Bab 21
.
.
.
.
.
.
NEXT JANGAN YE..
Menerka-nerka itu suatu kejahatan!
Lovelyn keluar dari gerbang rumahnya dan menemukan sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan pagar. Tadi Evan mengirim sebuah chat yang katanya sedang menunggunya di depan. Ada apa memangnya? Kalau diingat-ingat ketika di sekolah, Evan bahkan sempat terlihat enggan bicara dengannya bahkan menghindar. Tapi sekarang malah minta ketemu? Aneh si ini.
"Masuk!" Ujar Evan ramah yang ternyata masih enggan turun dari mobilnya.
"Ada apa?" Tanya Lovelyn heran. "Lu mau futsal?" Ia kembali bertanya karena melihat Evan memakai kaos jersey bertuliskan Utopia.
"Heem bentar lagi." Evan sempat melihat jam di tangan kemudian kembali tersenyum ramah pada Lovelyn. "Mau ikut gak?" Ajaknya setelah Lovelyn sukses masuk ke dalam dan duduk di sampingnya.
"Kemana?"
"Latihan futsal." Jawab Evan semangat. Sejak datang tadi, wajahnya sedikit berbinar meski dengan mata yang memerah kayak iritasi bahkan terlihat berair. Atau sudah menangis?
"Van, lu bukannya sakit? Kenapa harus olahraga yang berat-berat si?" Tanya Lovelyn heran.
"Penyakit gue gak seberat itu kali Lyn." Kekehnya. Lovelyn masih melihat keanehan itu. Evan tak terlihat tulus seperti Aster. Apa mungkin selama ini dia salah? Mungkinkah seharusnya yang ia curigai itu Evan? Atau mungkin ini akibat dari keseringan interaksi sama Aster?
Lovelyn hanya bisa mengangguk seolah-olah paham.
"Jadi gimana? Ikut gak?" Evan kembali menawari.
"Boleh deh." Gak enak juga kalau harus menolak. Kayaknya dia bakal kecewa kan? Lagian Evan siapa sih? Lovelyn juga sudah mengenalnya sejak lama. Meski tak yakin dengan dia yang sekarang itu seperti apa, tapi Lovelyn bisa pastikan ini Evan yang dulu.
"Ya udah, pake sabuk pengamannya." Pinta Evan.
"Lah? Gue ganti baju dulu kali.." Lovelyn hanya memakai sporty hot pants dan tanktop putih yang dibalut kardigan rajut. Setelan rumahan yang mana boleh digunakan buat jalan? Apalagi sama doi ye kan? Eh? Maksud Lovelyn seenggaknya kalau mau pergi jauh dari rumah bukankah pakaiannya tidak seperti ini?
"Ngapain ganti baju? Gini aja udah cantik.." Ungkap Evan yang seketika membuatnya merinding. Gak tau kenapa rasa yang dulu pernah ada menghilang entah kemana. Mungkin tergantikan kali ya? Ada banyak cowok lain yang pesonanya lebih bikin sesak daripada Evan. Aster misalnya.
Heh! Jangan mikir kejauhan! Maksudnya Ayaz! Bukan Aster ya! Inget! Lovelyn berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Terlalu cetek kalau harus disebut jatuh cinta pada Aster secepat ini kan? Lagipula, masih ada Ayaz di hatinya. Ya! Ini harus terus menerus diulang biar gak lupa diri.
"Masa gue pake ginian si Van.. Gue juga mau bawa duit dulu." Lovelyn melihat kembali kardigan tipis yang ia kenakan bahkan tak bisa menahan dinginnya malam itu. Atau setidaknya bawa duit lah. Meski recehan, tapi buat jaga-jaga kan?
"Duit lu masih ada di gue. Kenapa juga kemarin tf gue 10 juta si Lyn?" Tanya Evan mulai membahas padahal selama ini tak pernah mempertanyakan. Entah tak sempat melihat ponsel, atau memang tak peduli. Lovelyn makin curiga dengan tingkahnya ini.
"Bayar duit party itu Van, gue cicil gak papankan?" Sekalian saja dia membahasnya sekarang.
"Gak usah dibalikin juga gak papa kali Lyn. Gue gak minta kok." Evan kemudian mengambil sebuah jaket baseball miliknya di jok belakang kemudian ia sodorkan pada Lovelyn.
"Dih. Berasa kaya banget si lu.." Ungkap Lovelyn yang kemudian memakai jaket itu tanpa ragu. "Eh.. Maap. Lu emang kaya. Anak pejabat tinggi mah duit segitu bukan apa-apa." Sindir Lovelyn.
"Ngomong lagi gue siram lu.." Kekeh Evan yang juga disambut tawa ringan Lovelyn kemudian membenahi cara duduknya untuk memakai seat belt.
Evan masih tersenyum lebar dan mulai menghidupkan mobil. Mereka meluncur bersama menuju tempat futsal yang bahkan Lovelyn pun tak tau dimana tepatnya.
.
.
.
.
"Di sini?" Tanya Lovelyn ketika mobil yang mereka tumpangi masuk ke sebuah gedung besar bertuliskan FT hall dengan hamparan parkir yang luas. Tadi perjalanan cukup memakan waktu. Kalau naik taxi kira-kira abis berapa ya? Lovelyn tak membawa uang sepeserpun.
Ah.. Percaya pada Evan aja lah..
"Iya." Jawab Evan terlihat bersemangat dengan senyum sumringah. Mereka turun bersama dan berjalan pun bersama. Cowok yang suka main bola itu memang agak lain ya? Matanya makin berbinar dan selalu tertuju pada lapangan sintetis itu ketika mulai memasuki hall. Pikir Lovelyn.
Ini pertama kalinya. Hamparan lapangan sepakbola mini yang bersekat-sekat itu terlihat kosong namun sangat rapi dan bersih. Pantas cowok-cowok betah di sini.
"Kalau hari-hari biasa di sini penuh. Ada banyak orang yang sewa." Ujar Evan.
"Sekarang jam-jam sepi?" Tanya Lovelyn yang malah membuat Evan terkekeh.
"Enggak. Semua isi gedung di sewa SMA Utopia. Hari ini kita bebas latihan sepuasnya." Jawab Evan.
"Hah? Selalu kayak gini?"
"Ya. Setiap minggu." Jawab Evan yakin.
"Gila.." Celetuk Lovelyn sambil terus mengagumi gedung itu. "Kemana si?" Tanya Lovelyn yang masih juga belum sampai di tempat tujuan karena Evan belum berhenti berjalan.
"Temen-temen kita udah nunggu di gedung sebelah. Gedung VIP." Ungkap Evan.
"Lah? Kalau latihannya di sana, ngapain semua lapangan di sini di sewa juga?" Lovelyn tak paham dan menunjuk semua yang ia lihat sekarang.
"Kebijakan Utopia memang begitu Lyn." Evan kembali tersenyum bahkan terkekeh tanpa henti. Cengar-cengir mulu kayak kuda. Pikir Lovelyn.
Lovelyn dan Evan menaiki sebuah tangga outdoor, kemudian sampailah di sebuah gedung yang digadang-gadang sebagai gedung VIP itu.
Ya. Di sana lebih luas dan rumput sintetisnya lebih hijau. Entah perbedaannya memang itu, atau mungkin tempat penontonnya yang lebih besar dari yang tadi. Entahlah. Lovelyn tak paham dengan hal-hal seperti itu.
Tapi..
Tiba-tiba ada yang mencolok diantara kumpulan anak-anak futsal Utopia.
"Hei!" Ujar Evan menyambut.
Benar kan?! Jantung Lovelyn hampir loncat saking kagetnya. Kenapa harus ada dia di sana? Kedua pasang mata itu sempat beradu namun dia kembali membuang muka dengan tenang tanpa terlihat peduli.
Oh my God!
"Wuih.. Gandengan baru nih.." Ujar salah satu teman Evan yang terlihat meledek ketika melihatnya datang bersama Lovelyn.
Ada yang tau siapa yang sedang duduk di kursi penonton dengan tenang itu? Memakai pakaian futsal lengkap dengan sepatu mengilat mahal juga rambut yang sedikit basah itu makin membuat Lovelyn khilaf. Apapun yang ia kenakan, dan dalam keadaan apapun dia masih saja bikin pangling.
Ya. Itu Aster juga teman-temannya. Lengkap tanpa kurang satupun. Bahkan sepertinya ada beberapa orang teman mereka yang baru pertama kali Lovelyn lihat.
"Duduk di sini aja.." Evan menunjuk sebuah kursi panjang untuk Lovelyn dengan wajah yang masih berbinar cerah itu. Evan sengaja kah membawanya ke sini? Untuk ia perlihatkan pada Aster gitu? Tapi buat apa? Biar apa juga? Ah.. Bikin resah aja.
"Oh.. Iya.." Lovelyn makin gelisah sebenarnya. Entah mengapa melihat Aster yang cuek bahkan enggan menoleh itu membuat hatinya ribut. Apalagi melihat Gio dan Bayu yang juga saling pandang kebingungan. Mereka sepertinya berpikir yang tidak-tidak sekarang.
Padahal kemarin baru saja Aster dan Lovelyn berpelukan dan berbicara dari hati ke hati kan? Keadaan sekarang ini sepertinya akan membuat hubungan mereka kembali renggang.
"Mau minum gak? Gue pesenin." Evan kembali perhatian. Perasaan ini gak wajar. Evan memang baik. Tapi dia terlalu lebay gak sih? Atau memang Lovelyn enggan diperlakukan seperti itu karena ada Aster kah? Hey! Jangan sembarangan. Hati Lovelyn tetap punya Ayaz kan?
"Gak usah Van, santai." Jawab Lovelyn. Maksudnya diem gak lu! Lovelyn makin gak enak ketika melihat Aster makin terlihat tak peduli bahkan benar-benar mengabaikannya. Harusnya gak ke sini gak sih?
Tapi.. Memangnya siapa yang mau diperhatiin atau sekedar di senyumin doang gitu? Gak! Jangan lebay! Gumam Lovelyn menggerutu sendiri.
"Ya udah.. Kalau perlu apa-apa bilang aja." Ujar Evan kembali membuat Lovelyn malah makin gedeg. Banyak bac**ot.
Evan membalas senyuman Lovelyn kemudian segera mengeluarkan sepatu futsal miliknya kemudian segera bersiap.
Tak butuh waktu lama karena Evan bahkan sudah memakai baju futsal. Setelah sepatu siap, Evan peregangan sebentar, kemudian bergegas masuk ke lapangan ketika seorang wasit meminta mereka untuk memulai permainan. Entahlah, wasit atau memang pelatih terserah saja. Gak ada urusan. Yang ganggu itu, ketika Aster dan teman-temannya harus lewat di depan Lovelyn tanpa senyuman bahkan terkesan dingin.
Bukankah kemarin dia bilang kalau katanya gue jatuh cinta sama dia? Kenapa sekarang malah sama Evan? Dia sengaja bikin gue cemburu gitu? Atau ucapannya kemarin biasa aja bagi dia? Jahat banget tuh cewek..
Aster~
.
.
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top