Bab 31
.
.
.
.
Tarik nafas dalam-dalam..
Setel lagu mellow, baca pelan-pelan..
Tolong resapi ..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Semenjak penolakan kedua, Aster mulai menjauh bahkan terlihat enggan bertegur sapa sama sekali dengan Lovelyn. Pikirannya, dia sedang menunggu kabar baik dari Lovelyn kan? Bukankah kemarin sudah memintanya untuk putus dari pacarnya itu?
Lagian siapa sebenarnya pacar yang selalu Lovelyn sebut-sebut itu sih? Aster benar-benar penasaran. Dia akhirnya meminta Gio untuk mencari tahu. Bahkan selepas pulang sekolah, mereka semua berkumpul di rumah Bayu.
"Dia di Turki.." Ujar Gio yang memperlihatkan akun instagram Ayaz di sebuah tablet. Tentu saja ada jejak digital bersama Lovelyn. Mudah saja kalau harus mencari tahu. Gio dan Aster duduk berdampingan bersama di sofa panjang rumah Bayu itu. Semakin lama melihat gambar-gambar Lovelyn bersama pacaranya, entah mengapa membuat Aster makin mendidih.
"Mereka masih berhubungan?" Tanya Aster sambil terus scroll foto-foto mereka hingga ke postingan terlama.
"Harusnya masih..." Jawab Gio.
Brakkkkkkk!!!!
Bjir!!
Gio sempat tersentak. Begitupun Bayu yang tengah menyeduh kopi di dapurnya. Tak ada yang menyangka Aster akan melempar tablet itu hingga hancur. Setelahnya tak ada yang berani bersuara. Apalagi melihat Aster malah mengusap kasar kepalanya makin membuat mereka bungkam.
Ini pertama kalinya mereka melihat Aster se-marah itu. Gio sempat menoleh ke arah Bayu yang hanya bisa bengong melihat tablet miliknya hancur berkeping-keping. Mau minta ganti, kemungkinan bakal kena semprot lebih parah. Ya sudah relakan saja. Pikir Bayu.
"Ter.. Kenapa harus Lovelyn sih?" Tanya Bayu mulai mempertanyakan sambil mendekat lalu duduk di hadapan mereka. Kopi yang tadi sedang ia tunggu menetes sedikit demi sedikit, ia tinggalkan begitu saja. Aster lebih penting kan? Kalau diabaikan bisa-bisa malah menghancurkan seluruh rumah. Bahaya.
"Lu tanya aja sama bokap gue!" Jawab Aster singkat namun dengan begini ia harap bisa menjelaskan semuanya. Mereka pasti paham. Selama mengenal Aster, hal yang paling dia takuti adalah Ayahnya. Aster bahkan akan mengusahakan apapun jika itu perintah Ayahnya. Gio dan Bayu paling paham soal ini. Meski sebenarnya Aster masih menyembunyikan perasaannya sendiri.
"Lu-nya sendiri, suka beneran sama Lovelyn?" Gio memberanikan diri bertanya meski kemungkinan tak akan mendapat jawaban pasti.
"Lu pikir ae sendiri!" Aster enggan menanggapi dan malah meminta Gio menebak perasaannya yang selalu diluar najwa. Ada banyak kemungkinan jika itu Aster. Mereka tak bisa menerka sembarangan.
"Gue ngomong sama bokap lu deh.." Ujar Bayu tiba-tiba. Aster yang tadinya hendak berbaring di sofa pun mengurungkan niatnya dan kembali menatap Bayu penuh tanya.
"Ngomong apaan?" Aster tentu penasaran.
"Lu di tolak lah.." Bayu terkekeh bersama Gio bahkan sempat bertos ria.
"Gilak lu sama temen sendiri.." Aster menggeleng tak percaya. "Heh! Kalian denger yah! Dia mau nolak gue berapa kali pun, kita tetep di jodohin. Gak ada pilihan." Aster masih merasa menang soal ini.
"Kayaknya Lovelyn gak tertekan kayak lu Ter. Dia bisa aja protes sama bokapnya biar perjodohan itu dibatalin." Gio makin memperpanas.
"Lagian nih Ter.. Memang apa enaknya si di jodohin kayak gitu? Gak ada cinta, terpaksa, gak bahagia.. Mana enaknya? Lu udah capek-capek cari duit selama ini, paling enggak cita-cita lu bahagia lah. Ketemu pasangan yang lu cinta, hidup bareng dia sampai tua. Apalagi sih? Iya gak?" Bayu kembali mengerucutkan semuanya untuk memancing Aster mengatakan isi hati yang sebenarnya.
"Bener Ter!" Gio kembali menimpali. "Kalau lu gak suka sama Lovelyn ngapain di kejar sih? Sia-sia aja perjuangan lu ntar.." Lanjutnya.
"Masa lu pada gak paham gue sih?" Aster malah terlihat kesal sendiri. Padahal bukankah dia sudah menunjukkannya dengan jelas selama ini?
"Gak paham gimana maksudnya?" Gio kembali mempertanyakan. Mereka sepertinya sudah mulai dapat hilal.
"Ya... Suka.." Aster mengaku pada akhirnya. Sudahlah. Biar bagaimanapun, dia butuh solusi dari kedua orang ini. Tak ada yang bisa Aster andalkan selain mereka. Meski ragu-ragu mengakui, tetap saja ia adukan pada kedua sahabatnya itu. Mereka mancing-mancing terus soalnya. Semoga kali ini tak membuat Aster menyesal karena telah lebih terbuka.
"Nah! Gitu kan enak." Gio puas mendengarnya.
"Terus gue harus gimana sekarang?" Aster mulai berani meminta pendapat. Namun Gio dan Bayu malah saling menoleh dengan tatapan tanya. Hahz iya. Aster lupa. Memangnya kapan mereka bisa diandalkan? Soal solusi masalah seperti ini mereka pasti buntu. Gak ada satupun diantara mereka yang sukses jika itu berhubungan dengan wanita.
"Mana gue tau." Gio menjawab apa adanya.
"Lu sendiri pengennya gimana sekarang?" Bayu malah balik bertanya.
"Ya kalau gue tau, gue gak akan nanya lu pada. Gimana si." Aster akhirnya melanjutkan kembali rebahan nyamannya karena memang sudah tak ada harapan. Benar kan? Mereka cuma punya satu kelebihan. Apa itu?
Ya.
Paling tidak mereka setia kawan.
~
Keesokan harinya, Aster sebenarnya tak berniat mencari Lovelyn di sekolah. Alih-alih mencari, lebih enak menghindari saja kan? Tapi sejauh mana dirinya harus menunggu sebenarnya? Bukankah beberapa hari lalu Aster sudah tegas meminta Lovelyn untuk putus dari pacarnya? Kenapa masih belum ada jawaban apapun? Dia memilih bersama si Turki itu kah? Artinya Lovelyn benar-benar menolak perjodohan?
"Demi apa? Kenapa gak bilang sih?! Kamu nyebelin.." Aster melangkah menuju gedung kosong namun malah mendapati Lovelyn yang sedang berbicara di telepon sambil menangis haru. Ya. Bisa dipastikan dia sedang senang sekarang. Namun raut senang itu seketika berubah ketika melihat kedatangan Aster.
"Kita ketemu di CIT aja. Tau kan?" Lovelyn melanjutkan meski dalam matanya kini ada sosok Aster yang menatapnya tajam.
"Oh.. Gak usah. Aku ke sana sendiri aja. Kamu tunggu di sana." Lovelyn masih meneruskan. "Oke. Ya.. Bye.." Bahkan masih sempat mengucapkan salam perpisahan di telepon meski kini sudah berhadapan dengan Aster begitu dekat. Lovelyn tak bergerak ketika Aster terus saja mendekat ke arahnya.
Tut..
"Siapa?" Tanya Aster. Ada banyak dugaan dalam otak Aster sekarang. Melihat betapa senangnya Lovelyn berbicara dengan orang di seberang sana, membuatnya cemburu tanpa alasan. Apalagi, Aster pun mendengar dengan jelas tempat janjian mereka saat itu.
"Cowok gue." Jawab Lovelyn tegas.
Deg!
Ah.. Sakit.. Hati Aster seketika berdarah-darah sekarang. Haruskah mengatakannya dengan cara itu? Rasanya Aster ingin di bohongi saja kalau seperti ini.
"Gue bilang putusin dia.." Ujar Aster yang bagi Lovelyn terdengar bagai lelucon konyol.
"Dih.. Lu siapa?" Jawab Lovelyn ketus kemudian berusaha pergi meski langsung di tahan.
"Gue Aster.." Raut Aster terlihat menakutkan sekarang. "Aster Zein!" Ulangnya dengan mata yang mulai memerah. Namun manik itu tak lagi berwarna biru. Lovelyn melihat bahkan warna matanya makin memudar. Padahal tadinya berwarna abu-abu pekat cenderung biru. "Gue suka sama lu Lyn.." Aster malah menyatakan cinta dengan lembut bahkan tangannya masih menahan Lovelyn enggan membiarkannya pergi.
Deg!
Lovelyn mematung. Ia lihat kembali ada lingkaran samar berwarna abu-abu muda yang menutupi mata birunya. Semua hampir tertutup hingga membuat Lovelyn makin khawatir.
"Mata Lo kenapa?" Tanya Lovelyn yang bahkan hampir menyentuh pipi Aster tanpa sadar.
"Hm?" Aster heran dengan pertanyaan dan reaksinya yang malah seperti ini. Tapi setidaknya kali ini dia tak langsung di tolak lagi kan?
"Lyn?" Aster kembali menangkap tangan Lovelyn yang hendak menurunkan tangannya lagi kemudian sengaja Aster tempelkan di pipinya. "Ini pertama kalinya gue kayak gini." Aster kembali menatap wajah Lovelyn dengan emosional. Bahkan genangan air mata di sudut mata Aster tak luput dari pandangan Lovelyn.
"Lu gak pernah hilang dari sini.." Lanjut Aster yang kemudian menempatkan tangan Lovelyn di dadanya. Kini getaran dada Lovelyn begitu hebat sampai-sampai mulutnya kali ini terkunci rapat. Dia bahkan sama sekali tidak berbuat apa-apa meski tangannya masih digenggam erat seperti itu. Apa ring abu-abu di mata Aster itu adalah sihir? Aster sedang menggunakan kekuatannya sekarang hingga Lovelyn serasa terpaku tanpa bisa bergerak dan berontak? Pikir Lovelyn.
Sreeet
Sadar dengan apa yang mungkin sedang Aster lakukan padanya, Lovelyn akhirnya menepis.
"Lu lagi hipnotis gue yah?" Tuduh Lovelyn. Aster malah kebingungan mendengarnya. "Lu dengerin baik-baik Ter, gue punya pacar. Kita udah lama sama-sama. Meskipun kita di jodohin, gak harus sampai kayak gini juga kan? Mungkin lu cuma tersugesti aja karena belakangan kita deket?" Meski masih terhitung penolakan, namun kali ini Lovelyn tak se-kasar sebelumnya.
"Kayaknya gue udah cukup dewasa buat ngebedain mana yang sugesti, mana yang memang ini perasaan gue." Aster kembali meyakinkan keraguan Lovelyn.
"Nanti juga lu bosen sama gue Ter.." Ayolah, Aster plis. Menyerah saja. Kalau terus seperti ini, Lovelyn bahkan bingung penolakan bagaimana lagi yang harus dia utarakan karena memang tak ada lagi dalih untuk menolak. Satu-satunya alasan yang ia pegang hanya Ayaz. Kalau saja Lovelyn tak kunjung mendapat kabar darinya, mungkin Lovelyn bisa lebih egois pada perasaannya pada Aster sekarang. Sayang, Ayaz bahkan sudah pulang ke sini bahkan menjelaskan dengan rinci kenapa dia sempat hilang kontak kemarin-kemarin.
"Kenapa sok tau sih Lyn?" Aster malah terlihat makin marah. "Intinya gue suka sama lu. Dan perasaan ini mana bisa gue rubah cuma karena lu gak mau sama gue? Gak semudah itu Lyn." Aster makin frustasi. Dia menghela napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya keras-keras.
"Oke! Gak masalah." Lanjut Aster tiba-tiba. "Oke.. Silahkan. Lu bebas punya pacar, atau jalan sama cowok manapun, terserah! Gue gak peduli. Asal perjodohan itu lanjut."
"Lu Gila Ter?"
"Ya gue gak peduli." Aster tak lagi memikirkan yang lain. "Asalkan masih bisa sama-sama Lo gak masalah." Air mata Aster sukses jatuh namun langsung ia hapus kasar dengan punggung tangannya. Dia terlihat tak tenang meski ucapannya terdengar begitu yakin. Dan, kenapa memalukan sekali? Aster pun tak paham kenapa harus sampai menangis seperti ini?
Setelah mengatakan semua itu, Aster terlihat menunggu jawaban. Memandangi Lovelyn penuh harap meski air matanya lagi-lagi mengganggu. Dan kembali ia hapus buru-buru.
Dipikir seperti apapun, tak ada jawaban yang pas untuk ini. Jika setuju-setuju aja, kemungkinan Lovelyn hanya akan berakhir menyakiti Aster lebih dalam nantinya. Dia tak mungkin setega itu. Bahkan melihatnya menangis seperti ini pun membuat hati Lovelyn juga tercabik.
Ah..
Sudahlah..
Tinggalkan saja..
Lovelyn memilih pergi meninggalkan Aster yang tak bisa berbuat apapun. Ia hanya memandangi punggung Lovelyn tanpa daya bahkan malah ambruk sendirian. Kali ini tak lagi bisa ditahan. Aster hanya ingin menangis. Entah apa alasannya, kenapa jatuh cinta pada Lovelyn bisa sehebat ini? Padahal sebelumnya ia tak pernah menemukan rasa yang sama. Bukankah yang membedakan Lovelyn dengan cewek lain hanyalah sebuah cahaya emas yang masih juga menjadi misteri itu? Apa memang cahaya emas yang membuat perasaan Aster menjadi gila seperti ini?
Ah..
Kenapa se-sakit ini?
Aster ~
.
.
.
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top