10. Mulai Curiga

Seperti yang dijanjikan Kai seusai wawancara, Bora akhirnya bisa menjadi bagian dari perusahaan di mana Kai bekerja. Mulai hari ini, Bora sudah diperbolehkan untuk datang ke kantor dan melakukan tugasnya.

Untungnya kubikel Bora berada tepat di depan ruangan Kai, jadi dia bebas mengintai sesuai perintah Ganiya.

"Hai, anak baru, ya?" tanya salah seorang karyawan yang duduk di samping kubikel miliknya.

Bora menoleh dengan senyuman lebar di bibirnya –mencoba agar first impression-nya baik di mata karyawan lain. "Hai. Iya. Kenalin, gue Bora."

"Gue Karina."

"Salam kenal." Bora kembali berfokus pada layar komputernya hingga cewek yang bernama Karina itu kembali berceletuk dan membuat Bora menoleh padanya.

"Gue suka sama warna rambut lo," pujinya.

Bora tersenyum tipis. "Thanks."

"Gue juga jadi pengin warna kayak gitu."

"Lah, lo kan berhijab?"

"Ya nggak masalah. Kan yang liat emang cuma gue."

Bora mengangguk paham. "Boleh lah sekali-kali lo coba."

Karina tersenyum dengan penuh semangat, entah kenapa membayangkan rambutnya berwarna seperti Bora membuat suasana hatinya jadi baik.

"Bora, lunch bareng?" ajak Karina. Memang belum waktunya untuk makan siang, tapi mengajak lebih dulu juga nggak ada salahnya, kan?

"Oke."

***

Selagi fokus pada layar komputer di hadapannya, Bora merasa sedikit terganggu dengan kehadiran seorang perempuan yang terus bolak balik di hadapannya layaknya setrika. Bukan hanya itu, bunyi high heels yang beradu dengan ubin kantor juga sangat berisik. Bora yang sangat menyukai ketenangan di saat bekerja jelas merasa sangat terganggu. Maka, dia pun menyandarkan punggung di sandaran kursi miliknya karena kesabarannya sudah hampir habis. Dia menarik napas panjang berusaha menenangkan diri. Ya kan lucu juga kalau baru pertama kali masuk kantor malah sudah punya musuh.

"Na," panggil Bora.

Karina yang sibuk mengetik sesuatu di komputernya pun bergumam pelan. Dan tanpa menoleh sedikit pun, Karina berceletuk. "Ada apa?"

"Gue mau nanya."

"Silakan."

"Cewek yang bolak balik itu siapa, sih?" tanya Bora dengan tatapan kembali berfokus pada cewek yang dimaksud.

"Hah? Yang mana?"

"Yang barusan lewat. Udah empat kali dia bolak balik melulu. Mana bunyi heelsnya juga ganggu banget lagi," keluh Bora benar-benar kesal.

Karina mengalihkan pandangannya dari layar komputer dan mencari cewek yang dimaksud oleh Bora. Nggak jauh dari posisi mereka, seorang cewek dengan kemeja berwarna fucia terlihat menjauh dan berbelok di ujung koridor. Karina menajamkan penglihatannya lalu menjentikkan jari dengan pelan di samping Bora.

"Ah, itu sih Mbak Violetta," jawab Karina dengan suara sedikit dipelankan.

"Violetta?"

"Iya. Dia juga salah satu karyawan di sini."

"Tahu, kok. Dia ada di sini berarti salah satu karyawan di sini juga. Apalagi bolak-baliknya sampai empat kali. Sakit juga nih kepala dengerin heels dia yang berisik itu."

Karina terkekeh pelan. Badannya kemudian berbalik ke arah Bora yang saat ini memijat pelan keningnya. "Sst, jangan gitu ngomongnya."

"Kenapa emang?"

"Oh, iya, ya. Lo kan karyawan baru, ya. Pantes nggak tahu." Karina menarik napas panjang, pertanda dia akan memulai pergosipan yang sepertinya akan panjang itu. "Denger-denger dia itu pacaran sama Pak Kai lo!"

Bora yang tadinya menyandarkan punggung ke sandaran kursi miliknya akhirnya segera bangun dan ikut mencondongkan tubuhnya ke arah Karina. "Hah? Gimana? Bukannya pak Kai udah beristri?"

"Lo, kok tahu?"

"Ya tahu aja. Denger-denger juga."

Karina mengangguk pelan. "Pak Kai emang udah beristri, tapi nggak tahu bermula dari mana sampai desas desus bahwa mbak Violetta dan pak Kai punya hubungan itu mulai tersebar. Tapi gue beneran kaget juga pas tahu hal itu. Gue juga ikut kesel ngebayangin istrinya pak Kai giman. Tapi semoga itu nggak benar, sih," jelas Karina panjang lebar.

Bora terdiam sejenak. Dia lalu memikirkan ucapan Ganiya mengenai kecurigaannya pada suaminya itu. Tapi, dari informasi yang didapat dari Karin, gosip itu masih 'gosip' yang menyebar tanpa bukti. Jadi, hal itu belum bisa dibenarkan.

Apa Ganiya tahu soal gosip itu, ya?

"Oh, ya. Mbak Violetta itu ... sekertrisnya pak Kai, kah?" tanya Bora lagi.

"Bukan."

"Terus, dia bolak-balik ke ruangan pak Kai gitu buat apa?"

Karina mengedikkan kedua bahunya. Dia sendiri nggak tahu pasti, tapi hal itu sudah sering terjadi, hampir setiap hari. Makanya lambat laun Karina sesekali hampir ikut percaya dengan desas desus yang ada itu. "Nggak tahu juga, Ra. Tapi mbak Vio hampir setiap hari lo kayak gitu. Kayaknya karena itu juga dia jadi digosipin sama pak Kai."

Bora mengangguk paham. Dia lalu menyimpulkan secara sepihak bahwa di sini ... hanya cewek yang bernama Violetta itu yang ganjen.

"Maaf banget kalo pertanyaan gue rada gimana. Tapi ... apa mbak Vio itu tipikal cewek yang ... ganjen?" tanya Bora dengan nada pelan. Dia nggak mau kalau ucapannya itu sampai terdengar oleh orang lain. Bisa-bisa dapat masalah dia kalau sampai ada yang dengar.

"Setahu gue ... mbak Vio nggak gitu, sih. Dia baik, kok."

Bora mengangguk lagi tapi nggak melanjutkan pembahasannya mengenai Violetta karena cewek itu kini kembali melewati kubikel milik Bora dengan langkah sedikit tergesa. Saking tergesanya, dia sampai nggak sadar jika sesuatu terjatuh dari map yang sedang dia bawa. Bora yang melihat hal itu lantas berdiri dan memungutnya.

Gambar beberapa tempat wisata di Korea Selatan tertera jelas di selebaran itu. Termasuk juga nama-nama tempat wisatanya. Bora jadi terpikir apakah Violetta akan ke Korea dalam waktu dekat?

Terlepas dari keingintahuannya itu, Bora sedikit tersentak kaget saat tiba-tiba Violetta keluar dari ruangan Kai dengan wajah yang terlihat panik. Bora masih berdiam di tempat sampai Violetta tiba-tiba menghampirinya dan menanyakan selebaran yang ada di tangan Bora.

"Oh, ini punya Mbak. Tadi jatuh, jadi ... saya pungut."

Violetta tampak menarik napas lega, dia pun berterima kasih pada Bora karena sudah menemukan selebaran itu. "Sekali lagi makasih, ya," ujar Violetta sebelum kembali lagi ke ruangan Kai.

Apa selebaran itu ada hubungannya dengan Kai? Apa mereka merencanakan liburan? Atau ... urusan kantor?

Bora memejamkan mata sejenak lalu kembali lagi ke kubikelnya. Jujur saja, pikiran dan perasaannya jadi kacau dan mulai berandai-andai. Ucapan Karina bahkan ikut terngiang dan mendukung pikiran buruknya itu.

"Eh, lembar apaan tuh?" tanya Karin tiba-tiba.

"Selebaran. Nggak pentinglah," jawab Bora berbohong.

Gue nggak mau hal buruk terjadi pada sahabat gue. Semoga apa yang lagi gue pikirin nggak benar-benar terjadi.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top