberadaan Kai. Beberapa kali dia melirik ke arah gawainya berharap ada info lebih lanjut dari suaminya itu. Tapi sampai saat ini dia nggak kunjung memberi kabar. 

"Sibuk banget apa, ya?" gumam Ganiya seraya mengaktifkan gawainya dan mencoba menghilangkan rasa jenuh dengan menonton video di Tikt*k.

Menunggu sekitar sepuluh menit, Kai nggak kunjung menampakkan dirinya. Ganiya pun berinisiatif untuk menghubungi suaminya itu lebih dulu. Namun, sampai pada kelima kalinya dia menghubungi Kai, laki-laki itu nggak kunjung mengangkat teleponnya.

"Dih, ngartis banget."

"Mbak ... Ganiya?"

Ganiya mendongakkan kepalanya dan menemukan seorang wanita tengah berdiri di hadapannya.

Kedua mata Ganiya lantas membulat kaget melihat siapa wanita itu. Sekuat tenaga dia mencoba untuk menahan diri agar nggak mengusirnya. "Ya? Ada apa, ya?" tanya Ganiya dengan nada tegas. Padahal di dalam hati sebenarnya dia hampir goyah dan berniat untuk mengusir wanita itu.

"Mbak, aku mau menyampaikan sesuatu–"

"Jangan bertele-tele sama saya!" sela Ganiya cepat. Violetta bahkan sampai harus menelas salivanya dengan sedikit susah payah setelah mendengar ucapan yang seolah enggan untuk mendengarkannya itu.

Menarik napas perlahan, Violetta pun mendekat ke arah Ganiya. Kedua tangannya meremas tali sling bag yang dia gunakan –mencoba mencari kekuatan untuk dirinya sendiri.

"Lo, kenapa kamu di sini?"

Ganiya dan Violetta menoleh secara bersamaan. Nggak jauh dari posisi mereka berdua Kai berdiri dengan sebuah buket bunga di tangannya. Segera Kai mendekat dan menatap Violetta dengan kening berkerut.

Ganiya yang melihat keduanya kembali bertemu hanya bisa memperhatikan dengan saksama. Bagaimana Kai terlihat menolak kehadiran Violetta, dan Violetta yang terlihat sangat putus asa.

"Mas," panggil Violetta dengan nada bergetar. Kedua matanya bahkan berkaca-kaca saat menatap Kai.

"Ada urusan apa kamu ke sini?" tanya Kai dengan nada ketus.

"Aku ke sini niatnya buat makan. Tapi nggak sengaja ngeliat mbak Ganiya sendirian. Jadi ... aku samperin karena ... aku mau menyampaikan sesuatu." Violetta kini menatap Ganiya lurus. "Aku akan menyampaikan ini karena beberapa minggu belakangan ini aku jadi sulit bertemu sama kamu, Mas."

Ganiya terperangah melihat keberanian Violetta. Ganiya akui, selama dia berbaikan dengan Kai, dia memang sudah nggak pernah lagi melihat suaminya itu berinteraksi dengan Violetta. Bahkan, menurut laporan dari Bora, Kai terus terlihat menghindari Violetta selama berada di kantor. Dan hari ini Violetta telah membuktikan bahwa hal itu benar adanya.

"Apa yang ingin kamu sampaikan?" tanya Ganiya masih mempertahankan nada tegasnya.

Violetta menatap ke arah Kai dan Ganiya secara bergantian. Benerapa detik terdiam, dia pun akhirnya kembali membuka suara. "Aku hamil."

Ganiya mengerutkan keningnya bingung. "Lalu?" Jujur, hatinya terasa panas dan seketika dirinya dilanda rasa gunda.

"Aku hamil anak Mas Kai," jawab Violetta tanpa keraguan.

Ganiya menatap Violetta tanpa berkedip. Dia mencoba mencari jawaban dari tatapan itu, namun yang didapat justru ekspresi tanpa keraguan. Berikut Ganiya menatap ke arah Kai yang terlihat sama terkejutnya dengan dirinya. Namun, Kai tampak masih mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengarkan.

"Maksudnya? Kamu jangan asal menuduh, ya?!" sahut Kai cepat.

"Aku nggak asal menuduh! Aku ingat hanya pernah tidur dengan Mas!"

Dunia baru yang Ganiya bangun runtuh seketika. Apa? Kai –suaminya pernah tidur? Bersama dengan Violetta?

Ganiya menatap Kai meminta penjelasan. Namun saat melihat Kai yang kesulitan mengelak pun membuat hatinya seketika hancur tak bersisa.

"Jadi? Apa yang dia bilang itu benar?" tanya Ganiya dengan suara bergetar. Kai mencoba menyentuh lengan Ganiya namun Ganiya mengelak dan tak ingin disentuh. "Kamu jawab dulu."

"Aku bisa jelasin."

"Oke. Jelasin sekarang!"

"Itu ... aku ... khilaf."

"Apa? Khilaf?"

"Ini bukti kehamilan aku." Violetta mengeluarkan selembar kertas bukti pemeriksaannya di rumah sakit.

"Aku ngga yakin itu adalah anakku! Kamu cuma mau ngehancurin rumah tangga aku, kan?!" teriak Kai terlihat frustrasi.

"Kamu bahkan udah menghancurkan rumah tangga kita karena tidur dengannya!" sahut Ganiya nggak kalah frustrasinya. Ait matanya bahkan nggak bisa lagi ditahan. Dadanya terasa panas dan kebingungan seketika melandanya.

"Niya! Aku minta maaf–"

"Aku bahkan sulit memikirkan bagaimana cara untuk memaafkanmu, Mas!"

Ganiya mengambil tasnya dan segera berlalu meninggalkan semua kebahagiaannya yang hancur seketika. Tangis  yang berusaha ditahan meluap hingga membuat beberapa pengunjung dan juga pelayan di restoran itu menatap dengan kebingungan.

***

Halo, aku kembali~
Maaf dan terima kasih untuk kalian yang masih menunggu cerita ini update~
Maaf banget karena update-nya laaamaaaanya banget.
Seminggu yang lalu, nenek aku meninggal dunia. Dan aku ngerasa cukup terguncang karena beliau adalah orang yang paling dekat denganku. Mohon doanya semoga amal ibadah beliau diterima di sisi-Nya. Aamiiin

Btw, pada bingung kah kapan Kai tidur sama Violetta? Jawabannya ada di akun Karyakarsa-ku, ya! Yang baca POV Kai di Karyakarsa pasti tahu🤭

Sampai jumpa di part selanjutnya💚

Luv,
Windy

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top