1. Reverse Time

Sebuah jam coklat tua tergantung di dinding di atas pintu. Jarum panjang hampir mengarah ke angka dua belas dan jarum pendek hampir menyentuh angka delapan. Jendela kayu tua memberi pemandangan kabur, namun masih dapat terlihat jelas bahwa langit sedang meneteskan air, walaupun tidak deras. Setelah terdengar bunyi roda gigi yang cukup nyaring, jarum panjang bergerak sedikit lagi, kali ini menunjuk ke angka dua belas dengan sempurna. Jam kukuk itu berbunyi nyaring, menyadarkan gadis kecil yang duduk termenung di dekat jendela.

Pintu ganda di bawah jam kukuk itu terbuka dengan nyaring, memperlihatkan seorang pria yang masih muda dengan jas lusuh panjang yang membuatnya terlihat beberapa tahun lebih tua. Sambil membenarkan letak kacamata bundarnya yang sedikit miring, pria ini berkata nyaring,

"Traily! Ayo kita berjalan-jalan!" Senyum merekah di wajah pria itu, membuat iris biru lautnya bersinar di bawah sorotan lampu ruang duduk itu.

Merasa terpanggil, gadis kecil itu hanya membuka jendela sedikit dan menopang dagunya di jendela. Ia membuka mulutnya dan terdengarlah sebuah suara lembut,

"Tidak bisakah kau lihat bahwa di luar sedang hujan, Layle."

Rambut merah bata gadis itu menari pelan, tertiup angin yang berembus masuk melalui jendela kayu tua itu. Iris hitamnya menyapu jalanan kecil yang dapat disuguhkan oleh jendela kecil itu.

"Ayolah, Traily. Aku sudah kehabisan bahan makanan," rengek Layle sambil mengacak-ngacak rambut birunya yang dikuncir kecil di ujungnya.

Gadis kecil yang dipanggil Traily itu tak menjawab. Ia hanya meregangkan tubuhnya dan turun dari kursi yang membuat kaki pendeknya bergantung bebas di udara.

"Aku tak tertarik. Pergi saja sendiri," kata Traily sambil melangkah pendek ke sofa yang terletak tak jauh dari rak buku tinggi di ruang duduk itu.

"Aku akan memberikanmu coklat." Langkah Traily terhenti di tempat. Matanya melirik kearah Layle.

"Sepuluh batang."

Semuanya berjalan begitu cepat, dan yang diketahui Traily selanjutnya hanyalah ia yang berjalan bergandengan tangan dengan Layle sambil memakan sebatang coklat di daerah pasar. Hujan menghantam bagian atas payung yang dibawa Layle. Mereka mengunjungi sebuah pondok yang menjual buah-buahan.

"Tunggu di sini sebentar, Traily," kata Layle dan dijawab dengan anggukan singkat. Traily terlalu berkonsentrasi dengan coklat yang didapatnya.

Ia memakan cokelatnya sambil terus memandang ke langit. Hujan turun tanpa henti dari kemarin sore. Wangi khas hujan benar-benar membuatnya tenang. Suara gemericik air yang menghantam jalanan aspal adalah suara yang sangat indah, bagaikan suara seruling di tengah hutan. Samar-samar, Traily bisa mendengar percakapan antara Layle dengan si penjual buah.

Tak lama kemudian, Layle kembali dengan sekantung penuh apel merah yang sangat menggiurkan. Traily menjulurkan tangannya kepada Layle. Layle tak mengerti maksud Traily, lalu ia sadar apa yang gadis kecil itu maksud. Ia mengeluarkan sebatang cokelat lagi dari kantung jas putih panjangnya yang lusuh dan terdapat noda oli di sana dan di sini, dan memberikannya kepada gadis itu.

"Aku heran." Kata-kata Layle sama sekali tidak diindahkan oleh Traily.

"Bagaimana bisa kau makan coklat hampir dua lusin setiap harinya dan tidak diabetes?"

"Itu rahasia alam," jawab Traily singkat.

:Layle menghela napas dan mengomel kecil tenang anak zaman sekarang yang kurang sopan terhadap orang yang lebih dewasa. Merasa tersinggung dengan perkataan Layle, Traily pun berkata,

"Kalau tidak karena ulahmu dan otakmu yang gila, aku harusnya berusia 28 tahun." Layle tertawa terbahak-bahak.

"Yah.... Aku memang bersalah di sana. Hahaha," kata Layle ringan sambil tertawa dan menggaruk-garuk kepalanya dan tendangan yang sangat keras mendarat di tulang kering Layle. Pria itu terjatuh sambil memegangi tulang keringnya dan ketika menoleh ke arah Traily, hendak protes, ia mengurungkan niatnya.

"Kau.... Apakah kau sudah membetulkan mesin sialanmu itu, huh? Sungguh. Aku sangat menyesal telah menawarkan diri untuk menolongmu."

"Ahahahahaha. Jangan begitu, Traily. Pasti aku betulkan mesin waktuku hahaha."

Merasa cukup puas dengan jawaban Layle, Traily kembali berjalan. Tak lama dari itu, Layle kembali bersuara.

"Aku rasa kau tidak buruk juga dengan tubuh seperti itu," kata Layle sambil memegang dagunya yang mulus.

Traily langsung memandangnya ngeri dan berkomentar, "Hoi, apakah kau sudah berubah menjadi orang tua pedophilia?"

Layle kembali tertawa terbahak-bahak. Ia pun menjawab, "Aku hanya bercanda, Temanku sayang."

Traily terus mengikutinya sambil sesekali melirik ngeri ke arah Layle, waspada tingkat tinggi dan mengantisipasi segala tindakan yang mungkin dilakukan orang tua pedophilia kepadanya, yang hanya ditanggapi Layle dengan cekikikan kecil.

Kini mereka memasuki daerah pemukiman dan pabrik. Bau oli yang menyengat langsung menusuk ke dalam indera penciuman Traily. Bau ini sangat dibencinya, terutama karena Traily adalah pecinta kebersihan akut.

Seorang pria berbadan kekar yang mulai berumur mendatangi mereka. Ketika pria ini melihat Trailey, dia langsung tertawa terbahak-bahak.

"Kaukah itu, Traily? Wahahaha. Kau sungguh menciut. Sepertinya kau jadi kelinci percobaan Loire kali ini, huh?" Suara pria itu menggelegar di seluruh daerah perumahan. Beberapa penduduk yang mendengar hanya tertawa kecil dan beberapa hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil.

"Diam kau."

"Heyho, Roy. Lagi sibuk?" Layle menyapa pria berbadan kekar itu tanpa memperdulikan pandangan kesal dari Traily.

"Hoho! Heyo, Loire. Bagaimana dengan mesin waktu yang kau kerjakan itu?" Ejek Roy terang-terangan. Layle hanya tertawa kecil.

"Hampir berhasil. Traily sudah membantuku sebagai sukarelawan. Lihat! Dia sekarang lebih muda 23 tahun. Hahahaha." Candaan Layle dihadiahi tendangan di tulang kering sekali lagi dengan gratis.

Tak lama kemudian, langit serasa bertambah gelap. Traily melihat ke atas dan melihat sebuah Zeppelin bertenaga layar dan uap melayang di udara dengan bebas. Asap yang dikeluarkan mesin itu sangat pekat, membuat hidung Traily perih, seperti habis mencium ammonia.

Roy ikut melihat ke atas. Ia berkacak pinggang sambil tersenyum bangga. Ia menunjuk Zeppelin yang melayang dengan pelan itu, menoleh ke arah Layle dan berkata,

"Lihat itu, Loire. Jackline telah berhasil membuat mesin terbang itu. Haltrien juga telah berhasil membuat kereta uap raksasa itu. Mungkin sudah waktunya bagimu untuk meninggalkan percobaan gagalmu itu." Kata Roy dengan wajah mengejek dan prihatin. Traily baru saja membuka mulutnya, Layle langsung menepuk pundaknya, senyuman tercetak jelas di wajah Layle. Dia berkata,

"Roy, semua itu membutuhkan waktu. Coba saja kau tanyakan kepada Jackline ataupun Haltrien apakah mereka langsung dapat membuat alat luar biasa itu. Aku rasa mereka akan menertawakanmu." Muka Roy langsung memerah. Baru saja dia ingin protes, Layle sudah pamit dengan alasan ingin mencari beberapa roda gigi lagi.

Perjalanan Traily dan Layle ke rumah mereka diisi dengan kesunyian. Hanya jika ada orang yang menyapa, barulah mereka bersuara. Keheningan itu berlangsung tidak terlalu lama karena Trailey memecah keheningan mencekam itu dengan sebuah pernyataan.

"Kau terlalu lembut."

"Aku tahu."

Layle berhenti di sebuah toko tua dengan pintu besi berkarat. Layle meminta Traily untuk menunggu di luar dan dituruti oleh sang gadis dengan senang hati. Membayangkan seberapa berantakannya toko itu sudah cukup untuk membuat wanita dewasa bertubuh bocah lima tahun itu merinding.

Traily bermain dengan kubangan air di depan toko itu. Hujan telah berhenti beberapa menit yang lalu dan kini pakaian yang dikenakan Trailey telah ternodai oleh lumpur, begitu juga dengan sepatu boots cokelatnya. Ia kembali membuka plastic pembungkus cokelat kesukaannya dan menggigit cokelat itu sedikit. Tak lama kemudian, Layle keluar sambil membawa seplastik kecil roda gigi dalam berbagai ukuran.

Jarak toko tersebut dengan rumah Layle tidaklah jauh. Setelah sampai di rumahnya, Layle melepas sepatunya dengan sembarangan dan segera berlari ke ruangan percobaannya. Traily hanya berdecak kesal dan merapikan sepatu yang dibuang sembarangan oleh pemiliknya.

Traily melepas topi cokelat kecilnya yang selalu digunakannya dan berjalan ke arah ruang duduk lagi. Kini, jam kukuk yang tergantung di atas pintu ruangan itu telah menunjukkan pukul sepuluh lewat tiga belas menit.

Traily berjalan melewati perapian tinggi di mana di atas perapian itu terdapat berbagai penghargaan, medali, sertifikat, dan foto-foto yang dibingkai dan diletakkan di atas perapian itu. Traily mengambil sebuah kursi dan memanjat naik ke atasnya. Diambilnya sebuah foto berbingkayi kayu yang terletak di atas perapian.

Foto itu mencuri perhatiannya. Seorang pria berambut biru yang tak lain dan tak bukan adalah Layle sendiri, tersenyum lebar sambil memegang sebuah sertifikat dan medali emas. Di sebelahnya ada seorang wanita dengan wajah yang sangat angkuh namun menarik dan memikat hati. Rambut merah bata wanita itu dikepang dan diikat dengan pita cokelat tua berbahan lembut. Benar, wanita itu tak lain dan tak bukan adalah Traily sendiri.

Berbagai foto Traily dan Layle dalam berbagai usia dipajang di atas perapian itu dengan sangat rapi dan tak berdebu. Pintu kembali terbanting terbuka, menampakkan Layle yang terengah-engah dengan wajah berseri-seri.

"Trai ---- Apa yang kau lakukan di bawah sana, Traily?" Tanya Layle dengan polosnya.

Gadis itu berdecih dan menjawab, "Tak bisakah kau membuka pintu dengan cara normal?"

Traily terjatuh dari kursi yang dipanjatnya karena kaget melihat pintu tiba-tiba terbuka. Ia segera berdiri dan berkata dengan ketus,

"Apa maumu?" Seakan tersambar kilat, Layle segera menarik tangan mungil Traily dan membawanya ke ruangan percobaannya.

"Hoi. Aku tak mau ke ruangan itu. Semuanya kotor, berantakan, dan bau," protes Traily.

"Lupakan soal kebersihan. Aku sudah selesai memperbaiki mesin waktu itu." Layle mendorong sebuah pintu besi tua yang sangat berat dan bau apak langsung keluar dari ruangan itu, membuat Traily langsung menutup hidungnya dengan tangannya yang bebas.

Layle menyeret Traily masuk dan meyuruhnya berdiri di dalam mesin berbentuk tabung yang terbuat dari berbagai macam besi, baik yag telah berkarat ataupun yang masih bagus, yang dilebur menjadi satu dan dirangkai dengan berbagai ukuran roda gigi. Tak jauh dari tabung itu, sebuah alat control yang menyerupai komputger dipasang di sebelah mesin itu dan Layle sedang sibuk mengetik sesuatu.

"Hoi, apakah kau yakin kalau yang kali ini aman?"

"Aku 99.9% yakin," jawab Layle tanpa mengalihkan pandangannya dari alat kontrol itu.

Dalam hatinya, Traily berdoa semoga dia sedang beruntung sehingga dia tidak ketiban sial dan gagal kembali ke wujud aslinya. Setelah diinstruksikan oleh Layle untuk masuk ke dalam tabung itu, Traily menurut dengan sedikit canggung dan Layle menutup pintu di belakangnya.

"Bagaimana rasanya di dalam, Traily?" Tanya Layle.

"Ew! Bau apa ini? Baunya sangat tidak menyenangkan."

Mendengar protes dari Traily, Layle hanya tertawa kecil, yakin bahwa teman baiknya itu masih dalam keadaan baik.

"Aku akan mulai. Kau siap?"

"Kapan saja kau siap."

Mendengar determinasi dari Traily yang tak dapat digoyahkan. Layle menurunkan tuas di alat kontrol itu dan tabung itu mulai berbunyi nyaring. Berbagai jenis roda gigi saling berputar, membuat suara bising. Tabung itu sendiri mulai mengeluarkan asap sedikit dari dalam. Mesin itu mulai bergerak dengan liar.

Setelah satu menit penungguan yang menegangkan, tabung itu berhenti bergerak. Layle yang mengamati dari jarak aman pun melangkah maju beberapa langkah.

"Traily?" panggilnya. Tak ada jawaban yang keluar. Baru saja Layle ingin membuka pintu tabung itu, pintu itu terbuka dari dalam. Asap putih segera menerjang keluar dari dalam tabung itu, menghujani Layle dengan bau asap dan hawa panas. Dari dalam selimut uap itu, munculmya sebuah siluet wanita.

"Traily?" Layle kembali memanggil nama temannya itu. Siluet wanita itu bergerak-gerak sedikit dan kemudian bersuara,

"Ini lebih baik."

Uap itu mulai menipis dan tampaklah Trailey dengan tubuh aslinya. Layle diselimuti oleh kebahagiaan, namun kebahagiaannya itu tak berlangsung lama. Satu menit kemudian, uap itu telah hilang dengan sempurna. Menit berikutnya, Layle berdiri mematung di tempat. Dua puluh detik kemudian, Layle jatuh pingsan dengan darah yang mengalir dari hidungnya dengan deras.

Tiga hari berikutnya, berita utama di surat kabar yang tersebar di seluruh belahan negara diisi dengan judul "Seorang Ilmuan Akhirnya Berhasil Membuat Mesin Waktu."

Di rumah ilmuan jenius itu, seorang wanita anggun duduk sambil menyeruput kopi panas. Koran berada di tangan kirinya dan di seberangnya, ilmuan jenius itu duduk sambil ikut menyeruput teh panasnya.

"Omong kosong! Judul yang benar adalah "Seorang Ilmuan Penemu Mesin Waktu Pingsan Setelah Melihat Seorang Wanita Telanjang Bulat", dasar mata keranjang."

Ilmuan itu hanya tertawa terbahak-bahak. Benar. Ilmuan jenius itu pingsan mimisan setelah melihat teman perempuannya keluar dari mesin waktu dalam keadaan telanjang bulat. Hal itu setidaknya adalah reaksi normal bagi pria ataupun manusia yang masih normal.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top