Bab 26

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Kalau bukan kamu yang ngasih tau, mungkin gak bakal ada yang cari dia." Aster dan Mbah Gun turun dari sebuah mobil yang mereka tumpangi setelah mencari tetangga Mbah yang terlibat kecelakaan tunggal di suatu tebing curam tak jauh dari lokasi padepokan. Mereka melaporkannya pada kepolisian juga keluarga terkait tentu saja. Setelah memastikan ada orang yang mengambil alih, Aster dan Mbah Gun kembali ke padepokan.

Tomi, Bayu dan Gio yang ikut memakai mobil lain juga sampai di padepokan. Mereka turun lalu menghampiri Aster dan Mbah Gun yang masih berbincang.

"Mas, mau masuk dan makan dulu di dalam?" Tawar Mbah Gun.

"Saya langsung pulang aja Mbah." Pamit Aster meski tak enak hati menolak.

"Ah.. Ya sudah. Sering-sering ke sini Mas. Jangan melulu harus di suruh Bapak. Padepokan Mbah selalu terbuka buat Mas Aster." Ungkapnya yang entah mengapa membuat hati Aster menghangat.

"Makasih Mbah, saya permisi." Aster beberapa kali menganggukan kepala tanda hormat kemudian bergegas masuk ke dalam mobil yang Tomi bawa. Gio dan Bayu melakukan hal yang sama pada Mbah Gun bahkan sempat mencium tangannya terlebih dahulu sebelum menyusul Aster ke dalam mobil.

"Hati-hati.." Pesan Mbah Gun pada Tomi yang kemudian mengangguk seolah menerima perintah. Entah karena alasan apa, Mbah Gun terlihat sedikit cemas. Tomi tak berani bertanya macam-macam.

Mobil mereka terisi lengkap dan Tomi yang duduk di kursi kemudi mulai membawa mobil keluar dari gerbang padepokan. Sesuai perintah Mbah Gun, Tomi menjalankan mobil dengan hati-hati. Jika majikannya begitu hormat pada Mbah Gun, bukankah Tomi yang hanya seorang bodyguard pun harus melakukan hal yang sama bahkan lebih?

Ueeekk..
Ueekk..
Uhuk..

Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan Aster yang terlihat mual dan ingin muntah. Gio yang duduk di belakang bersamanya mulai panik.

"Kenapa Ter?" Tanyanya. Tomi dan Bayu pun ikut memperhatikan.

"Gak tau.." Jawab Aster yang malah makin terlihat lemas. Bahkan kini ia merasa ada beban berat yang menghimpit dada. Sebenarnya ini sudah ia rasakan sejak pulang dari tebing curam itu. Namun, ia tahan karena enggan membuat Mbah Gun khawatir. Aster bahkan masih bisa menyetir untuk Mbah Gun tadi. Tapi begitu duduk di mobilnya, rasa sakit itu bukannya membaik, malah makin menyiksa.

Ueeek..
Uhukk..

Gio cepat-cepat meraih beberapa lembar tisu lalu membantu Aster dan betapa terkejutnya dia ketika Aster ternyata memuntahkan gumpalan-gumpalan darah. Cukup banyak hingga membasahi tisu-tisu yang di genggam Gio.

"Anj**ing! Tom! Berhenti Tom! Dia muntah darah!" Panik Gio yang kini tengah menggenggam tisu penuh darah di tangannya. "Ter.." Gio sempat mengusap punggung Aster meski melempar tisu itu sembarangan. Dia kini terlihat lemas bersandar di jok mobil sambil meringis memegangi dadanya.

Tomi tentu saja langsung menepi. Bayu yang juga ikut panik berbalik dan memberi Gio beberapa lembar tisu lagi untuk membantunya.

Uhuk..
Uhuk..

"Mas.." Tomi benar-benar khawatir melihat Aster. Apalagi Gio yang terlihat gemetar ketakutan karena Aster lagi-lagi batuk dan memuntahkan darah dengan napas pendek-pendek. Sepertinya kesadaran Aster makin menipis. Bayu bergegas turun lalu ikut duduk di belakang menghimpit Aster. Setidaknya jika di sana, dia bisa sekedar memijat atau mungkin menyediakan bahu untuk bersandar.

"Tom! Ke rumah sakit aja!" Keadaan ini tak mungkin mereka atasi sendiri. Apalagi mereka kini sedang berada di tengah jalanan tak berpenghuni. Sejauh mata memandang tak ada pemukiman dan hanya hamparan sawah luas di kanan dan kiri jalan. Aster yang kini setengah sadar pun tak bisa memberi mereka perintah apapun. Boro-boro perintah. Untuk mengendalikan rasa sakit saja begitu kewalahan.

Mendengar perintah Bayu, Tomi bergegas kembali menyalakan mobil lalu tancap gas menuju rumah sakit. Setidaknya ini pilihan terbaik untuk saat ini. Jika dibiarkan dan Aster mati di sana, Tomi dan kedua orang itu pasti tak akan rela.

Emmhggh... Aster makin meremas dadanya dan terlihat makin kesakitan. Ia merasa ada sebuah kekuatan yang kini sedang melilit jantungnya tanpa rasa kasihan. Aster berteriak-teriak saking sakitnya. Hantaman di dalam dada itu ia rasakan berkali-kali lipat siksaannya. Rasanya lebih baik pingsan saja namun kesadaran Aster sama sekali tak terenggut sebanyak apapun dia mengeluarkan darah di mulutnya.

"Yu.. Gimana Yu.." Gio tentu saja makin panik. Aster terlihat kesakitan. Menggeliat kesana kesini dan terlihat sesak. Bahkan matanya terlihat membiru dan tak kunjung berubah abu-abu seperti biasanya. "Guna-guna bukan sih?" Tanya Gio saking bingungnya.

Siapa memang yang bisa menjawab? Tak ada seorangpun dari mereka yang tau ada apa dengan Aster. Bahkan darah yang tadi keluar dari mulutnya kini malah makin menyembur bersamaan dengan batuk yang terdengar begitu menyakitkan.

Perjalanan ke rumah sakit malam itu menakutkan. Ini pertama kalinya Aster seperti ini. Mereka hanya bisa berada di samping Aster tanpa bisa membantunya mengatasi kesakitan yang ia alami.

"Ter.. Jangan tinggalin gue Ter.." Cicit Gio yang benar-benar kehilangan arah. Aster teman terbaik mereka selama ini. Dan kehilangan Aster adalah ketakutan terbesar mereka tentu saja.

Jarak rumah sakit semakin lama makin dekat. Aster sedikit demi sedikit mulai tenang. Perlahan tapi pasti, rasa sakit itu mulai bisa ia kendalikan. Tak ada erangan kesakitan lagi, tak ada batuk dan muntah darah lagi, namun kini dia malah tak bergerak sama sekali.

"Ter.. Aster.." Bayu mencoba membuatnya kembali. Dan beruntung, ternyata Aster tidak pingsan. Dia membuka mata meski masih dalam keadaan lemah. Gio kembali mengambil tisu lain untuk sekedar membersihkan ujung bibir Aster. Jangan di tanya bajunya yang memang sudah penuh dengan cipratan darah. Biarkan saja toh tak akan mudah di bersihkan hanya dengan selembar tisu.

Keadaan mobil saat itu mengerikan. Penuh dengan tisu bekas muntahan darah. Gio dan Bayu masih menggenggam tangan kanan dan kiri Aster berharap dia membaik dengan sendirinya. Tomi pun terlihat memantau di kaca spion sambil menyetir. Dia sempat berpikir, mungkin kah ini yang Mbah Gun cemaskan tadi? Gumam Tomi.

"Gimana sekarang?" Tanya Bayu.

Aster masih bersandar tak berdaya dengan napas pendek-pendek. Sedangkan Gio yang tadi panik kini malah ingin menangis lega melihat Aster yang mulai mengangguk mendengar pertanyaan Bayu.

"Tom.. Pulang.." Ujar Aster pelan.

"Ya Mas.." Tomi seketika berbalik arah langsung menyanggupi tanpa ba bi bu.

"Gak ke rumah sakit?" Bayu kembali bertanya. Gio malah sibuk menghapus air matanya yang tak bisa lagi dibendung.

Aster menggeleng dan sesekali menutup matanya seolah ingin kembali mengumpulkan energi yang baru saja terkuras habis.

Darah-darah itu, bisa dipastikan bukan milik Aster. Sepertinya di tebing curam tadi, ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuhnya dan berusaha menyakiti. Namun kekuatan biru Aster berhasil mengeluarkannya meski harus menguras energi.

"Tadi mata lu biru.." Ungkap Bayu yang memang tak lepas memperhatikan Aster sejak tadi.

"Iya. Gue juga liat. Lumayan lama." Gio juga ikut bicara.

"Lu nangis?" Tanya Aster pelan dengan kekehan tipis.

"Enggak any**ing!" Gio melempar tangan Aster mengelak. Namun dia tak berani kasar-kasar. Hanya melemparnya pelan karena enggan menyakiti sahabatnya itu.

"Biasa aja any**ing!" Bayu ikut meledek dan terkekeh menggoda Gio yang malah salting.

"Lu bikin panik orang bang**sat!" Keluh Gio yang sempat mengusap wajahnya berharap rasa paniknya tadi segera mereda dan seolah meyakinkan diri jika ia bisa tenang sekarang.

"Mas? Ada apa?" Tanya Tomi yang lebih ingin tau tentang perubahan keadaan Aster yang baru saja terjadi. Tomi masih bertanya melalui kaca spion depan karena harus fokus menyetir.

"Kayaknya ada makhluk yang berusaha masuk. Sayangnya dia terbunuh.." Aster menujuk darah-darah di tisu itu. "Arrrgh.. Sakit banget anj**ing!" Aster mengeluh lalu menaikkan kedua kakinya, bersandar di bahu Gio bahkan memeluk tangan Gio dan terlihat nyaman.

"Ih.. Sana ah! Lu bau darah!" Meski tak menyingkirkan Aster, Gio bersikap seolah enggan.

"Gue tau lu sayang banget sama gue Yo.." Ungkap Aster sambil memejamkan mata di bahu Gio.

"Kagak! Kata siapa.." Elak Gio yang membuat mereka hanya bisa tersenyum bahkan terkekeh karena Gio yang masih juga jaim. Padahal tadi dia yang paling panik melihat Aster kesakitan, bahkan sempat-sempatnya menangis.

Setidaknya ada teman seperti ini, sudah membuatku tak lagi serakah. Jika memang kekuatan ini kutukan, Tuhan tetap adil karena aku ditakdirkan hidup bersama orang-orang ini..
Aster~

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top