#AC2
"Kakek, aku pusing dikacaukan olehnya!"
Kakek Abraham yang sedang menuliskan sesuatu kesebuah buku, mungkin catatannya, ia tak peduli, mengangkat wajah kearahnya yang datang-datang mengeluh lalu langsung duduk didepan mejanya.
Menggeleng sesaat melihat ulah cucunya yang tak pernah sopan, tanpa ketukan pintu apalagi salam, beliau memandang tanpa kedip sambil melepas kacamatanya.
"Lebih pusing mana dibandingkan dengan aset dibawa kabur beserta dengan calon istrimu?"
Pertanyaan kakeknya seolah skakmat membuat Allison memahan geram. Bukan kepada kakeknya, namun kepada siapa lagi kalau bukan kepada Brandon sang mantan asisten.
"Kakek, jangan ingatkan aku lagi tentang hal itu!" Rajuknya seperti anak kecil. Senjatanya kepada kakeknya yang tak pernah berubah meski ia saat ini seharusnya sudah menjadi lebih dewasa bukan lagi anak kecil yang gampang merajuk pada sang kakek.
"Bagaimana tidak mengingatkan? Kau mengeluh tentang hal yang lebih remeh dari hal yang lebih memalukan!" Ucap Kakek Abraham membuat Ali mengepalkan tangannya kuat-kuat.
'Biadab Brandon, suatu saat akan habis kau!!' Geram Ali mengingat mantan asisten yang bisa-bisanya kabur membawa aset perusahaan dan calon kekasihnya. Ditikung oleh asisten sendiri, bukankah hal yang memalukan? Meski ia masih bisa sombong dengan berkata, "Artinya level Glora bukan CEO seperti aku, tapi pembantu dan pecundang seperti Brandon!"
Bahkan sebenarnya ia merasa najis sendiri menyebut kedua nama yang membuatnya selalu naik darah itu.
Lari dengan membawa aset perusahaan? Apa yang ada dalam pikiran Brandon? Apakah selama ini fasilitas yang diberikan perusahaan masih kurang cukup untuknya?
"Dasar tidak bersyukur!" Rutuknya tanpa sadar.
Kakek Abraham mengeryitkan alisnya. Beliau sadar ucapan itu bukan ditujukan padanya. Seolah mampu membaca pikiran cucunya, beliau menyimpulkan Ali sedang memikirkan Brandon lalu merutuk.
Kakek Abraham menghela nafas. Cucunya sangat mengkhawatirkan. Untuk itulah dia memutar otak karna tidak ingin cucunya kena mental. Isu yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan akibat banyak kejadian yang tanpa disadari sebagai efek dari mental yang terganggu karna stress atau memendam masalah tanpa ada seseorang yang mendengar keluh kesahnya.
Untuk mengatakan kepada Ali kalau ia ingin cucunya itu ke pskiater ia harus memutar otak. Ia paham sekali tabiat cucunya. Apalagi sebagai laki-laki egonya pasti lebih tinggi. Tidak akan terima kalau disarankan kepsikiater. Nanti dipikir dianggap gila. Padahal tidak apa ke pskiater bahkan jika tidak merasa punya masalah mental yang berat sekalipun.
Bukankah Psikiater tidak hanya menangani masalah gangguan jiwa berat, tetapi juga ringan? Bukankah pskiater adalah dokter spesialistik yang memiliki spesialisasi dalam diagnosis dan penanganan gangguan emosional?
"Memangnya kau bersyukur selama ini?" Celetuk kakek Abraham dengan nada pertanyaan.
"Apa yang disyukuri kalau dirugikan?" Sahut Ali tanpa berpikir.
"Bukankah masih banyak yang bisa disyukuri selain merasa dirugikan? Kau sehat walafiat, aset perusahaan masih banyak yang bisa dikelola, yang dibawa Brandon itu tidak ada apa-apanya dibanding yang kita punya sekarang, atau kau lebih menaikkan egomu karna merasa kalah dengan seorang asisten? Hanya itu yang kau pikirkan?" Kakek Abraham mulai sedikit menekan karna tak tahan. Terkadang cucunya ini harus ditarik ulur. Seperti kata Ily padanya. Gadis itu mengatakan saat ia ditanya bagaimana selama menghadapi juniornya?
"Cucu kakek itu harus ditarik ulur, untung saja aku polos, kek, kalau aku sok pintar seperti namaku, Brainly, dia akan makin stress kalau didekatku!"
Kakek Abraham melengkungkan bibirnya mengingat gadis itu. Gadis yang ditolak Ali pada mulanya. Tapi beliau berhasil membuat Ali tak dapat menolak dengan mengatakan seperti apa yang ingin ia katakan lagi saat ini.
"Apa kau tak sanggup mengelolanya lagi? Kalau begini bagaimana kakek bisa percaya lagi padamu? Kau mau kakek serahkan kepada Ily saja untuk mengelolanya!"
"Kakek? Kenapa kakek lebih percaya dengannya daripada cucumu sendiri?" Protes Ali dengan nada tak senang. Mengeluh tentang Si Brainly itu malah tidak menguntungkan baginya.
Kakek Abraham sudah tahu akan mendapat komplin seperti itu. Sama saja dengan yang lalu.
"Makanya bersyukur! Kakek hanya tidak ingin harta kakek sia-sia ditangan yang salah!"
Ali mengusap tengkuknya gelisah. Sedari tadi kakek bicara tentang syukur. Apakah selama ini dia seperti manusia yang tidak pandai mensyukuri nikmat Allah?
Tadi dikantor, asisten annoyingnya juga membahas tentang syukur. Sebagai akibat dari ia berkata kasar padanya,
"Kau ini membuat semua keadaan menjadi rumit saja, kalau boleh memilih saya tidak usah pakai asisten, untuk apa asisten sepertimu yang tak bisa apa-apa, jauh sekali dari pintar, tidak bersyukur sudah diterima bekerja melalui jalan pintas tanpa test kelayakan!!"
"Memangnya tuan bersyukur?" Balasnya tanpa emosi. Sepertinya makin lama gadis itu makin mampu mengendalikan emosi jika berhadapan dengannya.
"Memangnya apa yang saya ingkari selama ini sampai kau pikir saya tidak bersyukur?" Ia balik bertanya masih dengan nada galak. Ia memang tidak mau terkesan lemah dan diremehkan oleh asistennya.
"Kalau tuan bersyukur pasti tuan makin dekat dengan Tuhan, bukan malah makin jauh!" Usik gadis yang disebut kakeknya Ily itu membuat ia melebarkan bola elang yang dibingkai lentik tak berkedip.
"Apa maksudmu?"
"Tuan paham arti bersyukur tidak?" Balas Ily sambil memiringkan kepalanya.
"Jangan mulai ceramah lagi!!" Sentaknya tak senang.
"Astagfirullah, tuan, bukankah sudah sering saya katakan pada tuan, siapa tahu bisa menjadi hidayah bagi tuan, bukankah tuan Islam?" Tukas Ily beristigfar.
"Ck. Berhenti bahas tentang agama, tugasmu sebagai asisten bukan guru spiritual saya!" Tolak Ali sambil mengibaskan tangannya.
"Rukun Islam tuan paham? 1 syahadat, 2 Sholat, 3 puasa, 4 berzakat, 5 naik haji!" Balas Ily tak peduli disuruh berhenti, justru ia menambahkan kalimat yang lebih panjang.
"Tuan pernah bersyahadat? Tuan Islam sejak lahir bukan? Tuan Islam karna tuan terlahir dari orangtua yang beragama Islam. Apakah dari kecil sampai saat ini tuan pernah mengucapkan syahadat? Kalau pernah sholat mungkin saja pernah syahadat tapi kalau sekalipun tidak pernah sholat berati tidak pernah bersyahadat, padahal kalau Islam harusnyaa..."
"Cukup!"
"Tunggu tuan, saya belum selesai, sholat, puasa, zakat apalagi naik haji, padahal tuan mampu, tidak ada yang tuan lakukan, Islam macam apa tuan ini?" Cecar Ily yang tidak ingin setengah-setengah menjelaskan sesuatu.
"Astagfirullah, kenapa kau bukannya seperti sewajarnya asisten tapi seolah guru spiritual saya, hah?"
"Ya maaff, kan hanya mengingatkan tuan! Seharusnya tuan bersyukur ada saya disamping tuan, karna saya akan mengingatkan tuan terus menerus!"
"Tidak akan. Kenapa harus bersyukur, kau telah mengacaukan janji-janji penting saya dengan klien, kau juga sudah merusak persahabatan saya dengan perusahaan tetangga gara-gara saya tidak hadir diacara penting yang mereka undang, miss Brainly, kau benar-benar musibah untuk saya!!" Jerit Ali emosi.
"Tuan..."
"Sedangkan saya, adalah anugerah buatmu, karna saya, kau dibayar mahal oleh kakek padahal pekerjaanmu tidak ada bagus-bagusnya, jauh sekali dengan Brandon yang..."
"Anda sedang membandingkan saya dengan pecundang, tuan?"
Seperti tersadar menggali kuburannya sendiri, Ali terjengit namun ditutupi dengan lengosan seolah tak peduli ia sedang dikuliti.
'Sialan kau Brandon! Gara-gara kau, aku selalu jadi terhina dan tak bisa membela diriku!'
Lagi-lagi Ali mengumpat Brandon dalam hati.
Sungguh bukan tidak bisa move on dengan Glora ataupun Brandon yang membawanya kabur. Namun, egonya sebagai seorang pria tentu saja tersenggol. Brandon asistennya, kenapa justru dipilih oleh Glora, bukankah kalau ingin kaya, ia punya segalanya. Brandon punya apa? Dia bayar mahal Brandon untuk pekerjaan sebagai asisten pribadinya. Ketampanan, tidak mungkin bisa kalah dengan Brandon. Apalagi cinta? Hm, apakah karna Glora bucin sementara ia tidak bisa romantis? Memangnya Brandon romantis? Romantis dari mana? Tentu romantis dibelakangnya kala merayu Glora.
"Astagfirullah......" gumamnyaa tanpa sadar.
"Alhamdulilah, beistigfar juga ya tuan!"
"Ck!"
"Kurang tuan, Astagfirullah hal adzim, artinya Astaghfirullah hal adzim adalah aku mohon ampun kepada Allah yang maha agung!"
"Ceramah lagi? Saya jadi curiga kau ini sebenarnya ustadzah yang dijemput dari pesantren untuk mengajari saya!"
"Astagfirullah hal adzim, khayalan tuan terlalu tinggi, biasanya sih karna benar, tuan merasa jauh dari Tuhan, tak terketuk hatinya untuk sholat lima waktu padahal itu kewajiban, tidak tersentuh dengan nasehat siapapun!"
Sesaat ia terdiam tak bisa menjawab ucap Ily. Sebenarnya ia tipe yang tidak ingin kalah berdebat. Tapi kepalanya sudah pusing menghadapi situasi yang seolah menekannya.
"Kalau tidak juga mau menjadi lebih baik, tidak menutup kemungkinan kakek percayakan semua harta kita kepada yang kakek tunjuk!"
#####
Banjarmasin, 02 Ramadhan 1443H, 04 April 2022
Selamat sahur yaa 🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top