Bab 25
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Aster, Tomi, Gio dan Bayu sudah mendapat mandat untuk pergi ke sebuah tempat dimana Mbah Gun memanggil mereka untuk membantunya memecahkan masalah klien yang datang padanya.
Diantara semua dukun yang bekerja sama dengan Erlangga. Hanya Mbah Gun yang memang paling dekat dan paling dianggap sebagai panutan. Tambah lagi, Erlangga masih kerabat Mbah Gun jika dirunutkan dari silsilah keturunan. Meski memang terhitung saudara jauh. Karena itu mereka tak pernah absen jika Mbah Gun sudah memanggil. Aster juga sangat mengagumi dan menghormati Mbah Gun.
Dia seorang yang hidup sederhana dan sebenarnya tak pernah membuka praktek meski bisa memanfaatkan Aster lebih dari yang dia mau. Apalagi Erlangga pun terlihat sangat menghargai orang ini. Namun niat Mbah Gun justru murni memang hanya ingin membantu.
Dia terkenal jujur dan bijaksana. Praktek yang ia buka akhirnya hanya sebuah pondok padepokan silat yang memang diperuntukkan sebagai tempat singgah bagi para atlet silat atau mungkin orang yang ingin mempelajari tentang ilmu bela diri.
Aster, Gio dan Bayu pun mempelajari bela diri di tempat itu sejak SMP. Namun beberapa tahun terakhir sudah jarang ke sana karena memang tak sempat. Karena ini Aster cukup senang bisa bertemu kembali dengan Mbah Gun.
"Siapa orangnya Mbah?" Tanya Aster yang tengah berbincang berdua dengan Mbah di sebuah gazebo cantik terbuat dari bambu yang sudah di cat mengkilat.
Tomi, Bayu dan Gio terlihat sudah bergabung bersama yang lain, sesekali mengajari pendatang baru di lapangan paving blok yang teduh dengan pepohonan itu.
Suasana asri disana selalu membuat Aster betah tinggal berlama-lama. Jika sudah bebas nanti, tempat seperti inilah yang Aster inginkan untuk menikmati sisa hidupnya. Jauh dari kebisingan, tak ada bangunan yang lebih megah atau barang mewah yang membuatnya selalu merasa terbebani. Aster ingin hidup sederhana meski setiap hari hanya bisa menikmati ubi dan kopi.
Tapi, memangnya bebas dari apa? Dan kapan itu terjadi? Aster pun tak pernah tau pasti masa depannya sendiri.
"Tetangga Mbah.." Jawabnya sambil menunjuk komplek perumahan yang tak jauh dari padepokan itu. "Padahal mah rumah udah gedong. Ngapain juga pake pengen nyalon segala kan? Tiap hari datang ke sini cuma buat nanyain katanya bisa gak kalau dia nyalaon? Kepilih gak nanti? Kampanyenya harus sejauh apa? Hah.. Pusing kalau dia udah datang." Keluh Mbah yang terlihat gigi-gigi ompong yang sudah tinggal satu itu.
Aster ikut tertawa kecil mendengarnya. "Tapi Mbah tau kan, Aster harus ketemu dulu sama dia kalau harus baca masa depannya." Ujar Aster.
"Ya. Mbah minta dia ke sini kok sore ini. Harusnya sih udah datang tapi kemana ya?" Ungkap Mbah Gun yang sempat melihat jam hitam ditangannya. "Kita tunggu di gazebo depan aja biar keliatan kalau dia datang ya?" Pinta Mbah Gun yang lalu disambut anggukan setuju dari Aster.
Mereka akhirnya berjalan sedikit ke depan lalu kembali duduk di sebuah gazebo yang sama persis seperti gazebo belakang. Rumah Asri yang sederhana itu terlihat makin cantik dengan beberapa gazebo yang sengaja di buat di berbagai spot. Jangan bayangkan rumah sederhana itu kecil ya. Tentu sebuah padepokan membutuhkan bangunan yang luas untuk sekedar mess atau mungkin aula besar untuk perkumpulan atlet. Bahkan luas tanah di sana kurang lebih setara dengan sebuah stadion bola.
"Mas.." Panggil Mbah Gun ketika mereka kembali tengah duduk bersama di gazebo itu. Aster menoleh dengan perhatian penuh. "Mumpung Mas Aster ke sini, sambil nunggu, ada sesuatu yang pengen Mbah sampaikan sebenarnya."
"Apa Mbah?" Tanya Aster penasaran.
"Mbah ada murid beberapa bulan lalu. Kebetulan dia datang dari jauh dan kesini karena gak punya tempat tujuan. Ya sudah. Mbah kasih dia tempat tinggal, makan, dan Mbah kasih latihan tipis-tipis." Jelasnya yang terlihat ragu-ragu. "Tapi maaf nih kalau memang ini di luar dari pembicaraan Mbah sama Pak Erlangga.." Mbah Gun makin tak enak hati.
"Gak papa Mbah, sampaikan saja." Aster tak mempermasalahkan kalau untuk Mbah Gun.
"Dia makin lama di sini makin ngaco. Makannya dua hari lalu Mbah usir secara halus. Mbah kenalkan sama seseorang dan tadi. Baru tadi sebelum Mas Aster ke sini, salah satu murid Mbah bilang, katanya dia masuk YouTube."
"M... maksudnya gimana ya Mbah?" Aster masih belum bisa paham arah pembicaraannya.
"Jadi dia itu kayak punya aliran sesat yang mengatasnamakan diri sebagai titisan Tuhan. Disini pun banyak sekali mempengaruhi murid-murid Mbah sampai anak-anak keluar malem buat ritual aneh-aneh. Pernah sekali waktu, sampai pakai perjanjian darah segala katanya. Gak tau persisnya kayak apa, tapi bisa dipastikan ini sesat. Ini melenceng." Jelas Mbah Gun. Ini yang Aster suka dari Mbah Gun. Meski namanya mencerminkan dukun profesional, tapi dia paham mana yang masih di dalam jalur agama, dan mana yang sudah membelok. Dia cukup agamis.
"Baru dua hari lalu Mbah usir tapi tadi pagi anak-anak heboh. Ternyata dia di wawancara sama youtuber lumayan terkenal. Dia ngobrol kesana kemari katanya bisa mengendalikan jin, ngobrol sama jin, bisa membuka aura, bisa pelet, santet dan banyak lagi yang dia omongin. Wah pokoknya bahaya. Takutnya, ini mah Mbah mungkin bisa salah juga ya. Takutnya, ini malah strategi marketing dia buat narik pelanggan. Kalaupun. Kalaupun dia memang punya semua kekuatan itu, kalau di share di media kayaknya gak elok Mas. Takutnya dia bawa-bawa padepokan sini. Mbah gak mau padepokan Sila ini tercoreng sama ulah dia. Di Video yang tadi Mbah tonton pun, sudah samar-samar sebut padepokan tapi belum lengkap dengan namanya. Tapi nanti lah kita obrolin lagi supaya Mas juga tau seberapa melencengnya ajaran dia."
"Namanya siapa Mbah?" Tanya Aster mulai penasaran.
"Namanya Agam. Tapi di YouTube gak tau kenapa namanya berubah menjadi Ki Ageng. Katanya nama itu sejak lahir dia punya. Gak tau lah omongan dia yang bener yang mana." Jawab Mbah Gun yang terlihat lumayan frustasi dengan ulah murid dadakannya yang satu ini.
"Mbah yakin dia punya kekuatan kaya gitu?" Tanya Aster ingin memastikan lagi. Jika ya, pasti ada aura merah yang bisa ia lihat ketika bertemu orang itu.
"Kayaknya sih engga. Dia kayak orang yang lagi halusinasi jatuhnya. Tapi Mbah gak bisa pastikan. Kalau Mas berkenan, Mas bisa lihat sendiri nanti. Atau di video aja?" Tawar Mbah Gun.
"Gak bisa lewat video Mbah," Aster tersenyum tipis karena memang kekuatannya tak se-ajaib itu bisa digunakan hanya dalam tangkapan gambar saja.
"Ya sudah nanti saja kita obrolin lagi. Kayaknya perlu penjelasan yang lebih panjang lagi dari ini." Kekeh Mbah Gun. Aster hanya mengangguk kemudian pandangannya tertuju pada seseorang yang tiba-tiba datang seorang diri memakai kemeja putih lengkap dengan dasi kotak-kotak hitam dan celana abu-abu.
"Oh.. Itu Mbah?" Tanya Aster sambil menunjuk ke arah pagar.
"Mana?" Tanya Mbah yang masih belum bisa melihatnya dengan jelas.
"Itu kan? Gak di buka Mbah?" Aster melihat orang itu berdiri di depan pagar sambil memandang ke arah mereka.
"Mas?" Mbah Gun melihat kilat biru di mata Aster. Hanya sekilas dan kembali mata itu berubah abu-abu. "Gak ada siapa-siapa Mas.." Ungkapnya yang entah mengapa sikap Aster membuat bulu kuduknya meremang.
"Oh?" Aster heran mengapa Mbah Gun tidak bisa melihat orang itu padahal jelas-jelas dia sedang berdiri mematung di depan pagar.
Eh tapi, semakin lama di pandangi, orang itu sama sekali tidak bergerak dengan ekspresi datar. Dan makin diperhatikan, kepalanya yang basah itu terlihat tak wajar.
Tunggu. Aster mendekat untuk kembali memastikan.
"Mas.." Mbah Gun terlihat khawatir namun Aster memberi isyarat jika itu bukan apa-apa.
Dugaan Aster benar. Rambut itu basah sebab darah yang mengucur di kepalanya bahkan merembes sampai kerah kemeja putih yang ia pakai.
"Mbah. Tetangga Mbah namanya Arsik.." Aster tidak bisa membaca name tag yang dikenakan pria itu karena memang sudah terhapus karena gesekan kasar.
"Ya Mas!" Mbah Gun membenarkan.
"Dia kecelakaan Mbah."
Jika keadaan pria itu hancur begitu, artinya dia memang mengalami kecelakaan. Roh yang kini datang bisa Aster pastikan hanya sebuah kesadaran yang memang akan sampai kemana dia akan melangkah sebelumnya.
Begitu Aster menginformasikan hal itu, arwah pria yang semula hanya berdiri di depan pagar tiba-tiba menghilang tertiup angin.
Wussh..
Aster sempat merasakan hembusannya berbarengan dengan cahaya biru yang meredup di matanya.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top