Bab 36

.
.
.
.
.
.
.
.

"Harus di rawat dulu biar cek up-nya lebih menyeluruh.." Lovelyn masih membujuk Aster yang langsung ingin pulang setelah melalui berbagai pemeriksaan darah, rongsen, cek irama jantung, CT scan jantung dan masih banyak lagi yang belum sempat Aster lakukan karena memang sebagian besar hasil normal-normal saja.

"Lyn.. Bilang sama Tomi, ini udah malem. Gak usah manggil semua petugas lab bahkan dokter USG, dokter spesialis jantung, semua dia panggil cuma buat cek up gue doang? Dia ngada-ngada aja. Ini udah malem dan mereka semua harusnya udah pulang kan? Jangan gitu lah ngerepotin orang.." Aster enggan membuat heboh semua orang hanya untuk memastikan hal yang sudah ia yakini.

"Tapi gue juga setuju sama Tomi." Ujar Lovelyn.

"Gue gak papa Lyn.. Tadi lu denger sendiri kan? Bahkan dokter pun bilang tensi gue normal, detak jantung gue bagus, hasil rongsen paru-paru juga baik-baik aja kan?" Aster masih berusaha untuk tidak merepotkan lebih banyak orang di sana.

"Tomi lagi manggil tim kardiologi.." Lovelyn terlihat lebih setuju dengan Tomi untuk memeriksa Aster lebih detil supaya menyeluruh dan makin yakin dengan diagnosis-nya.

"Gue balik sendiri aja." Aster sedikit kesal karena mereka masih juga menahannya padahal hasil dari pemeriksaan sebelumnya pun sudah jelas.

"Jangan gini dong Ter.." Lovelyn menahan dan masih mencoba membujuk. Namun Aster terlihat kehilangan kata-kata. Dia hanya terdiam sambil menatap Lovelyn. Bahkan tangannya yang digenggam pun dia biarkan seperti itu saja. Aster benar-benar ingin istirahat dengan benar malam itu. Padahal hanya tersisa setengah malam saja. Bahkan hanya tinggal beberapa jam sebelum matahari kembali terbit.

"Oke. Kita pulang." Putus Lovelyn pada akhirnya menyerah. Melihat Aster diam tentu lebih menakutkan dibanding dia merengek-rengek. "Tapi lain kali lu balik lagi sini dan periksa lagi." Lovelyn mengejar Aster yang langsung berjalan ketika Lovelyn bilang pulang tadi.

"Lu tau kenapa gue sakit sampai berdarah-darah kayak gitu?" Tanya Aster.

"Ya makannya harus periksa menyeluruh biar tau." Lovelyn kembali mengomel.

"Bukan! Gue udah tau jawabannya." Sambar Aster.

"Apa? Kenapa?" Lovelyn kesal sendiri.

"Gara-gara lu."

"Gimana?" Lovelyn tentu saja tak terima. Kenapa bisa karena dia memangnya?

"Pemilik kekuatan Biru kayak gue, sekalinya jatuh cinta, bisa bikin mati. Tiap kali lu berhubungan sama cowok lain, jantung gue sakit." Jawab Aster sambil terus berjalan berdampingan dengan Lovelyn.

"Kok bisa?"

"Karena gue istimewa mungkin? Gue bahkan bisa liat baju couple itu sebelum ketemu sama Lo." Aster menatap sinis baju yang masih Lovelyn kenakan saat itu.

"Ter.."

"Hm?"

"Tapi jangan tersinggung ya.." Pinta Lovelyn tak enak hati.

"Apaan?"

"Kalau periksa dulu ke psikiater mau gak? Gue temenin deh. Kalau gak salah bokap gue punya kenalan deh." Lovelyn terlihat menerawang.

Aster terkekeh miris mendengarnya. Sejauh ini ternyata. Sayangnya, dia sudah terlanjur menautkan hatinya pada orang ini. Aster merasa terlalu berbeda dengan Lovelyn. Dia bahkan tak lagi percaya dengan apa yang Aster katakan.

"Lu bahkan anggap gue gila." Kekehnya tak percaya.

"Bukan gitu.."

Drrrt
Drrrt
Drrrt

"Hm?" Aster menjawab panggilan Tomi di ponselnya dan langsung menjeda ucapan Lovelyn.

"Mas dimana?" Tomi terdengar khawatir.

"Pulang aja. Diparkiran." Jawab Aster singkat.

"Tim lab-nya udah datang Mas," Tomi bahkan tadi marah-marah karena mereka sempat menolak untuk datang malam itu. Tapi setelah datang, Aster malah begini?

"Suruh mereka pulang." Pinta Aster yang kemudian langsung menutup sambungan telepon itu.

Tomi tak lagi bisa mengelak jika sudah seperti ini. Ah.. Sudahlah.. Dimana-mana uang itu berkuasa kan? Aster orang penting. Tak masalah.

~

"Marah?" Tanya Lovelyn ketika Aster menunggu Tomi di parkiran depan dekat mobilnya dan masih diam tanpa berusaha mencari topik untuk dibicarakan.

Tak terlihat raut marah sebenarnya. Aster hanya enggan bicara dan hanya diam. Sepertinya stok kata-katanya sudah habis malam itu.

"Ter?" Lovelyn mencoba lagi namun hanya mendapat senyuman sekilas. Akhirnya dia kebingungan sendiri berusaha mencari-cari pembahasan lainnya.

"Ayaz selalu ada buat gue Ter.."

Deg!

Padahal jantungnya baru saja mulai tenang. Lovelyn kembali membuatnya bereaksi. Meski tak ada rasa sakit, tapi kalimat itu membuat Aster mulai berdebar. Dia menoleh kembali dan berusaha mencari jawaban di wajah Lovelyn. Untuk apa memangnya dia membahas Ayaz lagi.

"Lo bener. Hati gue udah pindah ke elo." Lanjut Lovelyn dengan senyum cerah. Aster tak lagi bisa melihat cahaya emas dari Lovelyn sejak bertemu di depan rumahnya tadi. Mungkin karena memang kekuatan birunya tidak memadai untuk itu.

"Tapi gue gak mau ngaku." Lovelyn masih melanjutkan perkataannya dengan tenang bahkan sesekali dihiasi senyuman lembut. "Gak tau kenapa sejak awal, diantara kita kayak ada sebuah benteng yang gak bisa gue tembus. Entah apa yang menghalangi, tapi rasanya susah banget buat nerima Lo."

"Lo pikir gue penyakitan?" Tanya Aster.

"Gak! Bukan." Sambar Lovelyn yakin.

"Terus?" Aster makin penasaran.

"Gue ngerasa, kalau gue deket Lo, gue bakal terus-menerus nyakitin Lo.." Lovelyn selalu merasa seperti ini tanpa sebab yang jelas. Selalu ada yang mengganjal meski ia sendiri tak tau pastinya apa. Meski mengaku dalam hati jika dirinya memang menyukai Aster, ada sisi lain dalam diri Lovelyn yang memintanya untuk pergi sejauh-jauhnya. Intinya, Lovelyn selalu meragukan perasaannya pada Aster. Padahal di tahan pun mana punya kuasa? Pesona Aster tak semudah itu ditolak sembarangan.

"Lu suka sama gue?" Tanya Aster kali ini menatap Lovelyn lebih dekat, dan semakin dekat. Tentu dibarengi iringan debaran jantung keduanya yang makin menggila.

"Ya.." Jawab Lovelyn.

Cup..
Deg!

Aster tiba-tiba mengecup singkat bibir Lovelyn dan membuat keduanya salting bersamaan.

Oops..

"Mas?" Tomi sepertinya melihat namun pura-pura bersikap biasa kemudian membuka kunci mobilnya begitu semakin dekat dengan mereka. "Pulang?" Tanya Tomi. Setidaknya keadaan Aster yang sekarang bisa dipastikan membaik. Meski Tomi baru saja usai menyelesaikan konflik pelik bersama para jejeran staf rumah sakit dan para tenaga medis yang sudah ia obrak abrik malam itu, perjuangan Tomi kini terbayar ketika melihat wajah Aster yang kini malah merona malu-malu. Lucu sekali.

"Ah.. Ya.." Aster bergeser karena sejak tadi bersandar di pintu mobil. Geriknya masih salting dan Lovelyn pun sama saja. Padahal Aster mulai bergerak membukakan pintu mobil khusus untuknya namun dia malah memutar dan membuka pintu sendiri untuk masuk ke dalam. Sabrut gak tuh?

Tomi mengangkat ujung bibirnya sebelum ikut masuk dan duduk di kursi kemudi. Mereka tambah lucu, ketika Tomi melihatnya di kaca spion depan. Keduanya saling membuang muka padahal jelas-jelas sudah berciuman.

CK CK CK.. Anak muda jaman sekarang.. Pikir Tomi.

.
.
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top