7. Leera

Bak makan upas berulam racun. Leera tercenung sendirian di tengah ricuh para pengungsi, duduk bersandar pada dinding bejana baja yang kian dingin sembari memeluk lutut. Pandangan Leera kosong namun pikirannya tengah bergulat hebat. Tak bisa jika ia harus kehilangan lagi. Cukup baginya merelakan suami tercinta berkorban jiwa dan raga demi Alterium. Di kepalanya masih terngiang jelas apa yang Kquo, suaminya, ucapkan di malam terakhir mereka bersama di atas ranjang romantisme.

"Jangan tinggalkan aku. Aku mencintaimu." Namun, siapa sekarang yang meninggalkan siapa?

Sudah tiga hari warga Kimon dan segelintir ASV sebangsanya berdiam diri dalam kemelut emosi. Bersembunyi dari mesin-mesin senjata makan tuan di ruang pembangkit, di bawah permukaan tanah ibukota. Anak-anak yang menangis dekat boiler-boiler raksasa keemasan yang gagal beroperasi, merengek ketakutan, mengingatkannya pada dua anak remaja yang hilang dari jangkauan saat seluruh warga kota saling sikut menyelamatkan diri.

Ia menoleh ke sisi kanan, tempat di mana pintu logam yang sedikit terbuka itu meriuhkan hal lain.

"Kita bisa membawa warga kota ke Vultassa lewat kereta uap bawah tanah," ujar seorang Letnan.

"Tidak bisa, kita kekurangan bahan bakar. Kereta itu pun sudah lama tak terpakai dan mesinnya sedikit bermasalah," sergah yang lain.

Di ruangan itu, pihak militer dan beberapa petinggi negeri tengah memperdebatkan solusi paling efektif demi keluar dari malapetaka ini. Menteri-menteri bersetelan hitam elegan tengah membagikan makanan yang tersisa dari malam festival, dibantu oleh para relawan yang masih berpakaian pesta ala Victorian yang tengah populer belakangan ini. Sementara pihak militer masih bersitegang, Arteriyan Kedua duduk lemas di susuran tangga menuju pipa-pipa keemasan yang terkandung fluida dingin di dalamnya. Golakan mental sang Raja muda tersirat jelas di air muka, memandang kosong seperti Leera.

"Seberapa buruk kondisinya?" suara lagi.

"Kami berusaha memperbaiki kereta, namun tampaknya akan sia-sia saja," disusul suara lain.

"Bukannya kalian memiliki seorang yang ahli? Ratu Mekanik itu tak sekadar mitos, bukan?"

Leera menangkap pembicaraan mereka namun tak bisa menduga ekspresi masing-masing dari pimpinan dan crew mekanik di dalamnya. Sejurus raja Arteriyan menatap lesu pada Sang Ratu Mekanik. Jelas terdengar pertanyaan Sang Raja Alterium muda lewat tatapannya pada Leera.

Ada apa? Kau Ratunya, kenapa melihatku begitu? Mesin tua kereta karatan itu pasti mudah bagimu, bukan?

Leera membatin. Bertahun-tahun berkutat dengan mesin, pelumas, dan serpihan biji logam yang menyengat, membuatnya paham akan teknik permesinan dan menjadikannya handal. Tak ada yang mampu menyaingi keahlian Android-nya yang lihai merakit bejana generator uap perak kehitaman. menghubungkannya pada pipa-pipa logam, terhubung dengan piston-piston dan mesin lainnya untuk menjalankan segala fungsi kota di atasnya. Namun, bisa apa ia sekarang? Fokusnya hanyalah pada Fawk dan Eltera, kedua anaknya yang belum kembali.

Beberapa saat berlalu, berkali-kali raja dan ratu itu saling beradu tatap.

"Apa?" ucap Leera, "apa kau ingin aku memperbaiki mesin tua itu?" sambungnya, dan sang raja mengiyakan. Leera berpaling sembari mengumbar cibiran. "Dan kau menjadikanku fitnah? Apa pembelaanmu, demi Alterium?"

"Maafkan aku, Nyonya Kquo. Aku masih belum paham soal pemerintahan. Aku merasa belum siap, tetapi para menteri dan penasehat sudah memutuskan. Aku menjadi raja dan suamimu menjadi fitnah...," jawab Arteriyan muda penuh penyesalan dan permohonan.

Leera melihat sekeliling. Batinnya sebagai wanita dan juga ibu menyeruakkan empati. Sebagian dari para pengungsi itu ia kenal dekat: para tetangganya, rekan-rekan seprofesinya, para manula renta kelaparan, begitu juga anak-anak dan para remaja yang berputus asa. Kembali ia teringat pada kedua anaknya yang mungkin tengah bersembunyi di balik tembok gedung yang hancur di permukaan sana. Tebersit di benaknya akan tiap pertanyaan konyol pada selembar foto pernikahannya lima belas tahun silam, bagaimana perasaan Kquo saat ia terhimpit pada keambiguan situasi seperti ini? Leera menemukan jawabannya sekarang.

"Apa imbalanku?" Leera bangkit dari ngarai keputus asaan, menatap Arteriyan yang mengikuti gelagatnya untuk bangkit dari lembah frustrasi.

"Apapun...," jawab Sang Raja pelan namun terdengar tegas. Leera memandang ke sekelilingnya lagi, memantapkan hati, kemudian yakin untuk melangkah menuju pintu besi.

Semua yang ada di ruang tersebut memandangnya kaget sekaligus bingung. Terutama para petinggi militer yang bertanya-tanya siapa dan ada kepentingan apa Android itu memasuki ruang diskusi? Beberapa montir dan pimpinan mekanik menundukkan kepala seperti sebelum Leera memasuki ruangan, seakan membenarkan dugaannya mengenai ekspresi mereka saat membicarakan rumor Sang Ratu Mekanik tadi.

"Maaf?" Tanya Letnan, sinis.

"Aku seorang mekanik," ujar Leera santai sembari menggulung rambut pirangnya. "Leera Kquo."

Para petinggi militer mendengus dan mencibir. "Untuk apa istri seorang pengkhianat kemari? Kau mekanik? Lihatlah mereka, para mekanik itu tak berguna." Sang Letnan menggelengkan kepala seakan merendahkan. Leera terpaku kala kata 'pengkhianat' terdengar dan memanaskan aliran fluida emosi dalam tiap tube di kepalanya.

"Dialah Sang Ratu Mekanik, begitukah caramu memberi hormat?" Arteriyan muda bersandar pada kosen di ambang pintu, menatap Sang Letnan dan para petinggi militer lain yang terbelalak kaget, lalu saling melayangkan pandangan satu sama lain.

"Aku akan membantu, tapi tak memaksa jika kalian menolak," ujar Leera.

"Tidak, kami justru mengharapkan bantuanmu di sini," selak seorang pimpinan mekanik yang ia kenal.

"Tetapi ada imbalannya." Leera kian serius pada kata-katanya juga pandangannya tajam. Si Letnan kembali mendengus, sedangkan yang lainnya saling mengedarkan pandangan lagi, bingung. "Aku meminta sebagian dari bahan bakar."

"Tidak!" Jelas Letnan tanpa basa-basi menyuarakan penolakan, membuat iris biru Leera tajam menatapnya kembali. "Bahan bakar yang tersisa tak cukup untuk dibagi-bagi," lanjutnya tegas setegas hentakan telapak tangan pada permukaan meja kuningan. Semua merasa tak habis pikir. Kenapa harus ada iming-iming dan pamrih?

Pimpinan mekanik tadi berjalan menghampiri Leera lantas bertanya, "ada apa denganmu? Apa kau tak peduli pada kita yang berada di pengungsian?"

"Lalu, apa kalian peduli padaku? Aku kehilangan kedua anakku, mereka pasti tertinggal di permukaan dan aku harus menjemput mereka," tuturnya, kemudian mendekatkan diri pada pimpinannya itu dan kembali menegaskan, "kumohon ... kendaraanku kehabisan bahan bakar. Aku sangat membutuhkannya." Air mata menyeruak.

Pimpinan mekanik itu kenal betul siapa Leera. Ia adalah mekanik andalannya meski tak mengerti banyak mengenai pekerjaan suaminya. Ia pun pernah berjumpa sekali dengan kedua anak Leera, mereka anak-anak yang pintar, antusias, dan baik hati seperti ibunya. Mengingat Leera yang belakangan ini murung bagai raga tanpa nyawa, mempertimbangkan kondisi persediaan bahan bakar, dan keselamatan warga Alterium yang tersisa, membuatnya bingung. Ia menoleh pada sang raja muda yang baru ternobatkan untuk mendengar keputusannya yang diharapkan bijak.

***

"Bagaimana sekarang?" tanya Fawk pada saudarinya saat mereka berhasil meraih tembok yang sebagian sudah hancur. Sesekali menoleh ke balik dinding kusam, sesal kini merebak dalam batinnya lagi kenapa ia mengajak adiknya membeli gula-gula saat itu.

"Aku tidak tahu ... tidak," jawab Eltera yang beringsut, duduk memeluk lutut sembari kepala tertunduk pada tungkai yang kikuk. Terisak frustrasi karena perasaan campur aduk yang menimpanya.

Fawk kembali menekan badan pada muka dinding rapat-rapat tatkala satu dentuman ledakan menggema. Bisa ia dengar, selain ancaman tembakan dan laser-plasma di udara, decakan dan geram suara mesin pembunuh seakan menulikan telinga. Ia menoleh kembali pada Eltera saat adiknya itu memuntahkan darah lagi. Terbatuk-batuk, wajahnya kian pias seakan nyawa meregang di ujung tanduk. Mereka semakin putus asa, Fawk tak kuasa melihat Eltera sebegitu tersiksanya menahan tulah--asumsi yang masih tabu untuknya menarik kesimpulan. Sedangkan Eltera, entahlah, ia sekarat.

Inilah malam ketiga setelah puncak perayaan sekaligus penobatan Sang Raja baru. Setelah insiden sabotase dan konspirasi yang dilakukan dua kandidat gagal--Mech dan Kivlark--Arteriyan Kedua muncul menggantikan sang ayahanda di usianya yang belia. Alih-alih menemukan titik temu yang menjauhkan peperangan, kini Mechanical Spirit Vessel yang sebagai pelindung negeri justru menghunuskan pedang tepat ke batang hidung pemerintahan raja Alterium muda sesaat setelah ia ternobatkan.

Tak sampai seminggu, Alterium kehilangan semua teknologi dan hampir peradabannya sendiri. Bak dilanda wabah jelaga arang yang buas, semua kemilau logam mesin-mesin steam fluida keemasan itu kalap oleh hitamnya perapian.

"Aku tak sanggup lagi, Fawk...," ucap Eltera terbata-bata di sela batuk dan muntah darah Android-nya. Ia tersungkur pada permukaan tanah, mencengkeram hebat, hitam rambutnya menjuntai menutupi wajah letih yang tak kuasa menahan sakit begitu kentara.

"Sebenarnya ada apa denganmu?" tanya Fawk, tersirat jelas kekhawatiran di wajahnya, memegangi pundak Eltera sembari terus mengedarkan pandangan waspada.

"Aku melihat seseorang...."

"Siapa?"

Kemudian Eltera memuntahkan cairan biru lagi yang kini tampak semakin gelap, segelap wajahnya yang penuh peluh dan ketidakberdayaan. Ia sesenggukan, hendak mengatakan jawaban namun kerongkongannya perih dan seakan sangsi untuk memberitahukannya. Satu ledakan lagi terdengar, membuat praduga dalam benak Fawk mencuat.

Saat mereka hendak beranjak lagi, satu MSV menghadang dengan begitu pongahnya. Gear-gear di dadanya berputar, senjata-senjata itu keluar begitu saja saat lengan sang penjagal menunjuk tepat pada dua peranakan ASV di hadapannya. Terlihat piston-piston silinder berderit seirama dengan derak putaran gear yang kian terpacu. Dari celah lempeng tipis tubuhnya memancarkan cahaya yang menjalar hingga ke tumpuan ledakan, siap tembak di telapak tangan yang terbuka lebar.

Inikah akhir dari perjalanan dua bersaudara itu? Takdir untuk ikut mati bersama mesin-mesin uap kebanggaan Alterium yang kini sekarat, lalu hilang di balik kabut kala tiap petang lewat?

Fawk mendongak sembari memeluk adiknya erat-erat. Eltera memandang MSV itu dengan lemah, seperti kelopak mawar yang layu akibat badai di tahun Zhentia yang bulannya merah purnama. Saat bola tembakan itu kian membesar, Fawk teringat mendiang ayahnya yang katanya pengkhianat, namun ibunya membela dengan mengatakan bahwa ayahnya lah pahlawan negeri. Kenangan-kenangan selama mereka masih utuh, berlibur ke Kanal Timur untuk memancing, canda tawa kala malam sebelum tidur, dan di hari festival sebelum serangan itu terjadi.

Eltera, lamunannya melambung pada kata-kata terakhir Leera yang didengarnya saat ia mengenakan busana festival malam itu. Balutan putih dengan batu zamrud kehijauan di kancing leher terusannya, sepatu coklat mengkilat selaras rompi kulitnya, ditambah untaian rambutnya yang Leera kepang di depan cermin rias kamar seraya berucap, "kelak, kau akan menjadi putri yang sangat cantik." Akan tetapi, lihatlah Eltera saat ini.

Dalam batin mereka sesaat sebelum tembakan dihempaskan oleh MSV yang mengumbar tirani, sama-sama berucap, "AKU MENYAYANGIMU, MAMA...." kemudian mereka memejamkan mata.

Satu ledakan menggema, lalu Fawk membuka matanya lantas heran tak percaya bahwa tembakan MSV itu meleset. Kenapa? Saat mendongak, kepala MSV itu hancur sebelah, gear di tubuhnya berhenti berputar begitupun cahaya tembakan yang merambat itu semakin meredup. Asap mengepul dari percikan-percikan mesin yang konslet saat dia kehilangan daya.

Satu tembakan lagi, dentuman keras menggema saling sahut menyahut, jelas berbeda dari sebelumnya. Ia membangunkan Eltera, mengumbar kata selamat dan tertawa terbahak ketika melihat sihir-sihir Ignis dan pembesar Amberstar mematikan mesin-mesin malafungsi itu. Naga-naga Inche-Creator pun terlihat melayang-layang di udara, menyambar bagaikan elang memburu tikus dan ayam.

Namun di tengah kelegaan mereka, Eltera kembali ambruk. Kini ia menunjuk ke satu arah di belakang Fawk yang terheran-heran. Fawk menoleh, dan melihat suatu bayangan. Ia terpaku merasakan tubuh adiknya melebur jadi abu.

***

Masalah utamanya adalah di rakitan piston-piston yang tersusun rapat. Beberapa kerusakan menurunkan efisiensi dari siklus termodinamika mesin kereta, diperparah dengan silinder-silinder pipa logam penyalur steam yang tersumbat. Butuh beberapa waktu, namun berhasil diatasi oleh Leera. Bahan bakar tersedia penuh dalam tendernya, beberapa plat frame karatan telah diperbarui. Valve gear kembali prima mengontrol fungsi cut off. Uap mengepul dari cerobong, menandakan mesin kembali hidup. Semua warga Alterium diungsikan ke dalamnya.

Raja menyetujui permintaan Leera mengenai pembagian bahan bakar. Pada awalnya pihak militer menolak, namun tiba-tiba para Ignis datang dan menawarkan bantuan. Beberapa teknis mengenai bahan bakar dan bahan makanan bisa diatasi oleh satu jentikan jari Ignis, namun tak untuk segala hal karena itu melanggar hukum alam, mengingat Alterium yang sarat akan magis.

Leera hanya memerlukan bahan bakar. Firasatnya sebagai seorang ibu dan ambisinya menyelamatkan Fawk dan Eltera semakin menggebu. Tanpa mengindahkan tawaran para Ignis, Leera segera melaju dengan kendaraannya menuju permukaan dengan tergesa dan mulai mencari.

Lama, ia terus berharap di bawah naungan perang antara MSV malafungsi dengan para pemegang sihir. Ada kalanya asa terhapus dari tekadnya, seperti runtuhan Alterium yang terhalang kabut di hamparan padang sepia. Tetapi rasa takut akan kehilangan lagi mencuat dan kembali merajut asa. Hingga ia menemukan yang ia cari.

Fawk, mulutnya penuh darah, matanya sayu dan lemah. Di dekatnya ada batu zamrud kehijauan yang tergeletak di atas abu hitam. Fawk menengok ke arah Leera yang terbelalak. Lalu, angin menghempaskan tubuh semi robotiknya yang mengabu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top