Bab 19

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Lovelyn bangun sambil terduduk dan bersandar di kasur pasien milik Aster semalaman. Ternyata hari sudah mulai terang. Lovelyn melihat beberapa petugas  berseliweran. Sepertinya rumah sakit ini memang selalu kosong kah? Mereka mondar mandir kayak gitu juga mau apa memang? Di UGD sejak semalam pun kosong. Pikir Lovelyn.

Eh.. Tapi..

Si Aster kemana btw?

"Sus.. Pasiennya kemana?" Lovelyn langsung bertanya.

"Udah pulang Mbak," Jawabnya.

Gob**lok!

Malah ninggalin setelah di temani semalaman? Dasar anak anj**ing. Lovelyn hanya bisa menggerutu sendiri mendapati kelakuan Aster yang selalu bikin rungsing.

"Awas aja lu!" Gumam Lovelyn sambil bergegas pergi dari sana setelah mengangguk ramah pada suster baik yang dengan senang hati menjawab pertanyaannya tadi. Gi*la sih si Aster.

.
.
.

Lovelyn berjalan menuju kelasnya sambil dongkol sendiri. Gak tau kenapa gak lupa-lupa tentang tingkah Aster yang nyebelin itu. Tambah lagi, dia bahkan harus cari taxi sendiri tadi, padahal gak pegang uang. Saldo di rekeningnya pun sudah terkuras habis karena nyicil bekas party go**blok itu sama Evan. Akibatnya harus tahan malu karena minta sopir taxi nunggu sembari minta uang sama pembantu di rumahnya.

Dan yang lebih malu lagi, uang bekas ongkos itu pun belum di ganti sampai sekarang karena harus bergegas ke sekolah. Masih untung sekolah elit ini jam masuknya gak terlalu pagi. Jadi aman. Dan Lovelyn kali ini benar-benar gak ada uang sama sekali. Pak Anthony selalu perhitungan kalau soal uang.  Terus bayar ongkos tadi dari mana coba? Pak Anthony masih belum memberinya uang saku lagi. Ke sekolah pun di antar pakai motor itupun nebeng satpam depan komplek. Kesian banget kalau dipikir-pikir. Padahal dibanding orang lain di luar sana, bukankah Lovelyn terhitung cukup berada?

Melihat logo Utopia ketika hendak masuk gedung itu membuatnya makin jengkel saja. Sekolah ini kutukan. Semenjak masuk ke sini, gak pernah ada hal baik yang hinggap barang setitik pun. Dan yang paling bikin kesel, Ayaz masih juga belum ada kabar sama sekali. Padahal entah berapa ratus pesan yang sudah Lovelyn kirim. Rasanya pengen nangis kalau diingat-ingat.

"Wih.. Ada cewek lu Ter.." Mereka tiba-tiba berpapasan dan Gio seenak jidat menuduh Lovelyn seperti itu. Semua orang tentu makin ribut. Evan pun ternyata ada dan sedang memperhatikan.

Langkah Lovelyn terhenti dengan tatapan benci. Aster terlihat enggan menanggapi dan hanya melangkah seolah tak peduli.

"Dingin bet si lu sama cewek sendiri." Ujar Gio lagi-lagi menggoda Aster.

Tukk!!

Lovelyn gatal dan akhirnya menyundul kepala Gio tanpa ragu dengan raut kesal. Aster bahkan menoleh dan melihat mata dengan kilat emas itu lagi kemudian Lovelyn pergi begitu saja tanpa berkata-kata. Aster hanya bisa melihat punggung Lovelyn dan rambut panjangnya kian menjauh sekarang.

"Jir.. Galak bet.. Hahaha.." Gio malah terkekeh bersama Bayu yang juga ikut tertawa melihat Gio disundul seperti itu. Puas sih. Siapa suruh mulut gak bisa dijaga? Gumam Lovelyn dalam hati.

"Jangan cuma di tatap.. Kejar bro.. Siapa sih yang mau nungguin lu semaleman kayak dia.." Celetuk Bayu yang ternyata mereka memergoki Lovelyn dan Aster di ruang UGD tadi pagi. Karena ini pula lah sikap mereka berubah drastis. Terutama Gio yang gencar-gencarnya menggoda Aster.

Mereka seolah tak peduli dengan tatapan orang lain sekarang. Obrolan mereka, celetukkan mereka, sikap mereka, tingkah mereka, semuanya. Tentu akan menjadi bahan gunjingan kedepannya. Meski tak akan pernah ada yang meminta mereka memberi klarifikasi, apa yang terjadi hari itu, pasti akan berkembang lebih dari ini.

Tapi memangnya siapa yang peduli?

Siapa?

Genk Yuri si cewek-cewek dengki itu? Atau Genk Evan yang kini masih juga memperhatikan kejadian itu tanpa terlewat satu titik pun?

Entahlah..

.
.
.
.

Denting piano di ruangan khusus menarik perhatian Lovelyn siang itu. Tak lagi gedung tua di belakang, atau kolam renang, bahkan gudang buku di rooftop itu, semua sudah Lovelyn jabani. Bosan jika terus-menerus ke tempat-tempat itu setiap kali istirahat. Lovelyn masih menghindari kantin tentu saja karena pasti ada genk Aster. Malas!

Sekilas, Lovelyn tadi melihat Gio dan teman-temannya ke arah kantin. Pasti sekarang Aster pun sedang bersama mereka. Kalau gak salah tebak. Ini artinya Lovelyn akan bebas berkeliaran di jejeran ruangan khusus kan? Dia hanya ingin menemukan tempat baru untuk menghabiskan waktu. Siapa tau di sana ada tempat bagus untuk bersembunyi.

Tapi, Lovelyn malah menemukan alunan piano yang sedang dimainkan dengan begitu merdu. Lagu apa? Tentang apa? Lovelyn tentu buta. Yang jelas, di telinganya itu asing meski sangat menarik.

Tak lantas langsung masuk ke dalam, Lovelyn hanya ingin mendengar lantunan itu saja di balik pintu. Dia pun enggan mencari tau siapa orang galau yang kini sedang memetik tuts piano seindah itu. Tapi, mendengar lagu yang dia mainkan, Lovelyn benar-benar bisa merasakan kesedihannya. Meski tak tau apa-apa soal lagu, Lovelyn bisa menebak, jika ini lagu tersedih yang pernah dia dengar.

"Masuk!"

Deg!

Apa? Lovelyn sempat terhenyak mendengar suara yang tiba-tiba terdengar dari dalam ruangan itu.

"Lovelyn!"

Panggilnya yang seketika, merasa tak asing di telinga Lovelyn. Meski begitu, lantunan lagu itu masih juga belum terputus. Hey! Jangan bercanda takdir! Bukankah dia ke sini untuk menghindari orang itu? Jangan bilang kalau itu dia.

"Lovelyn! Masuk!" Suara panggilan itu kembali terdengar bahkan sedikit kesal sekarang. Kini bisa Lovelyn pastikan itu berasal dari orang yang ia pikirkan.

Dengan enggan, Lovelyn melangkah, lalu membuka pintu yang semula hanya terbuka sedikit itu, dan kini bisa melihat siapa yang sedang memanggilnya dengan nada seperti itu. Bahkan lantunan lagu mellow itu terhenti setelah mata mereka saling bertaut.

Ya.

Itu Aster. Dan ternyata dia tak sendiri. Ada seorang pria yang sepertinya sedang mengajarinya bermain piano. Bisa-bisanya dia marah-marah memanggil namanya padahal sedang belajar di depan guru?

"Pak? Bisa di terusin nanti?" Ujar Aster yang kemudian mendapat anggukan hormat lalu pergi dengan santun setelah membereskan alat-alat ajarnya. Vibes Aster memang selalu lain kalau sedang di sekolah. Bahkan guru saja bisa ia usir dengan mudah. Sekolah macam apa ini? Pikir Lovelyn.

Aster bangkit kemudian memasukkan kedua tangannya ke dalam saku sambil menatap Lovelyn dengan tatapan aneh.

"Apa?" Ditatap seperti itu bikin salting gak sih? Dan kenapa juga harus bertemu begini, padahal tadinya Lovelyn ingin menghindari orang ini.

"Ikut gue.." Ujar Aster yang kemudian melangkah menuju pintu keluar.

"Gak!" Kenapa harus nurut kalau bisa berontak dan bikin dia kesel? Dia pun selalu bikin orang darah tinggi kan?

Aster kembali menoleh lalu menarik tangan Lovelyn dan ia bawa ke ruangan khusus miliknya yang tak jauh dari ruang piano itu.

Oke. Tahan aja. Setidaknya kali ini Lovelyn tau sebatas apa Aster itu. Selain otaknya yang agak lain dari yang lain, dia gak mungkin punya niat untuk melukainya. Lovelyn yakin untuk hal ini.

Blub..

Aster menutup rapat-rapat pintu ruangannya kemudian mencari-cari sesuatu. Dia berkeliling sana sini, membuka laci, bahkan mengobrak-abrik lemari-lemari di belakang sofa itu.

"Kenapa si?" Tanya Lovelyn yang masih tak paham dengan tingkah orang bodoh ini. Memang selalu begini. Entah apa yang ada dalam pikirannya sekarang, Lovelyn tak bisa menerka sama sekali.

Cklk.. sreeettt..

Argh.. Lovelyn menjerit sejadi-jadinya.

Deg!

"Gob**lokk!! Ngapain si lu?" Di luar dugaan, Aster terlihat melukai tangannya sendiri dengan sebuah pisau yang ia temukan di laci meja itu. Lovelyn langsung berlari ke arahnya kemudian merebut pisau itu dan melemparnya sembarang.

Tapi percuma. Darah Aster kini sudah mengucur dan itu bikin panik.

Cklek..

"Anj**ing! Kalian ngapain?" Gio masuk dan langsung melempar kantong makanan yang sempat ia beli di kantin tadi. Begitupun Bayu yang juga ikut menghambur panik melihat tangan Aster yang sudah berlumuran darah.

"Gak!.. Sembuhin Lyn.." Aster malah menyingkirkan kedua temannya dan beralih pada Lovelyn yang terlihat pucat melihat darah yang mengucur di tangan Aster.

Lovelyn dengan tangan bergetar, mengambil berlembar-lembar tissue di atas meja kemudian menutup luka itu berusaha menghentikan darahnya.

"Cari obat kek! Atau panggil petugas UKS! Ngapain kalian diem aja!" Sentak Lovelyn kian panik.

"Pake kekuatan lu Lyn!" Sambar Aster tiba-tiba membuat semua tertegun.

"Kekuatan apa? Dia bisa apa?" Tanya Gio penasaran.

"Lu punya kekuatan apa Lyn?" Bayu pun ikut penasaran.

"Lu ngomongin apa si?" Lovelyn makin kebingungan sendiri. Orang-orang ini, sekarang memandanginya seperti itu dan jelas ia merasa tertekan. Kekuatan apa yang mereka bicarakan? Apa pembahasannya masih tentang obrolan gila semalam? Lovelyn makin kalut. Tak ada satupun yang ia pahami.

"Lyn.. Sembuhin.." Aster mulai meringis akibat lukanya yang mulai perih.

"Ya lu ambil antiseptik kek!" Seloroh Lovelyn pada Gio yang masih terdiam sejak tadi.

"Pake kekuatan lu Lyn.." Aster kembali seolah memaksa.

"Kekuatan apaa??? Anj**ing! Gue gak paham sumpah!" Kali ini benar-benar ingin menangis. Apalagi, darah Aster tak kunjung surut. Masih menetes dan bikin pening. Seluruh tubuh Lovelyn makin kebas kemungkinan ini gejala serangan panik.

"Coba aja Lyn.." Bayu yang biasanya diam dan paling logis dan tenang itu kini malah ikut bicara. Ah.. logis darimana? Dia sama aja.

Mereka semua menatap Lovelyn penuh harap. Kayak di serang tiga cowok gebleg yang ngomong aneh soal kekuatan gaib sih ini. Mereka semua gak ada yang waras.

"Ter! Lu bisa mati kalau gak diobatin! Luka lu dalem banget ini! Jangan main-main gini bang**sat! Gak lucu! Kalian jangan diem aja anj**ing!" Lovelyn bahkan menjerit sambil menungkup luka Aster dengan tisu yang kembali ia ambil berkali-kali. Ada airmata samar di ujung matanya. Lovelyn terlihat panik dan ketakutan sekarang.

"Panggil Dokter?" Tanya Gio pada Bayu seolah meminta izin, atau mungkin meminta pertimbangan?

"Gak!" Aster enggan membuat luka yang ia buat sia-sia. Kekuatan Lovelyn pasti tentang ini. Jika bukan juga, lalu apa? Apa yang bisa menjelaskan cahaya emas yang hampir membuatnya mati itu?

Cklek.

Aster berjalan menutup pintu rapat-rapat bahkan mengucinya sendiri.

"Ter! Kalau dia beneran gak bisa gimana?" Gio pun ikut emosi.

Aggh.. Lovelyn berjongkok selagi memegangi kepalanya.

"Kenapa?" Tanya Bayu.

"Pusing gue liat darah.." Keluh Lovelyn dengan napas pendek. Aster sempat terdiam sejenak seolah sedang berpikir.

"Lyn.." Aster kembali mendekati Lovelyn dan berjongkok bersamanya. Ia meraih tangan Lovelyn perlahan kemudian sengaja menempatkan telapak tangan Lovelyn di atas lukanya. "Gue percaya lu bisa Lyn.." Aster kali ini serius. Menatap Lovelyn dalam-dalam penuh harap.

Orang-orang bego ini.. Lovelyn kehabisan kata-kata. Bisa-bisanya mereka sekarang meminta Lovelyn menyembuhkan luka hanya dengan tangan kosong? Kata apa yang lebih kasar dari An**Jing! Ba**biek! Set**An! Kuy**ang! Bang**ke! Bag**Ong?! Ah.. Sialan!

Lovelyn ikut skenario saja. Ini solusi terakhir biar mereka percaya. Dia mulai menutup mata dan..

.
.
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top