6. Machinarium

"Jacob Qualy. Itu adalah namamu. Kau adalah robot manusia. Memiliki perasaan, imajinasi, emosi, segalanya yang dimiliki manusia ada di dalam dirimu. Kau bukan robot biasa Jack. Kau adalah robot istimewa, yang dapat merubah Felix Fixion. Kau adalah kunci masa depan."

Bzzzzzzz ... lalu suara itu hilang dari sistem audio dan segalanya kembali gelap.

•••●●●●•••●●●●•••●●●●•••●●●●

Felix Fixion. Sebuah kota kumuh dengan gedung-gedung berlapis tembok coklat tua yang menghiasi setiap sudutnya. Pabrik-pabrik dengan cerobong yang mengepulkan asap hitam, memberi warna baru pada langit-langitnya. Tempat dimana manusia dan robot hidup berdampingan.

Machinarium Corp. Nama itu sudah tidak asing bagi para penduduk Felix Fixion. Perusahaan pembuat robot itu sudah benar-benar terkenal di era Victoria yang baru ini. Machinarium-lah yang mengubah kehidupan penduduk Felix Fixion. Merekalah pabrik pertama yang berhasil memproduksi robot dengan jumlah sekitar 100 unit pertahunnya.

Hingga kini, robot bukan hanya hidup berdampingan saja. Bahkan mereka mengambil alih seluruh pekerjaan manusia. Membuat manusia menjadi tuan mereka, dan seakan merekalah budaknya. Namun seiring berjalannya waktu, manusia mulai khawatir bahwa robot bukan hanya mengambil alih pekerjaan saja. Mereka khawatir bahwa robot akan mengambil alih kekuasaan mereka.

•••●●●●•••●●●●•••●●●●•••●●●●

Suara Profesor Funian kembali terputar di sistem audioku. Hanya diriku yang mampu mendengar suara infrasonik 0,001 Hertz tersebut.

Buk! Buk! Aku memukul kepalaku untuk menghentikan suara itu. Namun suara itu tak mau berhenti dan terus berlanjut. Setiap kali kudengar suara dan kalimat itu, aku merasakan sesuatu yang ganjal entah mengapa. Terlalu banyak misteri yang selalu menyelubungi otak robotku. Akhirnya aku membiarkan suara itu terus diputar.

"Jay, kau baik-baik saja?" Suara Zee terdengar, menggantikan suara Profesor di sistemku.

"Ya aku baik-baik saja."

"Suara apa tadi yang kau pukul?"

"Hanya ... sedikit gangguan," jawabku santai. "Dia belum muncul juga Zee. Apa kita perlu kembali?"

"Sabarlah. Tetap pada rencana."

Menunggu lagi dan terus menunggu. Bersandar di tembok kumuh, dengan tudung menutupi kepala beserta setengah dari wajahku, dan mengamati rumah di seberang jalan itu. Menunggu salah satu robot yang tinggal di dalamnya keluar.

Sementara orang-orang dengan jaket kulit tebal khas buatan Machinarium berlalu lalang di jalanan yang becek. Beberapa saat yang lalu hujan besar ditumpahkan oleh alam menuju Felix Fixion. Kota kumuh masa depan.

Aku sangat suka dengan hujan. Apabila hujan turun di Felix Fixion, maka hawa sejuk yang nikmat dapat kurasakan. Padahal sudah hampir setiap tahun Felix Fixion diterpa musim dingin. Tapi hujan tetaplah enak bagiku.

Pintu rumah yang tengah kuawasi mulai terlihat bergerak. Aku pun segera menajamkan penglihatanku. "Dia akan keluar," kataku lewat earphone-ku. "Aku siap membuntutinya."

Tidak ada respon dari Zee yang berada di seberang sana. Sebuah robot besar dengan badan bulat, mata bulat besar berwarna kuning, dan topi khas pesulap yang ia kenakan, berjalan keluar dari pintu. Tangan kanannya menggenggam sebuah tongkat sementara tangan kirinya menjunjung sebuah koper besar. Itulah targetku. Salah satu agen Machinarium yang membawa sebuah koper berisi data-data penting.

"Aku jalan," kataku. Dengan langkah yang berusaha tidak terlihat mencurigakan, aku berjalan membuntuti robot itu. Dapat kulihat besi alumunium berwarna biru melapisi tubuh bulatnya.

Koper yang dibawa di genggamannya adalah targetku. Apapun isinya, itu adalah tujuanku yang harus kurampas darinya. Kita (aku dan robot itu) mulai memasuki jalan yang ramai. Terlihat lebih banyak mobil berlalu lalang sekarang.

Aku terus membuntutinya hingga dia tiba-tiba menghentikan langkahnya di pinggir jalan. Aku pun segera melesat kepinggiran bangunan di sebelahku.

Dengan hati-hati, aku memperhatikannya lewat celah yang sebisa mungkin tertutup darinya. Lalu aku melihat robot biru itu meletakkan jarinya di bagian telinga, seakan menghubungi seseorang lewat earphone. "Zee ... ada yang tidak beres," kataku lewat earphone.

Namun tak respon dari Zee. Tiba-tiba saja robot itu menoleh ke arahku, ke arah tembok tempatku bersembunyi. Sial, dia sudah tahu rupanya.

Robot itu pun langsung berlari. Aku pun tersontak melihatnya dan segera menggerakkan kakiku untuk mengejarnya. Jalanan mulai ramai dengan orang-orang dan robot-robot. Aku menerobos mereka semua untuk mengejar targetku. Dia sangat cepat dengan badan besarnya. Dengan mudah dia menghilang di keramaian. Aku pun menghentikan lariku.

"Zee, apa kau disana?"

Aku menoleh ke arah gang tepat di sampingku. Dan kutemui sosok robot yang menjadi targetku tadi. Aku pun berlari masuk ke gang itu.

"Jay! Jangan kejar dia! Ini jebakan!" Suara Zee terdengar jelas di earphone. Benar saja. Tiba-tiba muncul dua robot kembar tepat di hadapanku. Mereka benar-benar kembar. Desain mereka, bentuk kepala mereka, dan juga gergaji-gergaji yang melengkapi tangan mereka.

Zuing! Salah satunya langsung melayangkan gergaji ke arahku. Dengan gesit aku menunduk dan menghindari benda itu. Zuing! Gergaji kedua ditebaskan ke arahku lagi. Sreett! Jaket yang melapisi lenganku tersobek, begitu juga kulit silikon yang melapisi tubuh robotku. Rasa sakit pun menjalar ke saraf-sarafku.

Zuing! Zuing! Mereka kembali melancarkan serangan secara bersamaan, mengibasiku dengan desiran-desiran gergaji itu. Aku menghindar, melesat ke sela mereka berdua hingga membelakangi mereka, dan mengambil Qualy Staff-ku. Aku pun menekan tombol pada tongkat kecil itu sehingga memunculkan sisi yang lebih panjang lagi di kiri-kanannya. Sehingga menjadi tongkat yang panjang.

Mereka pun berbalik dan hendak menyerangku. Namun dengan cepat aku memukulkan tongkatku ke wajah keduanya. Buk! Buk! Mereka pun terlihat sempoyongan.

Serangan berikutnya aku lakukan pada salah satu kaki robot itu. BAK! Pukulan keras itu membuat kaki robot itu putus dan tersungkur. Zuing! Robot kedua melancarkan tebasan ke arahku. Tapi aku berhasil menangkisnya dengan memukul tangannya. Dan dengan cepat aku memutar tongkatku dan menghantamkannya ke wajah robot itu hingga pecah. Robot itu pun langsung hilang kendali dan menimbulkan percikan-percikan kerusakan tubuhnya. Mati satu, sisa satu lagi.

Zuing! Zuing! Zuing! Robot yang tersungkur melambaikan gergajinya berkali-kali ke arah kakiku. Dengan lincah aku meloncat-loncat menghindarinya.

"Hiaaakkk!" Dengan teriakan keras aku mengangkat tongkatku ke atas dan langsung membantingnya tepat ke kepala robot itu. Sama seperti robot sebelumnya, dia langsung hilang kendali dan tersungkur tak bernyawa.

Aku pun segera berlari meninggalkan robot-robot itu. Semoga saja, targetku tidak berhasil kabur. Setelah keluar gang, aku memdapati bahwa jalanan benar-benar ramai. Aku pun menoleh ke seberang jalan. Tidak jauh dari tempat berdiriku, aku melihat targetku tengah berusaha melewati lautan manusia. Terlihat dia berusaha mendesak-desak agar cepat keluar dari tempat itu. Akhirnya dia masuk ke sebuah gang kecil yang lain.

Aku segera berlari ke arah gang itu. Tubuhku yang ramping dapat dengan mudah melewati keramaian itu, hingga sampai di gang tempat robot tadi berlari. Tapi di sepanjang gang kumuh ini, tidak dapat kutemukan tubuh besarnya.

Aku pun menoleh ke bawah tempatku berpijak. Jalanan ini sangat becek. Saat aku melihat ke depan, aku menemukan jejak robot itu. Aku segera mengikuti jejak yang tercetak di tanah itu.

Aku sampai di sebuah belokan. Saat aku menoleh ke arah belokan itu, aku menemukan robot berbadan besar itu tengah berusaha melewati tembok yang buntu. Dia berusaha melompat melewatinya namun sia-sia. Aku pun berjalan pelan mendekatinya, membuatnya menoleh ke arahku.

"Kau tidak akan mendapatkan koper ini," kata robot itu. "Tidak akan."

"Tentu aku bisa. Tidak ada yang akan menolongmu sekarang," balasku dengan nada sinis. "Kau pikir dengan mengirim dua robot fighter dapat menghentikan pemberontak sepertiku?"

Aku semakin dekat dengannya. Robot itu tidak terlihat takut, atau apapun. Tentu saja, dia adalah robot. Dia tak punya perasaan. Tiba-tiba saja robot itu mengambil sebuah pistol dari kantongnya.

"Namaku Dreid. Aku di progam untuk melindungi dan menjaga koper ini. Prosedur Machinarium tidak bisa ditolak ataupun dihentikan. Progamku membaca tanda bahaya pada dirimu. Jadi janganlah kau berani mendekatiku, atau kau akan menyesal, robot buangan."

Aku menghentikan langkahku sejenak setelah mendengar kalimat terakhir dari robot itu. Bukan karena takut dengan moncong pistol yang mengarah kepadaku. Tapi ... ini karena perasaan yang membuat hatiku teremukkan. Sejenak aku terdiam dan menatap tanah. Genggamanku pada Qualy Staff -ku semakin keras. Akhirnya aku mengangkat kepalaku dan menatap tajam robot itu.

"Aku ... aku bukan robot buangan!"

Dor! Dengan gesit aku menghindari peluru itu dan menerjang maju. Klik. Aku menekan tombol Qualy Staff-ku dan dengan cepat aku memukulkannya ke tangan robot itu, membuat pistol itu terpental.

"Rasakan ini!" Ayunan berikutnya aku arahkan ke kepala robot itu. Robot itu pun mundur kebelakang. Tanpa memberinya kesempatan aku segera memukulkan tongkat ke arah kakinya, membuatnya tersungkur.

Aku semakin membabi-buta setelah amarah memenuhi diriku. Buk! Buk! Buk! Berbagai serangan terus kuluncurkan walaupun robot itu sudah runtuh di depanku. Akhirnya aku pun menghentikan seranganku dan menatap ke arah robot yang rupanya sudah penyok-penyok setelah kupukuli tadi. Kini dia terlihat seperti robot rongsokan yang terbuang. Mesin-mesin gear di dalam tubuhnya terlihat jelas, karena bagian bodinya yang sudah rusak tak karuan. Koper itu pun tergeletak tepat di sampingnya. Aku pun segera mengambil koper tersebut.

"Ro ... robot sepertimu ... membantu pa ... para pemberontak ... untuk melawan ... Ma ... Machinarium, rasmu sendiri," kata robot itu dengan suara putus-putus. "Kalian ... tidak akan ber ... berhasil."

"Kita lihat saja nanti," balasku kepadanya. Aku pun beranjak ingin meninggalkan robot itu.

"Menyerahlah Qualy ... bergabunglah dengan ... Machinarium," kata robot itu lagi. "Robot seperti kita, kita akan ... bersama-sama menguasai du ... dunia ini."

Aku pun kembali menoleh ke arahnya. "Kita tidaklah sama. Aku dan kau, aku dan para robot ciptaan Machinarium, aku tidak sama dengan kalian semua." Aku mengarahkan ujung tonkatku ke wajah robot itu.

"Karena aku, aku adalah Jacob Qualy," lanjutku. "Aku adalah robot manusia. Memiliki perasaan, imajinasi, emosi, segalanya yang dimiliki manusia ada di dalam diriku. Aku bukan robot biasa. Aku adalah robot istimewa, yang dapat merubah Felix Fixion. Aku adalah kunci masa depan."

Robot itu terlihat diam saja. "Dan aku memiliki prosedur dan peraturan yang berbeda pada programku," kataku. "Peraturan pertama, manusia adalah rasku. Peraturan kedua, mesin bukan penuntunku tapi perasaanlah yang menuntuku."

Robot itu masih terlihat bungkam. "Dan terakhir, Machinarium adalah musuh yang harus dimusnahkan." Aku menarik tongkatku, dan menusukkannya ke dada robot itu. Membuat robot itu segera rusak dan hancur setelag mesin gearnya dihancurkan. Lalu aku pergi dengan koper tersebut.

•••●●●●•••●●●●•••●●●●•••

Aku tengah menunggu Zee di depan kafe ini. Menatap hujan yang tengah turun deras. Setelah lama menunggu, akhirnya aku melihat Zee dengan payung yang melindunginya, berjalan ke arah kafe. Saat dia melihatku dia menyimpulkan senyum ke arahku. Syukurlah aku di desain agar bisa menyimpulkan senyum layaknya manusia, sehingga aku dapat membalas senyuman itu.

Dia pun sampai di depanku. "Ayo, kursi kita sudah menunggu." Aku menggenggam tangannya yang dingin.

"Ini bukan makan malam bukan?" tanyanya sambil tersenyum. Aku hanya membalasnya dengan senyuman lagi. Lalu kami berdua pun masuk ke dalam. Sesampainya di dalam kami mengambil tempat duduk yang sudah di sediakan.

"Kau bawa kopernya bukan?" tanya Zee. Aku mengangguk dan mengeluarkan koper dari bawah meja. Lalu Zee pun mengambil koper tersebut. "Kau sudah melihat isinya?"

"Belum. Aku tidak berani melihatnya sendiri," jawabku. Tiba-tiba pandanganku terarah pada salah satu pengunjung kafe berbaju hitam yang berada di salah satu sudut ruangan. Selain itu aku melihat orang yang serupa berdiri di luar jalan dengan jaket yang sama.

Zee pun membuka koper itu dan melihat ke dalamnya beberapa saat. "Astaga ..." katanya. "Ini adalah sebuah desain senjata besar. Machinarium akan membuat sebuah senjata. Kita harus segera mengirimnya pada kapten Bims."

"Zee ..." kataku. "Bila kuberi aba-aba kau harus menunduk dan segera ikuti aku."

Aku melihat sekitar lima robot bermantel hitam masuk ke dalam kafe. "Ada apa?" tanya Zee.

"Sekarang!" Aku segera menarik tubuh Zee kebawah saat secara tiba-tiba robot-robot itu menembak ke arah kami. Klak! Aku mengaktifkan Qualy Staff ku. Pyar! Aku memecahkan kaca di sebwlahku.

"Berlarilah secepat mungkin dan bawa koper ini pada kapten Bims. Aku akan menghambat mereka."

Zee pun segera meloncat keluar lewat jendela dan segera berlari. Aku segera menendang meja di dekatku dengan bantuan pegas kakiku. Meja itu terpental jauh ke arah kelompok robot itu. Seketika suasana kafe menjadi panik. Saat robot-robot itu teralihkan dengan gesit aku berlari ke arah kelompok itu dan melancarkan segala serangan kepada mereka. Namun sebelum aku dapat menghabisi mereka semua, aku merasakan sesuatu menembus dadaku. Sesuatu ... seperti peluru.

Aku pun terjatuh ke tanah dengan lemah. Rasa sakit ini ... menguasai diriku. Tanpa kurasakan apapun, aku sudah terkapar di tanah. Lalu seorang pria berjalan mendekatiku bersama robot-robot lain.

"Jacob Qualy, kuakui kau memang hebat." Samar-samar kudengar suara itu. "Tapi itu tidak akan bertahan lama, robot buangan."

•••●●●●•••●●●●•••●●●●•••

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top