Bab 37

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Memangnya setelah kejadian itu, Lovelyn bisa istirahat dengan baik di rumahnya?

Oh..

Tentu tidak semudah itu. Sisa malam yang hanya tinggal sekitar empat jam saja, ia habiskan dengan melamun dan berselimut di atas kasurnya. Berusaha berbaring dengan nyaman pun tak ada hasil. Scroll tiktod juga malah makin segar.

Gak! Bukan rasa bahagia yang kini ia rasakan. Entah mengapa Lovelyn malah merasa makin khawatir. Bisakah dia tidak menyakiti Aster kedepannya? Dia begitu istimewa, pantaskah dia bersamanya? Apakah ini sudah benar? Apa tidak apa-apa?

Hanya keraguan yang kini muncul dalam benak Lovelyn. Semua tentang Aster. Lovelyn bahkan sama sekali tidak mempertimbangkan perasaan Ayaz yang tadi ditinggal begitu saja. Ah.. Lagi pula, dia bahkan tidak percaya sepenuhnya pada cerita Ayaz soal dirinya yang menghilang selama hampir dua bulan itu.

Ayolah.. Ini jaman apa? Turki dan tempatnya sekarang memang jauh. Tapi komunikasi itu kini semudah menjentikkan jari. Jika alasannya hanya karena ponsel hilang, bukankah semua orang punya ponsel sekarang? Alasan tentang ini pun sudah meragukan. Sudahlah.. Lovelyn enggan memikirkannya terlalu dalam. Gak penting juga.

Yang lebih penting itu..

Kenapa setelah kejadian tadi, Aster sama sekali tidak menghubunginya? Beberapa kali cek ponsel tak ada satu chat pun yang muncul. Harusnya basa basi atau tanya apa gitu?

Lovelyn masih menggeser-geser layar ponsel padahal matahari sudah mulai terbit. Last seen Aster juga terlihat tetap pada jam-jam siang kemarin. Dia bisa tidur dengan nyaman kah? Bisa-bisanya. Pikir Lovelyn.

Langit di luar jendela kamarnya sudah mulai memutih. Meski belum ada cahaya sinar matahari, namun bisa dipastikan hari menjelang siang. Lovelyn tuntas sama sekali tidak tidur.

Sadar jika matanya tak mungkin diajak istirahat, Lovelyn akhirnya menyerah. Kalau sudah begini, lebih baik siap-siap ke sekolah saja kan? Iya kan? Sesuai jadwal memang begitu. Bukan biar bisa ketemu Aster ya. Lovelyn hanya tak ada pilihan lain?

Ah..
Ya! Benar! Lebih bagus jika bertemu lagi. Bahkan ketika memikirkan dirinya berangkat ke sekolah yang sama dengan Aster pun membuatnya berdebar. Penampilan Aster yang selalu istimewa itu tak sabar ia lihat kembali secara langsung.

Ya! Kangen! Puas?

.
.
.

Hari menjelang siang. Lovelyn sudah bersiap dengan seragam Utopia dan penampilan segarnya. Bahkan untuk menata rambut saja, dia membutuhkan waktu satu jam lebih. Harusnya ini penampilan paling sempurna kan?

"Gak tidur?" Tanya Anthony ketika tengah duduk di meja makan dengan laptopnya sedangkan Lovelyn langsung duduk dan mengolesi selembar roti dengan selai kacang.

"Keliatan banget Pah?" Lovelyn terkejut kemudian sibuk mencari-cari cermin dalam tas sekolahnya. Bukankah tadi sudah berdandan maksimal? Kenapa masih terlihat? Pikirnya.

"Enggak. Kamu tetep cantik kok.." Ujar Anthony sambil tersenyum melihat Lovelyn yang malah buru-buru bercermin. Anthony mengambil roti yang belum selesai Lovelyn olesi dengan rata itu, kemudian ia bantu untuk meneruskannya.

"Papah udah transfer uang bulanan ya.." Tambahnya.

"Di tambahin gak Pah?" Pertanyaan Lovelyn malah terdengar ngeselin.

Tuk..

"Cari sendiri kalau mau punya uang lebih!" Anthony malah mengetuk kepala Lovelyn kemudian memberikannya roti yang sudah selesai ia olesi rata.

"Pelit!" Cecar Lovelyn lalu memakan roti itu sambil beranjak pergi. Dia bahkan tidak punya fasilitas apapun dari sang Ayah yang kaya raya itu. Boro-boro kayak Aster yang selalu di antar jemput Tomi, bahkan di kawal kemana-mana. Lovelyn selalu naik kendaraan umum padahal bukankah seharusnya wanita lebih berharga?

Tapi Aster juga sih. Dia juga istimewa. Lovelyn kembali meralat pikirannya sendiri. Setiap kali memikirkan Aster, moodnya kembali berubah baik.

"Lyn! Minta Aster jemput kamu aja.." Goda Anthony.

"Ogah! Bisa sendiri!" Jawab Lovelyn sambil terus berjalan tanpa menoleh lagi. Gengsi kalau harus hubungin Aster duluan. Semalaman kayaknya dia gak peduli tentang hal itu. Padahal belum ada penjelasan apapun soal kecupan singkat yang bikin ketar-ketir semalaman itu.

.
.
.

Sampai di sekolah, Lovelyn hendak masuk ke dalam gerbang. Dan tak lama, mobil Aster pun datang entah dari mana. Langkah Lovelyn terhenti. Menunggu atau pergi saja, dia masih belum bisa memutuskan. Lihat saja setelah Aster turun dan ia melihat mimik wajahnya, mungkin Lovelyn bisa memutuskan untuk pergi saja atau menyambutnya. Tapi..

Deg!

Lovelyn mematung tak jauh dari sana. Melihat Aster turun dari dalam mobil dengan sepatu mengkilat dan jas Utopia yang entah mengapa selalu terasa berbeda jika Aster yang pakai. Mata abu-abu yang kadang biru itu jelas sempat melihat ke arah Lovelyn.

Sampai sini, Lovelyn lupa. Aster mana bisa ditebak hanya dari mimik wajahnya saja. Bahkan setelah berbicara pun, kadang Lovelyn masih tak paham dengannya. Pantaskah Lovelyn menyambutnya atau mungkin melambai padanya?

Ah.. Sudahlah.. Tinggalkan saja. Kalau dia menunggu dan malah cuek, bukankah akan lebih memalukan?

Berjalan menjauh membelakangi Aster membuat Lovelyn berpikir untuk mencari tempat sepi saja pagi itu. Setidaknya dia harus menyadarkan diri terlebih dahulu sebelum bersiap menghadapi Aster. Tapi, suara langkah kaki dibelakang cukup mengganggu. Siapa dia?

"Lyn!"

Deg!

Lovelyn menoleh dan terlihat Aster bahkan hendak mengait tangannya namun ia urungkan karena melihat Lovelyn berbalik.

"Kenapa malah pergi?" Tanya Aster heran. Lovelyn benar-benar suka mendengar pertanyaan itu. Entahlah. Aster kini terlihat sedih dan kecewa hanya karena dia meninggalkannya seperti itu. "Marah lagi sama gue?" Aster makin mempertanyakan sambil sedikit menunduk berusaha memperhatikan lebih dalam raut wajah Lovelyn. Dan lagi-lagi perlakuan itu bikin meleleh. Aster bahkan terlihat panik selagi menanti jawaban Lovelyn.

"Enggak.." Jawab Lovelyn berusaha untuk tidak terlihat salting. Memangnya tahan di perlakukan seperti itu? Apalagi Aster pagi itu terlihat lebih segar dari kemarin. Makin tambah tamvan dalam segala sisi. Ah.. Gimana ini? Lovelyn kelabakan sendiri.

"Kok jutek gitu jawabnya?" Aster malah makin panik mendengar jawaban Lovelyn. "Maaf.." Dia bahkan tanpa ragu meminta maaf meski tak yakin dengan kesalahannya sendiri.

"Kenapa minta maaf?" Tanya Lovelyn heran.

"Pokoknya maaf. Apapun kesalahan gue, maaf.. Jangan ninggalin kayak gitu.." Aster terlihat tak tenang bahkan ketakutan. Entah apa yang begitu ribut dalam otaknya. Namun Lovelyn merasa sikapnya kala itu malah terlihat lucu.

"Apa sih?" Tanya Lovelyn sambil terkekeh. Aster pun ikut tersenyum sekilas melihatnya.

"Gak marah kan?" Aster kembali bertanya hati-hati untuk memastikan.

"Kenapa harus marah?" Tanya Lovelyn masih dengan senyuman sempurna.

"Ya.. Soal kemarin.." Aster menunjuk bibirnya ragu-ragu. Jadi maksud Aster sejak tadi ini? Lovelyn baru menyadarinya hingga membuat senyuman itu menguap seketika.

"Iya! Marah lah gue!" Lovelyn bak meralat semuanya. Ia pikir ini bukan soal pembahasan kemarin. Dia masih benar-benar malu soal itu. Lovelyn bahkan langsung berbalik meninggalkan Aster yang tentu kembali panik melihat Lovelyn berubah lagi.

"Lyn maaf.. Gue khilaf.. Sumpah! Mulai sekarang gue gak bakal nyentuh Lo kalau gak ada izin.." Aster mengejar sambil memohon-mohon.

"Sst berisik!" Tentu saja Lovelyn melotot karena kalimat Aster mungkin akan menjadi kesalahpahaman besar jika di dengar orang lain. Apalagi mereka selalu dan tidak pernah bosan jadi pusat perhatian. Entah mengapa ada banyak orang yang kepo tentang kehidupan mereka.

.
.

Sepanjang pelajaran, Aster terus menerus memperhatikan Lovelyn tanpa jeda. Bahkan ketika Lovelyn menoleh, Aster siap siaga memasang senyuman terbaik untuknya. Guru yang mengajar tak berani menegur Aster sama sekali meski sangat kentara Aster tidak memperhatikan pelajaran. Gampang aja. Aster tinggal meminta kelas khusus dan itu akan sangat menguntungkan guru.

Tanpa terasa, jam pelajaran itu pun berakhir. Lovelyn sempat menoleh ke arah bangku Aster kemudian bangkit untuk pergi keluar kelas. Seharusnya sih ke kantin. Pikir Aster.

Belum sempat Aster ikut bangkit, dia melihat Lovelyn dicegat seorang guru yang datang sembari bicara dengan guru yang baru keluar tadi. Mereka terlihat sedikit berdiskusi kemudian bergegas pergi entah kemana.

Ada apa memangnya? Pikir Aster.

"Ada apa?" Tanya Bayu.

Pake nanya. Aster malah kesal mendengarnya. Ia bergegas pergi menyusul. Semoga mereka belum jauh.

Eh tapi.. Ke arah mana mereka? Aster seketika kehilangan jejak padahal mereka belum lama pergi.
.

.

.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top