Chapter 3 || Insiden Polaris

Pagi itu Istana Sirius terlihat damai seperti biasanya. Setiap aspek kerajaan tampak aman terkendali. Namun, hal itu buyar ketika mendadak seorang prajurit penjaga Cyclus—daerah pelindung Kristal Polaris—berlari terburu-buru menghampiri ruangan raja. Langkah masuknya diiringi kedua prajurit penjaga ruang singgasana kerajaan.

"Y-Yang Mulia!" ucap prajurit itu belum sempat mengambil napas panjang. Wajah yang ia tundukkan hormat tampak pucat. Sayatan-sayatan di pipi dan zirah besinya mengindikasikan keadaan buruk sedang menimpa. Utamanya berada di Cyclus.

"Ada apa?" Suara lembut nan berwibawa Raja sedikit terselip rasa khawatir.

"Cyclus sedang diserang oleh sekelompok orang berjubah memakai topeng hitam," prajurit yang sudah dapat mengendalikan napasnya itu menjeda sebentar ucapannya. "Mereka hendak mencuri Kristal Polaris!"

Kedua prajurit berzirah di sampingnya bergeming. Jika saja tak ada tudung besi yang menutupi kepala, mungkin dapat dilihat jelas raut takut dan terkejut tercetak di wajah mereka.

Begitupun dengan Raja. Tangannya terkepal kuat seperti sudah siap untuk ditinjukan. Bibir bawahnya digigit sedemikian rupa. Ia terdiam untuk lima detik sambil memejamkan paksa matanya.

"Cepat perintahkan semua Prajurit Baris Depan untuk segera menuju Cyclus! Jangan biarkan siapapun mencuri Kristal Polaris!" titah Sang Pemimpin negeri akhirnya bergema di ruang singgasana kerajaan, diikuti seruan 'siap' dari kedua prajurit yang berdiri hormat di dalam ruangan.

"Ah, jangan lupa bawa dia ke tabib." Raja menunjuk prajurit penjaga Cyclus yang masih berlutut di hadapannya.

Pintu ruangan yang sedari tadi terbuka baru saja ditutup, mengiringi kepergian ketiga prajurit yang tampak tergesa. Menyisakan Raja Sirius sendirian di tempatnya berada.

"Sudah dimulai, ya...." ucap Raja pada diri sendiri. Dia mengusap wajahnya frustasi. Pemikirannya menerawang pada masa lampau. Mengenai bait-bait takdir menuju kehancuran yang pernah ia baca.

Belum lama berkutat pada perspektifnya dari berbagai sudut. Ia kembali mendapati seseorang membuka pintu. Orang itu tak lain adalah Meiko.

"Berikan saya perintah, Yang Mulia." Menaruh tangan kanannya di dada, Meiko berlutut hormat pada Rajanya.

Melihat sikap maid setia kerajaan Sirius itu, Raja berpikir bahwa Meiko telah mengetahui kekacauan yang sedang menimpa Cyclus dan berharap agar ia memperbolehkannya membantu para prajurit.

Raja menatap ragu sesaat pada Meiko.

Menghela napas pasrah, ia akhirnya berujar. "Baiklah. Biar bagaimanapun juga kau adalah bagian dari 14 Asteron."

Ia menimbang sejenak. "Pergilah Meiko, bantu para prajurit yang berada di Cyclus. Lindungi Ursa Minor. Jangan biarkan siapapun mencuri Kristal Polaris."

"Baik. Sesuai perintah Anda, Yang Mulia." Meiko menegapkan tubuhnya, kemudian bungkuk sedikit sebagai tanda hormat. "Kalau begitu saya permisi dulu."

Mata Raja menempel pada punggung Meiko yang menjauh. Pandangan lembutnya menyapu tubuh berpakaian pelayan milik Meiko hingga akhirnya lenyap bersamaan pintu setinggi 3 meter yang ditutup.

Sejak kecil, Raja sudah menganggap Meiko sebagai putrinya sendiri. Meski begitu, Meiko tetap bersikap layaknya pelayan setia pada Rajanya. Dia tak pernah berangan tinggi menjadi putri kerajaan dan menggantikan takhta pangeran yang tengah berada di bumi.

Bisa tetap setia melindungi negerinya saja itu sudah cukup bagi Meiko. Sangat cukup.

Sejak dulu pula Raja tak pernah tega memberikan tugas berat padanya. Sekalipun Meiko adalah keturunan dari pemilik Holy Asterisk dengan Strength Asterisk Libra.

Ia sangat menyayangi Meiko. Sama seperti ia menyayangi anaknya sendiri.

  
                          ###

Tiga orang berjubah berdiri di depan area Kristal Polaris yang dilindungi dinding air setinggi 15 meter.

Sementara itu, prajurit di sekitar mereka tengah mati-matian melawan monster berbentuk kotak dan sekawanan burung. Hampir mustahil mendekati ketiga orang itu.

Salah satu makhluk berjubah melangkah maju ke depan mendekati area pelindung. Kedua tangannya direntangkan ke samping dengan posisi telapak menghadap tanah. Sepersekian detik kemudian muncul dua ekor ular berkepala sebesar kepalan tangan dengan tanduk runcing di ujung dahinya.

"Hancurkan perisai air ini, Anak-Anakku!" Setelah menunjuk dinding air disertai seringaian kejinya, segera dua ekor ular bertanduk mengeluarkan api biru dari mulut mereka, seakan itu api yang berasal dari kompor berkualitas terbaik.

Api biru besar berkobar yang disemburkan beresonansi dengan dinding air. Perisai yang mengelilingi Kristal Polaris itu lama-kelamaan menguap hingga akhirnya lenyap sama sekali. Hanya meninggalkan bercak air sebagai pertanda keberadaan dinding air itu dahulu.

Ketika perisai air telah benar-benar musnah, makhluk berjubah yang berdiri paling depan tadi mengelus pucuk kepala dua ular di kanan dan kiri tubuhnya yang tak lagi menyemburkan api. Ia berterima kasih. Lepas itu melangkah mendekati Kristal Polaris diikuti kedua rekannya—atau bisa disebut bawahannya—dari belakang.

Para prajurit yang berada di sekitar tak mampu berbuat banyak melihat kejadian itu. Mereka begitu disibukkan dengan perlawanan melawan monster kotak hitam dan juga burung-burung yang cakarnya setajam pisau silih berganti menerjang.

Mereka berjuang keras, jika abai sedikit, nyawa taruhannya. Terhitung sudah berapa puluh prajurit mati tak bersisa. Lenyap menjadi debu bercahaya yang ditiup angin.

"Ini mudah sekali, Bos," ujar salah satu dari ketiga orang berjubah saat Bos mereka berhasil membawa Kristal Polaris di tanggannya yang sebelumnya ia mantrai agar sihir yang melingkupinya menghilang.

"Tunggu!!!" Teriakan tiba-tiba yang begitu lantang dan menantang itu tak lain berasal dari prajurit sekaligus pelayan setia Kerajaan Sirius.

Meiko yang baru saja datang dengan lincahnya menebas satu per satu 'peliharaan musuh' yang menghampiri. Dia berlari menerobos kawanan monster dengan mudahnya.
Sewaktu dirasa jarak hampir sangat dekat dengan musuhnya. Seekor monster kotak datang menghadang. Mau tak mau dia melompat ke atas,—tubuhnya yang memiliki sihir garavitasi Libra membuatnya dapat memanipulasi berat badan dan apapun yang ia sentuh—sejurus kemudian kedua pedang yang digenggamnya menghunus tepat di atas kepala Sang Monster Kotak.

'Akrobat' semacam itu bukanlah hal yang istimewa. Para Asteron memang dibekali latihan khusus sebagai prajurit ketimbang yang lain.

"Demi nama Raja dan Negeri Ursa Minor yang damai ini,  takkan kubiarkan makhluk seperti kalian begitu saja pergi membawa Kristal Polaris."

Mata gadis itu berkilat dingin. Tatapannya yang serupa tusukan stalagmit tak juga membuat musuh gentar.

Lagi, seringaian licik terlukis dibalik topeng salah satu makhluk berjubah.

"Kuserahkan dia padamu." Usai berbisik begitu, Bos makhluk berjubah menepuk pundak salah seorang dari bawahannya lalu menghilang bersama seorang lainnya.

"Cih! Pengecut!" Meiko meanatap murka pada sosok yang menghilang diiringi asap pekat. Segera ia berlari mendekati asap yang perlahan telah memudar.

Sriingg

Desingan baja ringan mengalun di dalam area perisai air yang telah lenyap dan seutuhnya kehilangan apa yang harus ia lindungi.

Meiko menyilangkan kedua pedangnya membentuk huruf x. Menahan saber musuh yang datang tepat didepan mukanya.

Mereka melompat bersamaan ke belakang. Sampai saat ini belum ada satu pun yang tampak kelelahan.

Kembali, Musuh menghunus sebilah sabernya yang agaknya cukup berat dan  lebih besar dari si empunya. Tetapi, hal itu tak masalah. Meiko berhasil menahan serangannya.

"Aku tak punya waktu denganmu. Katakan apa tujuan kalian." Wajah Meiko kini terlihat lebih garang saat Musuh bertopeng hitam tak kunjung menjawab pertanyaannya.

Ketika jarak mereka berjauhan, gadis maid itu menyentuh sebuah batu besar dan dengan mudahnya melemparkan ke hadapan Musuh.

Musuh berhasil berkelit. Wajar saja, jarak mereka cukup jauh sehingga serangan Meiko mudah diterka.

Tak mau kalah, Musuh memanggil burung-burung dengan isyarat gerakan tangan. Sesaat kemudian Meiko disibukkan dengan adegan 'akrobatik' untuk menghindari cakaran burung yang terbang menyerangnya.

Berguling dengan elitnya, pada akhirnya Meiko tak bisa menghindari cakaran seekor burung yang menyerang di titik butanya. Sontak hal itu memberikan luka sayatan di bahu kiri. Ia meringis pelan sesaat sambil memegang bahu agar zen dari luka kecilnya berhenti keluar, kemudian kembali menyerang.

Gadis itu menerjang menuju musuh di hadapan yang hanya diam, seolah menunggu kedatangannya. Seraya menebas 'peliharaan musuh' yang silih berganti menyerang, ia membuang sebilah pedangnya ke tanah. Memfokuskan kekuatan pada sebilah pedang lainnya yang dihunus ke wajah  lawan.

'Kau pikir bisa menang melawan ku hanya dengan satu pedangmu?' batin Musuh, seringaiannya terukir di balik topeng.

"Kutanyakan sekali lagi," mata Meiko kembali berkilat tajam dan dingin, "apa tujuan kalian? Dan kemana akan membawa Kristal Polaris? Jawab aku!"

Pertanyaan itu lagi-lagi diacuhkan Musuh. Sambil menahan pedang Meiko, Musuh mencoba menahan tawanya juga.

Kini Meiko benar-benar marah. Dirinya merasa seperti anak kecil yang meminta es krim stroberi namun tak pernah dibelikan.

Dari belakang punggung Meiko, sebilah pedangnya yang sengaja ia jatuhkan dengan cepat terbang menyambar wajah Musuh.

Musuh yang terkejut merespon lamban serangan tiba-tiba itu. Membuat pipi kirinya tersayat. Topeng yang dikenakannya pun retak hingga menampilkan mata kirinya yang berwarna merah menyala.

Rupanya pedang tadi telah diberi sihir gravitasi oleh Meiko agar dapat dikendalikan dengan mudah.

Zen menguar dari luka Musuh. Meski begitu, seringai masih tercetak di wajahnya.

Usai mengambil kuda-kuda, sekawanan burung yang tak terhitung jumlahnya bergerombol mendatangi mereka, tepatnya di atas kepala Meiko, meninggalkan para prajurit yang menatap bingung hal itu.

Seringaian semakin melebar di wajah Musuh. Meski tak bisa melihat senyum licik itu, gadis maid  yang tengah dikepung merasa hal buruk akan menimpanya. Meiko lalu menyiapkan kuda-kuda bertahan dan menyerang.

"Selamat tinggal," gumam lelaki berjubah. Suaranya amat kecil hingga tak sampai terdengar Meiko.

Musuh menjentikkan jari, tak lama kemudian 'peliharaannya' yang tak terhitung di langit bersamaan mengeroyok Meiko.

Dengan tawa bak psikopat, ia berteleportasi meninggalkan tempat itu. Merasa yakin Meiko tak bisa bertahan setelah ini.

                            ###

Raja masih tampak gelisah di singgasana. Menebak skenario apa yang hendak terjadi selanjutnya.

Dari dalam ruangannya yang tertutup, ia tiba-tiba saja mendengar pekikan dari para prajurit di balik pintu.

"Dia di sini...."

Pintu dibuka dengan kasar menampilkan sosok berjubah dengan topeng terpasang di wajahnya.

"Salam, Rajaku." Makhluk itu bergaya sok hormat dengan senyum sinis terbingkai di balik topeng.

"Apa tujuanmu sebenarnya?!" Raja berdiri, menyadari sikap hormat orang didepannya itu hanya pura-pura.

Subjek yang ditanya malah tertawa dengan tidak elitnya.

"Tentu saja mengambil Holy Asterisk Leo darimu, Tua Bangka!" Matanya memelotot garang menantang Raja.

Raja menyeringai. "Sayang sekali, benda yang kau cari kini berada di tempat yang aman."

"Jangan bercanda. Aku tau itu tertanam dalam dirimu. Dan aku akan mendapatkannya jika aku membunuhmu."

"Aku telah memprediksi hal seperti ini akan terjadi. Jadi aku telah memindahkan Holy Asterisk Leo secara diam-diam tanpa diketahui orang luar."

"Kalau begitu cepat beritahu di mana keberadaan Holy Asterisk Leo secara sukarela sebelum aku memaksamu dengan kasar."

"Aku raja di sini. Tak akan kubiarkan makhluk sepertimu dengan mudahnya memerintahku."

Mata kedua pihak saling berkilat tajam memandang satu sama lain. Jika saja mereka berdua sedang berada di dalam anime, dapat dipastikan ada efek tarikan listrik di antara mata mereka.

Di tengah ketegangan itu, asap hitam mendadak muncul di kekosongan udara, memunculkan makhluk berjubah lainnya dengan seekor burung yang terbang rendah di dekat bahunya.

Tidak salah lagi dia orang yang sama dengan yang melawan Meiko.

"Kau lama sekali."

"Maaf, Tuan. Gadis maid  itu sedikit menyusahkan. Tapi tak masalah karena aku sudah membereskannya," ujarnya yang baru tiba pada sosok berjubah yang lebih tinggi darinya di sebelah.

Alis Raja bertaut. 'Apakah maksudnya Meiko?' batinnya sedikit resah.

"Ahh baiklah. Aku punya permintaan untukmu." Makhluk berjubah yang dipanggil Tuan menjeda sejenak kalimatnya. "Habisi Raja sombong di depan sana." Suaranya yang dingin mengindikasikan kekejian. Ujarnya itu ditanggapi seruan 'siap' bawahannya.

                              ###

Di kedinginan tanah, Meiko terkapar lemah dengan butiran zen yang tak henti menguar dari lukanya.

Seorang prajurit pirang masih setia menggoyangkan tubuh Meiko. Berharap gadis ini bangun secepatnya.

"Meiko-san!"

Pria pirang itu masih belum menyerah. Dia menggoyangkan tubuh Meiko lebih kencang.

Beberapa saat kemudian, kerja keras pemuda itu akhirnya berbuah hasil. Meiko tersadar dari pingsan.

Mengerjapkan mata. Hal pertama yang Meiko sadari saat bangun adalah seorang pemuda pirang berada di sampingnya. Dan langit yang menghitam.

Tak dipungkiri lagi, langit tengah hari itu kini berwarna hitam pekat.

"L–Leon...."

"Syukurlah Anda sudah bangun, Meiko-san!" Mata pemuda pirang itu berbinar bahagia. Sesaat tatapannya beralih pada luka-luka gadis di rengkuhannya. Luka itu tertutup perlahan dengan sendirinya.

'Beginikah kehebatan Holy Asterisk?!' batinnya takjub. Strenght Asterisk Libra milik Meiko membantu pemulihan diri lebih cepat.

"Apa yang terjadi?! Kemana makhluk bertopeng itu pergi?!" tuntut Meiko yang baru sepenuhnya sadar.

Leon menghembuskan napas lemah. "Kristal Polaris berhasil dicuri. Makhluk aneh itu menutupi keberadaan kristal dengan sihir hitam. Dan akibatnya siang di Ursa Minor menghilang."

Mendengar itu, Meiko beringsut dari tangan kanan Leon yang menahan punggungnya. Berdiri. Mencoba melakukan teleportasi. Sayangnya tidak berhasil karena sihirnya sudah terkuras, sedangkan teleportasi menghabiskan cukup banyak sihir dan juga konsentrasi.

"Anda akan ke mana?"

"Tentu saja menemui Raja." Meiko masih mencoba melakukan teleportasi. Tapi tetap tidak bisa. Tubuhnya lalu limbung. Beruntung Leon menahan jatuhnya.

"Istana sedang dikungkung oleh sekawanan makhluk hitam melayang. Dan Raja memberi saya tugas untuk untuk menjagamu."

"Kalau begitu bawa aku ke ruangan Raja." Tatapan Meiko yang datar menunjukkan ketegasan.

"..."

"Cepatlah! Jangan buang-buang waktu! Firasatku buruk."

"B–baiklah." Leon segera merapalkan mantra. Ia membentuk pose berdoa. Meiko segera memegang pundak Leon. Cahaya yang keluar sesaat kemudian melenyapkan keberadaan mereka. Lenyap tak bersisa. Seolah tak pernah ada sebelumnya.

                                ###

Di ruang utama Kerajaan Sirius, kedua makhluk saling beradu kekuatan.

Raja melemparkan Light Impact—bola cahaya yang dapat meledak—ke kawanan burung yang menyerangnya. Beberapa ada yang tepat mengenai sasaran, sisanya lolos dan membuat ledakan di beberapa dinding ruangan.

Makhluk berjubah yang mengendalikan burung-burung itu tertawa keji menyaksikan adegan laga gratis ini.

Tepat selepas tawanya berhenti, Musuh menggerakan sebelah tangannya, memberi isyarat pada burung-burung di bahunya untuk menyerang Raja bersamaan.

Yang diserang kembali menepis serangan Musuh menggunakan bola bercahaya yang menyelimuti tinjunya.

"Sial!"

Sepersekiam detik selepas pukulannya mengenai seekor burung yang membawa bom kecil di kakinya, ia terlempar agak jauh dari tempat semula. Beruntung lukanya tak fatal karena sebelumnya ia memperisaikan diri dengan cahaya pelindung.

Pandangan mata Raja semakin menajam. Ia menarik napas panjang. Mendadak kedua bola bercahaya yang menutupi tinjunya semakin membesar. Berkobar biru menyala hingga ke siku. 

Sang Raja berlari menghampiri lawan. Meninju setiap burung yang mendekati kedua sisi tubuhnya.

Tinju Light Impact Raja beradu dengan Saber lawan. Perlahan bisa terlihat pedang besi tebal itu mulai retak. Musuh kehilangan konsentrasinya sesaat.

"Akhh!!!" pekik Musuh ketika punggungnya menyapa tembok istana disertai serpihan Sabernya yang hancur.

Raja tersenyum menang, ia sampai lupa bahwa musuhnya ada dua. Disebabkan kelengahan itu, Makhluk berjubah lainnya mengambil kesempatan untuk menusuk Raja dari belakang.

"K–kau!"

Di tengah tragedi klise itu, cahaya spiral muncul di udara kosong. Menampilkan sosok dua prajurit setia Sirius usai lenyap kembali.

"Uhuk!"

Pria nomor satu di Sirius itu terbatuk saat pisau di punggungnya ditarik. Lepas itu zen keluar dengan derasnya dari luka menganga di tubuhnya. Light Impact yang menyelimuti tangannya memudar.

"Raja!/Yang Mulia!" Leon dan Meiko memekik bersamaan. Mata mereka memelotot.

Pelaku penusukan itu menghindar, mendekati rekannya  disaat Meiko dan Leon menghampiri Raja mereka.

"M–Meiko... Syukurlah kau baik-baik saja...." Tubuh Raja yang kini berada di pangkuan Meiko mulai melemah. Sekujur badannya berbentuk kepingan mozaik yang selanya bercahaya.

"Bertahanlah, Yang Mulia! Leon! Panggilkan tabib segera!"

"T–tidak perlu... Aku sudah selesai.... Kalian berdua... J-jagalah Kaito untukku...." Raja sempat tersenyum di akhir hidupnya sebelum benar-benar pecah menjadi serpihan debu bercahaya yang melayang di langit.

Meiko berusaha meraih-raih kepingan tubuh Raja yang telah menjadi cahaya. "Tunggu! Y–Yang Mulia!"

Leon bergeming dengan pandangan nanar. Menatap bergantian Meiko dan Rajanya yang telah lenyap.

Gadis Libra itu menggigit bibir bawahnya. Ada cairan hangat yang meleleh di pipinya.

"Ahahah! Opera sabun yang indah! Aku cukup terkesan dengan rasa cinta kalian pada Raja negeri ini." Makhluk berjubah itu menyeka matanya yang sama sekali tidak menangis. Gaya mengejeknya sangat kentara.

Meiko bangkit dari posisi semula. Ia lalu menarik pedang di sisi tubuhnya.
"Demi kehormatan Raja dan Kemaslahatan Tanah Ursa Minor, tak akan kubiarkan makhluk nista seperti kalian lolos dengan tubuh utuh!" Matanya berkilat tajam dan dingin. Alisnya bertatut serius mengiringi acungan pedangnya pada makhluk berjubah.

"M–Meiko-san...." Leon tersentak ditempat kala merasakan aura tegas bercampur marah menguar dari tubuh gadis itu.

Ia sudah mengenal Meiko sejak dulu adalah sosok yang tegas. Tetapi jika sudah dihadapkan dengan masalah negeri dan kerajaan, gadis itu bisa sangat menakutkan untuk disentuh. Meski begitu, ketegasan itulah yang malah membuat Leon menghormati Meiko seutuhnya.

"Ahahahah! Aku mohon jangan menyia-nyiakan nyawamu, Gadis Timbangan." Makhluk itu terkekeh geli memegangi perutnya.

Leon berdecih kesal mendengar ejekan si lawan.

Meiko?

Panggilan 'Gadis Timbangan' cukup membuat maid itu mengeratkan gigi. Geram.

"Aku akan membungkammu." Meiko menghunus pedangnya ke arah musuh. Namun yang ditebasnya hanyalah udara kosong.

"Tidak perlu repot-repot." Makhluk berjubah yang kini berada di dekat jendela itu melemparkan kertas ke arah Leon yang paling dekat dengannya. Sontak Leon menghindar ke samping.

"Tenang saja. Itu hanyalah perkamen surat. Jangan lupa menyampaikannya pada para Asteron. Sampai jump—"

"Tunggu dulu!"

Terlambat.

Meiko tidak sempat mecegah teleportasi kedua musuhnya itu. Mereka hilang bersamaan spiral bayangan hitam yang menyerapnya.

"Meiko-san!"

Meiko mengalihkan pandangannya pada Leon yang menghampiri.

"Surat ini..."

"Biar kulihat." Gadis maid bersurai kemerahan itu mengambil surat perkamen di genggaman Leon. Ia membaca tiap baris kalimat yang tercatat di sana.

Demi keagunganku yang melebihi ketujuh kerajaan.

Aku mengundang para Asteron menghadiri festival kehancuran Ursa Minor.

Tepat sebelum okultasi, anak-anakku akan berada di Cyclus.
Melenyapkan mulai dari yang paling terang.

Debu dari zen yang menguar, akan menjadi aroma indah di hari itu.

Bersiaplah para penjaga!
Aku tidak sabar menyaksikan wajah ketakutan kalian!


Salam.

  
 
Selepas mengembalikan perkamen itu ke Leon, Meiko melangkah pergi. "Leon, panggil tabib terbaik. Aku harus cepat pulih untuk segera menemui raja baru kita." Ia berucap sambil berlalu.

Menaruh tangan kanan di dada, Leon tersenyum simpul. "Sesuai perintah Anda, Meiko-san."
 
 
                             ###

Kembali ke hari sesudah insiden...

Seorang rigel bersurai biru melempar asal perkamen yang telah dibacanya. Ia beralih menatap pelayan setianya yang berlutut hormat di karpet merah istana.

"Meiko!" Nada pemuda itu kini lebih tegas dari yang biasa terdengar. Namun, wajahnya masih terkesan tenang.

Gadis yang dipanggil tak merespon, menunggu kalimat selanjutnya dari Sang Raja.

"Panggil semua Asteron. Kita akan mengadakan rapat. Masalah ini tak bisa diselesaikan hanya oleh satu pihak... Aku mengandalkanmu."

Meiko bangkit. Ia lalu merunduk hormat dengan tangan kanan yang ditaruh di dadanya. "Sesuai perintahmu, Kaito-sama."

Kedua rigel itu berpisah dari ruangan. Kini mereka sibuk dengan tugas dan pemikiran masing-masing.

Walau bagaimanapun, inti dari pemikiran mereka hanya satu.

Menghentikan mimpi buruk Ursa Minor yang baru saja dimulai.
  
  
#To be Continued#
 
 
 
05/07/2017
================================

A/N

Hola!!! Ada yang kangen?!! 😆😆

Reader : Gak. Lu sape?! -__-

Oke bayy!! 🙋

HUWAAA JAAAATTT!!!! 🔪🔪😭😭

Yawdahlahh... Bay!!! 🙋

Don't forget give me KrikSar!!! 😋😋😋

Tengkyu!!! 😆

Bay!!!🙋🙋

Sincerely,

De Queen Rumi
RaDel28

*Sedang membaca daftar antrean book di library dan persiapan kelulusan SMP. Hoam😒

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top