Perkenalkan, Saya Harum!

"Mas mau diseka apa ke kamar mandi?" Pertanyaan yang membuat pagi Laksa langsung terasa thrilling.

"Ke kamar mandilah, aku belum siap memperlihatkan auratku di depan orang lain," jawab Laksa setelah sadar dari keterkejutannya.

"Ya udah, sini, saya bantu." Harum dengan cekatan membantu Laksa turun dari tempat tidur dan memapah Laksa ke kamar mandi, menggantungkan botol infus di tempatnya dan pergi. "Mas yakin, mandi sendiri?" Laksa melotot, Harum pun undur diri dan menutup pintu kamar mandi.

Di dalam, Laksa merutuk, dia tidak bisa membuka bajunya dengan mudah, karena gengsi untuk meminta bantuan Harum, Laksa hanya menggosok gigi dan mencuci muka.

"Mas Laksa gak mandi, kan?" tebak Harum begitu Laksa keluar dari kamar mandi.

Laki-laki itu hanya melirik Harum dengan sinis.

Ketukan pintu membuat suasana berubah. Kilatan cahaya permusuhan sirna karena Harum melepaskan tatapan mengintimidasinya dari Laksa.

Seorang wanita cantik berdiri di depan Harum begitu pintu terbuka. "Siapa kamu?" sapanya dengan sopan.

"Masuk aja, Din, itu Harum. Asisten yang dikirim sama Mamaku," kata Laksa dari dalam.

Wanita itu melangkah masuk begitu Harum menyingkir dari depan pintu.

"Kenapa gak langsung ngabari kalau rawat inap?" cecar wanita itu begitu sampai di dekat tempat tidur Laksa.

Harum meraih remot TV dan menyalakannya. Memasang telinga baik-baik, menguping apa saja yang dibicarakan oleh dua orang lawan jenis itu, sebagai bahan laporan pada majikannya nanti.

"Lalu dia siapa? Kenapa ada di sini? Kelihatannya dia bukan pembantu?" lanjut wanita itu sambil melirik Harum yang seolah tidak mendengarnya.

Laksa menarik napasnya, Dina selalu saja mengintervensi hidupnya, padahal mereka hanya sebatas teman, tidak lebih.

"Perkenalkan, nama saya Harum, asisten eh pembantu Mas Laksa yang ditugaskan oleh Bu Linda langsung," kata Harum sudah berdiri di dekat mereka berdua.

Laksa kaget dengan tindakan Harum, tapi menyukainya, karena biasanya dia tak tega untuk langsung menjawab Dina.

"Lalu?" selidik Dina tak suka.

"Lalu apalagi? Tadi Mbak nanya saya siapa dan kenapa ada di sini, kan?" Harum balik bertanya yang membuat Dina tak suka.

"Sebagai pembantu sikapmu lancang, ya?" Mata Dina menatap Harum nyalang.

"Lancang bagian mana, Mbak? Mbak nanya, saya jawab. Lalu salahnya di mana? Jangan ngajakin bertengkar. Ini rumah sakit, Mas Laksa harus banyak istirahat," sergah Harum menantang.

Dina menggeram, tapi kehabisan kata-kata. Laksa diam-diam menarik garis senyum tipis karena keberanian Harum. Setidaknya, Dina tak lagi menyerangnya dan menunjukkan perhatian berlebihan.

"Kamu seharusnya memberitahuku kalau sakit. Aku kan bisa mengantarmu," rajuk Dina rak memedulikan Harum yang kemudian meneruskan kegiatannya menonton TV.

"Ngapain ngrepotin kamu, Din. Orang masih bisa sendiri," kata Laksa.

"Kamu ini selalu saja begitu. Seolah-olah aku ini orang lain," bantah Dina.

"Ya, kan, emang kamu orang lain," batin Laksa malas.

Pintu diketuk, perawat mauk membawakan sarapan laksa pagi itu. Harum dengan cekatan menyiapkan meja makan di tempat tidur Laksa, tanpa memedulikan Dina yang berdiri di sana. "Terima kash, Sus." Harum meraihnampan dan meletakkannya di depan Laksa.

"Oh, ya, Sus Dokter visit jam berapa, ya?" Laksa ingin segera tahu bagaimana hasil lab darahnya kemarin.

"Kemungkinan agak siang, Mas." Perawat itu kemudian menutup pintu.

"Mau aku suapin?" Tiba-tiba Dina menawarakn bantuan yang membuat Harum tertawa.

"Kenapa kamu tertawa?" Dina semakin tidak suka dengan Harum.

"Mbaknya lucu, Mas Laksa Cuma sakit, bukan lumpuh." Harum kemudian duduk kembali menonton TV.

"Kamu kok kurang ajar? Kamu kok mau pembantu kurang ajar kaya gitu?" Dina tak terima.

"Dia karyawan mamaku, dan yah, aku kan gak bisa memilih kalau itu dari Mama." Laksa tersenyum tipis. Sepertinya Harum bisa dia pergunakan untuk membuat Dina menjauh. "Lagian, kamu gak kerja?"

"Aku sudah ijin sama Pak Budi buat jengguk kamu, kok." Dina kemudian menyeret satu kursi dan duduk di dekat tempat tidur Laksa.

"Rum, sudah." Laksa memanggil Harum untuk menyingkirkan nampannya.

"Biar aku aja." Dina berusaha berinisiatif.

"Jangan, Mbak, nanti saya gak ada kerjaan, jadinya makan gaji buta. Mbak gak suk akan, pembantu yang makan gaji buta?" Harum mendahului gerakan tangan Dina dengan menyeret meja makan itu menjauh dan mnyingkirkan nampannya ke dekat wastafel.

Sebelum Dina sempat membalas, dokter dan perawat masuk. Membuat Laksa membenarkan duduknya, Harum dengan sigap berdiri di dekat tempat tidur, mengeluarkan notes kecil dan bolpoin, untuk mencatat apa saja yang harus dia catat.

"Selamat pagi, Mas Laksa. Perkenalkan saya Dokter Andreas, saya Spesialis penyakit dalam yang akan membantu pengobatan Mas Laksa kali ini." Dokter itu tersenyum sambil membuka rekam medis yang disodorkan oleh perawat.

"Jadi hasil lab kemarin, untuk tes widalnya tinggi di 3 kategori, Mas. Jadi ini positif tipes, ya. Mulai hari ini akan saya berikan antibiotik untuk menangani bakterinya, dan penurun panas jika perlu, ya." Harum mencatat semua yang dokter katakan.

"Maaf, dok. Apakah ada pantangan makanan?" Harum mengeluarkan suaranya. "Saya pembantunya, Dok. Jadi biar nanti saya tidak salah kalau menyajikan makanan."

Dokter Andreas mengangguk dan tersenym. "Untuk saat ini hindari terlebih dahulu makanan berlemak, berbumbu keras dan pedas. Selebihnya tidak ada pantangan, hanya pastikan saja kebersihannya. Untuk selanjutnya bisa diatur pola makan teratur saja."

"Terima kasih, Dok." Harum mencatat lagi semuanya.

"Kalau begitu, kami permisi, selamat istirahat."

Harum mengantarkan mereka sampai pintu tertutup dan kembali ke tempat tidur Laksa. "Jadi inget, ya, Mas, gak boleh lagi makan pedes."

"Kamu apa-apaan sih, pembantu kok ngatur," sergah Dina.

"Lho saya dipekerjakan untuk memastikan Mas Laksa tidak mati konyol karena tidak teratur makan dan sembarangan makan, Mbak." Harum menatap Dina yang kaget.

Laksa tertawa. "Iya, ih, kamu dah kaya Mama bawelnya."

Dina yang mendengar itu semakin tidak suka dengan Harum dan semakin penasaran kenapa Laksa sama sekali tidak tersinggung dengan kata-kata Harum yang menurutnya lancang itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top