Bab 6
.
.
.
.
.
.
.
Aster kembali ke Utopia. Turun dari mobil klasik yang sukses dia rebut kembali meski katanya sudah dibuang itu. Semua mungkin bagi Aster. Dia selalu bisa mengendalikan semuanya dalam genggaman.
Langkah tegas Aster tak menemui rintangan apapun. Semua orang menyingkir jika yang berjalan adalah si pemegang kekuasaan tertinggi di Utopia. Tak ada seorang pun yang berani menghalangi.
Tapi..
"Tunggu!" Lovelyn tiba-tiba menghadang. Dia sengaja merentangkan tangan menahan langkah Aster di lorong menunju kelasnya. Semua orang terdiam. Entah itu terkejut, atau cewek lainnya terlihat dengki.
"Gue perlu ngomong! Berdua!" Ungkap Lovelyn tiba-tiba dan tentu saja terdengar semua orang. Evan yang juga melihatnya hanya bisa berdiri memperhatikan mereka tanpa bisa berbuat apa-apa.
Padahal dia sudah memberi peringatan sebelumnya. Pikir Evan.
Aster tanpa protes mengikuti kemana Lovelyn melangkah. Terserah saja. Cewek berani ini, Aster pun masih penasaran dengan matanya yang mengkilat keemasan itu.
Lovelyn membawa Aster jauh menuju kolam renang sekolah di belakang sana. Sepertinya memang hanya spot itu yang kini sedang sangat sepi. Lagian orang gila mana yang mau berenang pagi-pagi buta kayak begini? Pikir Lovelyn.
"Disini aja." Lovelyn berhenti kemudian berbalik hingga kedua pasang mata itu kembali saling berhadapan.
Aster masih memperhatikan dan menunggu. Oh tidak! Kenapa jantung Lovelyn malah berisik? Bukankah dia kesini ingin meminta uang ratusan juta yang sudah ia hanguskan semalam? Meski bukan semua uang miliknya, namun Lovelyn merasa tak enak hati pada Evan sekarang.
"Lu gila?" Cecar Lovelyn. Namun disebut seperti itu, bukannya marah, ujung bibir Aster malah terangkat meski hanya sepersekian detik.
"Lu suruh gue bayar 134 juta! Sinting lu!" Lovelyn benar-benar tak tau harus mulai darimana. Dan lagi, apa umpatan itu saja cukup? Rasanya kini Lovelyn ingin meremas wajahnya saja saking kesalnya.
"Lu bayar?" Kekeh Aster. "Tajir juga yah..?" Aster melenggang lalu duduk santai di atas start blok di bibir kolam renang.
"Balikin duit gue gak?!" Tunjuk Lovelyn penuh ancaman.
Lagi. Aster kembali melihat kilat emas itu di mata Lovelyn.
"Apa lu?!" Lovelyn kembali menyalak ketika melihat Aster malah memandanginya seperti itu. Bukan apa-apa, lama-lama di pandangi seperti itu bisa-bisa salting sendiri. Kan harusnya sekarang marah-marah aja. Pikir Lovelyn.
"Golongan darah lu apa?" Tanya Aster tiba-tiba. Ya. Kilatan emas itu bisa jadi karena Lovelyn memiliki darah Emas yaitu Rh null. Golongan darah langka yang jelas di hindari oleh Aster.
"Si Any**ing.." Lovelyn menggeleng tak percaya. Bisa-bisanya Aster malah bertanya golongan darah dalam situasi seperti ini?
"Lu cek darah dulu gak pas masuk Utopia?" Tanya Aster lagi masih dengan nada santai bahkan diselingi senyuman khas yang terlihat tenang.
"Maksud lu apa si?" Kesabaran Lovelyn tidak setebal itu. Dia kembali melangkah lebih dekat dengan Aster hingga kini berdiri dihadapannya seolah menantang. "Gue gak lagi main-main Ter! Kalau bagi lu duit 134 juta itu kecil, bagi gue enggak!" Lovelyn berusaha menjelaskan. Siapa tau Aster paham dengan begini.
"Bagi gue juga besar. Kata siapa segitu kecil?" Jawab Aster dan malah terdengar bagai ledekan saja.
"Terus kenapa lu malah main-main sama duit segitu?! Bokap gue gak punya mesin cetak uang!"
"Gue tanya golongan darah lu apa?" Tanya Aster masih dengan suara lembut.
"Bodo amat!! Kenapa malah jadi golongan darah?! Gue pengen duit gue balik!" Lovelyn makin kesal dan malah terkesan teriak-teriak sendiri. Kayak ngomong sama orang gila gak si? Pikir Lovelyn makin frustasi.
"Golongan darah lu apa?" Aster bangkit lalu mendekat dengan wajah mengeras hingga membuat Lovelyn mundur sedikit demi sedikit.
"O!" Sergah Lovelyn akhirnya menjawab. "Napa si?!" Tanyanya kesal.
Wajah Aster kembali berubah ramah bahkan dihiasi senyuman cerah.
"Oke! Gue balikin duit Lo." Ujar Aster pada akhirnya dan hendak pergi dari sana.
Namun, Lovelyn menahan dan malah..
Byurrr!!
"Sekarang.." Padahal Lovelyn hanya ingin memastikan Aster membayarnya saat itu juga. Sumpah demi apapun, Lovelyn tidak berniat melemparnya ke kolam renang seperti itu.
"LOVELYN!!" Aster tentu saja menggelegar juga. Sekarang dia basah kuyup. Sialan!
"Gak sengaja Ter.. Sumpah!" Teriak Lovelyn dengan se-gunung rasa bersalahnya. Jika karena hal ini dia kehilangan 134 jutanya gimana? Otak Lovelyn makin ribut tentu saja.
Tak berniat kabur, Lovelyn menunggu Aster menepi dan kembali naik.
"Jadi balikin duit gue kan?" Lovelyn kembali membahasnya lagi ketika Aster berhasil naik dengan seragam yang tentu saja sudah sepenuhnya basah. Bahkan seluruh isi tasnya pun tak terselamatkan.
Enggan menjawab, Aster malah melempar tas miliknya lalu merengkuh kedua bahu Lovelyn dengan tangannya.
Gak adil kalau hanya dia yang basah kan?
Sreeet BYURRRR..
Aster bukan seorang pemaaf. Dia justru rajanya si pendendam. Gosipnya begitu kan? Dia bahkan tak peduli Lovelyn bisa berenang atau tidak. Sudahlah.. Tinggalkan saja.
Haghzzzzz... Lovelyn hanya bisa berenang ke tepi dan melihat punggung Aster sudah menjauh.
Gob***lok banget si? Padahal duit 134 juta sudah di depan mata. Tangisan Lovelyn langsung pecah saat itu juga. Padahal dia bahkan belum sempat naik ke permukaan.
Asu! E..
.
.
.
.
.
.
Aster pergi ke ruangan khusus dan malah melihat dua orang sedang mesum di dalam. Padahal itu ruangan yang selalu ia pakai untuk menyimpan segala keperluannya tanpa harus bercampur baur bersama anak lain.
"Eys.. Kenapa basah kuyup gini?" Tanya pria yang tadi asyik berciuman dengan seorang guru wanita cantik yang kemarin bahkan mengajar di kelasnya. Mereka terganggu namun makin tercengang karena yang datang adalah Aster.
"Berisik!" Aster enggan menjawab.
"Aku balik.." Guru wanita itu bergegas pergi meski sempat berpamitan dengan mesra pada pria itu.
"Telepon aku nanti.." Ujar pria itu yang bahkan memberi sedikit kiss bye terakhirnya. Si Guru wanita yang cantik itu tersenyum manis kemudian menghilang dibalik pintu selagi membenahi pakaiannya yang sempat terganggu tadi.
"Hei! Nyebur lu?" Pria itu kembali mendekat ke arah Aster yang kini tengah mencari pakaian ganti di dalam sebuah lemari. Kalau tak salah ingat, dia pernah menyimpan beberapa di sana.
"Ada apa sih sama Lovelyn?" Tanyanya.
"Yo!" Tangan Aster berhenti membuka kancing baju itu ketika mendengar nama Lovelyn kembali disebut-sebut. Dia bahkan menoleh pada temannya itu dengan penuh kebencian. "Jangan sebut-sebut nama dia!" Aster benar-benar muak dengan nama itu sekarang.
"Oke! Gue gak nanya lagi!" Gio angkat tangan lalu berbalik kemudian duduk di sofa panjang mewah itu selagi menunggu Aster berganti pakaian. Pria bernama lengkap Gionino Fernandez itu menunggu dengan seringai aneh sejak Aster menatapnya seperti itu.
"Kiyai Zidan udah sadar katanya." Ujar Gio tiba-tiba membuat Aster sempat berhenti sejenak lalu kembali membuka baju basahnya untuk ia ganti dengan kemeja baru.
Sepertinya Gionino bukan orang sembarangan. Jika dia berani berbuat tak senonoh di ruangan Aster, artinya dia tau banyak hal tentang Aster.
"Kalau kemarin lu gak telat mungkin Kiyai gadungan itu gak se-ngotot itu. Gue bego kalau soal komunikasi sama orang." Gio kembali berujar sambil melihat kembali punggung tangannya yang ternyata masih menyisakan luka meski mulai mengering.
Aster mengganti celananya juga kemudian melempar semua pakaian basah tadi ke dalam tong besar di samping kamar mandi.
"Mau gue telat atau engga, hasilnya sama aja. Dia abis kalau lagi-lagi bahas santet." Jawab Aster yang kali ini mulai mendekat ke arah Gio lalu duduk sambil mengancingkan tangan kemejanya.
"Emang beneran gak bisa?" Gio benar-benar penasaran akan hal ini.
"Gak perlu santet kali Yo.." Ungkap Aster yang tiba-tiba menoleh tajam ke arahnya dengan nada kesal. Kalau mau bun**uh orang bukannya tinggal bunuh aja? Kenapa harus melalui santet yang gak masuk akal?
"Ey.. Paham gue Paham.." Gio lagi-lagi mengangkat kedua tangannya dengan anggukan menyerah. Jika Aster sudah begini, dia mungkin akan memukulnya kalau di tantang lebih lanjut. Gio enggan mengambil resiko. Aster masih teman terbaiknya sejauh ini.
"Kalau soal Habib Manaj gimana?" Gio kembali membahas pekerjaan. Padahal bukankah mereka sedang di sekolah?
"Lu antek bokap gue?" Tanya Aster.
"Gue gak mungkin makan gaji buta kali Ter.." Gio menyeringai mencurigakan.
"Argh.." Aster menutup wajahnya dengan jas yang ia bawa tadi kemudian merebahkan punggungnya di sofa itu. "Ada yang lebih penting dari dukun-dukun itu Yo.." Ucap Aster setelah kembali membuka jas di wajahnya.
"Apa?"
"Gue liat kilat keemasan di mata Lovelyn."
Deg!
"Rh null?" Tanya Gio.
"Katanya O.." Jawab Aster yang juga masih tak yakin.
"Gue tanya Leyli.." Putus Gio yang mulai mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi guru yang tadi sempat bercumbu dengannya.
Koneksi mereka tanpa batas. Informasi sekecil ini, mudah saja.
.
.
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top