21. SAH!!!

BUDIDAYAKAN VOTE SEBELUM BACA, WAHAI RAKYAT +62! HATI-HATI RANJAU TYPO BERTEBARAN DI MANA-MANA! MAKLUM LAH, YA, NAMANYA MANUSIA TAK LUPUT DARI KESALAHAN! AND... Happy reading, guys😘.

°°°

Aula rumah Faisal yang luas, sebentar lagi akan menjadi saksi pernikahan Zee dan Milzam. Suara jepret kamera tak pernah putus terdengar, mengelilingi tempat akad nantinya berlangsung. Milzam sudah duduk di susunan kursi yang berhadapan, di mana ia mengucap janji suci.

Percayalah, jantung Milzam berdetak tak normal dari malam kemarin. Dalam hati, terus menerus Milzam melafalkan kalimat akad yang akan di ucapkan.

"Zam, udah siap?"

"Ya, Allah!"

Tepukan Faisal di bahunya, mengagetkan Milzam yang melamun. Milzam yang terkejut, ikut membuat Faisal terkejut.

"Kamu, kenapa? Santai aja, jangan cemas. Tarik napas, rileks." himbau Faisal, membantu Milzam agar menenangkan hatinya sendiri.

"Sumpah, saya deg-degan bener, Dok. Tangan saya gemetaran, bahkan mati rasa. Ini aja udah basah dipenuhi keringat dingin."

"Halah, lebay! Saya aja dulu gak gitu, kok. Santaaiii!" balas Faisal, beriringan ia menghembuskan napas serta menyenderkan punggung di kursi.

Sekilas Faisal sempat mengingat proses akadnya bersama Sandryna dulu. Baru sadar dia, bahwa acara pernikahannya dahulu sangatlah buruk. Mengingat hal lampau itu, tak dapat menahan senyuman di bibir Faisal. Alhasil, satu senyuman lolos. Melihat Faisal yang senyam-senyum sendiri, menimbulkan kerutan bingung di dahi Milzam.

"Dok!" panggil Milzam, menyadarkan jiwa Faisal yang terjebak oleh kenangan masa lalu. "Yang mau nikah itu saya, bukannya Dokter. Kenapa Dokter yang malah senyum-senyum malu?"

Pipi Faisal merah merona, berkat teguran Milzam yang menyadari ia tersenyum diam-diam. Segera Faisal merubah ekspresinya seperti sedia kala.

Faisal memperbaiki kerah bajunya. "Siap-siap, Zam. Kamu harus bisa ijab qobulnya dalam satu tarikan napas. Jangan ada kesalahan, sampe harus ngulang. Awas kalau salah, saya potong gaji, kamu!"

Susah payah Milzam meneguk salivah. Ancaman Faisal, begitu sadis. Jika gajinya di potong, bagaimana ia membayar hutang Faisal yang telah melunasi hutang Eyangnya?

Sedangkan Faisal sendiri mengancam demikian, sebab takut Milzam berlaku sama seperti dirinya dulu. Dia dan Milzam sama-sama menikah atas dasar perjodohan. Ingatan Faisal sangat jelas. Dulu, sengaja ia salah mengucapkan nama mempelai wanita saat ijab qabul terucap. Faisal melakukan itu dulu, karena ingin melampiaskan amarahnya.

"Iya, Dok, iya. Dokter tenang aja, saya udah belajar ijab qobul sebelum akad."

"Anjaaayyy! Nih, bocah, masih manggil lo dengan sebutan Dokter? Gila bener lo, Sal! Padahal bentar lagi dia jadi Menantu, lo! Panggil Papa, kek, kayak Zee." celoteh Daniel, yang tiba-tiba saja sudah hadir di antara mereka.

Kupingnya berdengung karena intonasi suara tinggi Daniel. Faisal mengusap daun telinganya berkali-kali. "Daniel... Elo sekali dateng nggak rusuh, bisa?"

Tanpa berdosanya Daniel menggeleng sebagai jawaban. Jangan lupakan senyuman lebar Daniel yang terpasang.

Faisal menghembuskan napas lelah. Lelah menghadapi tingkah Daniel yang selalu brutal. Telunjuk Faisal mengarah ke salah satu kursi yang tersedia. "Duduk, lo. Alif, Reza, sama David mana? Saksinya kurang, proses akad gak bisa di mulai."

"Tuuhh... Lagi otw." dagu Daniel mengarah ke tiga Pria yang tengah berjalan menuju mereka..

Ketiga Pria itu sampai, dan mengambil tempat duduk masing-masing. Diri Reza terusik, karena Faisal yang menatapnya lurus tanpa berkedip.

"Lo kenapa, woi, natap gue mulu?!"

"Ha?" raut muka Faisal menunjukkan kebingungan. "Eh, iya, gue lupa kalo lo bukan Penghulu lagi. Hehehe."

Dokter itu menggaruk tengkuknya salah tingkah. Sementara Reza dan lainnya memutar bola mata malas. Jangan pikir Faisal yang bergelar Dokter, tidak bisa loding lama otaknya. Selalu otak Faisal lama mencerna hal di luar medis. Di luar profesinya.

"Jahat, lo! Reza itu udah naik pangkat jadi CEO!" celetuk Alif, melirik Reza sekilas.

"Entah, padahal aura wijaya di diri Reza udah melekat banget." timpal David.

Obrolan para Pria itu terhenti, tatkala Penghulu sesungguhnya datang. Suasana mendadak hening. Bertepatan itu pula, jantung Milzam kembali berdetak tak beraturan.

Penghulu mengambil tempat duduk, berhadapan dengan Milzam. Kepala penghulu itu berputar, menatap sekeliling orang.

"Bismillah... Bagaimana wali dan saksi? Bisa saya mulai kan saja pernikahan ini?"

Faisal mengangguk satu kali. "Silahkan Pak Penghulu. Lebih cepat, lebih baik."

Proses akad pun, di mulai. Reza selaku pembawa acara, menuntun semua tamu undangan untuk mengucap basmallah. Setelahnya lantunan surah Annisa Ayat 1 dan surah Ar-Ruum ayat 21, yang di bacakan Alif. Sudah Faisal percayakan orang-orang itu, untuk membantu acara akad Zee sampai selesai.

Masuk ke inti acara. Faisal selaku wali mempelai wanita akan menikahkan anaknya ke mempelai pria. Dan mempelai pria lantas meniru ucapannya hingga terdengar kata sah dari saksi yang ada.

"Saya nikahkan dan kawinkan Engkau, Ikhtisyammuddin Milzam Taris bin Ahmad Syahriffuddin Taris dengan putriku, Queenzee Afsheen Effendi binti Faisal Muhammad Effendi dengan mas kawin cincin emas 7 karat dibayar tunai!!!"

Satu tarikan napas, dengan lantang Milzam mengucap ijab qabul. "Saya terima nikah dan kawinnya Queenzee Afsheen Effendi binti Faisal Muhammad Effendi, dengan mas kawin cincin emas 7 karat dibayar tunai!!!"

Menghadap ke kanan dan ke kiri, Penghulu bertanya pada seluruh saksi yang hadir, "Bagaimana para saksi? Sah?"

"SAH!!!"

Mulai detik itu juga, status Zee dan Milzam bukan lagi sebagai Residen-Koas. Melainkan Suami Istri. Berapa detik lalu, tanggung jawab Faisal atas Zee berpindah resmi ke Milzam.

Pembacaan doa selesai, Zee datang di tuntun Sandryna serta Hawa. Kecantikan Zee, jujur mampu membuat Milzam terpukau. Sudah wajah wanita itu yang cantik bak Ratu Arab. Di tambah pula baju kebaya putih yang menjuntai indah di tubuhnya. Zee, tipikal wanita idaman dalam segi fisik.

Zee di arah duduk bersebelahan dengan Milzam. Canggung, perasaan pertama yang langsung mendominasi kedua pengantin baru tersebut.

Penghulu memimpin untuk membacakan doa akad nikah agar hal-hal baik senantiasa menyelimuti rumah tangga. Ijab qabul sudah membuat mempelai sah di mata agama, pasangan yang menikah juga perlu menandatangani buku nikah agar sah di mata hukum.

Buku nikah berwarna merah dan hijau yang tergeletak di atas meja, mereka ambil untuk keperluan tanda tangan.

Cekrek!

"Zee, jangan melamun, dong. Fokus... Lagi hari bahagia, nih." Danang menegur Zee yang terdiam menatap hampa buku nikah di genggamannya. Kamera pemotretan menggantung di leher Pria itu. Deretan gigi putih Danang, menghiasi senyumannya. "Tunjukin bentar buku nikahnya. Buat kenang-kenangan pernikahan, supaya kayak orang-orang."

Zee tersenyum canggung, lalu mengangguk memberbolehkan. Suasana hati Zee, sangat Milzam ketahui. Terlihat jelas, bahwa tidak ada rasa bahagia.

"Selamat, ya, buat pengantin baru. Semoga samawa, Mas Do'akan selalu buat Zee." ujar Danang, setelah selesai memotret.

"Teteh juga do'ain, Danang cepet dapat jodohnya..." celetuk Hawa, sengaja menyindir.

Mendapati sindiran Hawa, kedua mata Danang spontan menajam. Danang tertawa hambar, dengan ekspresi datar. "Hahaha, yang tua siapa di sini?"

"Hahaha, kalo jodoh, gak mandang umur!" balas Hawa, ikut tertawa hambar.

"Hahaha, ketika jomblo saling debat!" tak di sangka-sangka, Aldebran menyahut tanpa di undang. Persis seperti Ayahnya. Ibarat kata pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohon.

Sebentar Hawa dan Danang saling pandang, lantas berucap serempak. "Berisik, jomblo, sukanya halu!"

"Hidih, alaayyy!" hujat Aldebran tak terima. Kesal karena di permalukan, Pria tampan itu memilih menjauh.

Pertukaran cincin berikutnya. Selaku Suami, terlebih dahulu Milzam menyematkan cincin ke jari manis Zee. Namun, ketika hendak meraih telapak tangannya, wanita itu menarik menjauh. Zee menatap takut ke arah Milzam. Seinci pun, Zee tak kan pernah membiarkan lelaki lain menyentuhnya terkecuali sang Papa. Itu janji yang telah Zee buat.

"Saya bisa sendiri," kata Zee dingin. Berhati-hati ia mengambil paksa cincin yang Milzam pegang.

Cincin yang seharusnya Milzam sematkan, malah Zee sendiri yang menyematkan di jarinya. Semua orang dibuat bingung, mendapati kejadian langka ini. Baru pertama kali bagi mereka semua, menyaksikan proses pertukaran cincin layaknya pernikahan Zee dan Milzam. Pengantin menyematkan cincin di jari manis masing-masing.

Suasana canggung berlalu. Kamera Danang ter-arah ke jari manis Milzam dan Zee. Satu bukti foto sebagai saksi pernikahan dua orang itu, berhasil di dapat.

Segala proses akad terlaksana lancar. Meskipun sempat ada suasana canggung yang menyelimuti, tetapi tidak membuat acara itu berakhir. Resepsi pernikahan di gabung jadi satu. Artinya setelah ini, para rombongan beramai-ramai menuju gedung, di mana resepsi pernikahan terselenggara.

Lagi-lagi suasana canggung timbul. Kali ini, Zee kembali menolak tawaran Milzam masuk ke dalam mobil. Tawaran Milzam itu simple. Dan lumrah bagi pengantin baru. Milzam hanya memberi uluran tangan, agar dia saja yang menghantar Zee masuk ke mobil.

"Anda bisa minggir? Saya mau masuk. Anda menghalangi." sarkas Zee, langsung masuk begitu saja setelah berucap demikian. Sudah dua kali hal yang sama terjadi. Milzam mencoba sabar. Coba memaklumi sikap Zee yang pernah Faisal ceritakan.

"Maaf, Zam." tepukan bahu dari Faisal, menyadarkan Milzam. "Ini yang saya maksud. Mohon maklumkan."

Senyuman tipis jujur terpaksa, Milzam pasang. "Gak apa. Zee wanita yang mandiri. Dia cuma gak mau merepotkan orang lain."

Pemikiran positif Milzam memukau orang sekelilingnya yang mendengar. Ibunda Milzam beserta Yuni terharu. Bunda Milzam berharap, anaknya akan terus seperti itu. Tetap sabar sebagai Lelaki, menghadapi sikap Wanita yang suka berubah-ubah.

°°°

Pesta resepsi pernikahan Zee, sangatlah mewah. Faisal benar-benar merancang semaksimal mungkin, pernikahan Anak semata wayangnya yang terjadi sekali seumur hidup. Konsep pernikahan Zee, tak jauh beda dengan Ibunya dulu. Berwarna pink bercampur ungu, bertema disney.

Pakaian Milzam dan Zee berganti. Beda dari sebelumnya. Pakaian mereka mengikuti warna resespsi pernikahan. Proses pemotretan berlangsung di tengah-tengah acara. Juru potret, mulai menjalankan tugasnya. Selain itu, Danang juga ikut mengambil gambar. Sebagai saksi atas tragedi ini, katanya.

"Zee, senyum! Jangan jauh-jauhan jaraknya! Gak enak di liat dari kamera!" teriak Danang, yang juru kamera akui benar. Mereka agak kurang nyaman, melihat jarak berdiri Milzam dan Zee yang sangat jauh.

Milzam melirik Zee. Seakan tahu isi hati wanita itu, Milzam berkata, "Sekali aja. Ini hanya sebentar. Setelah itu, saya janji gak ada pemotretan."

Berat hati, Zee setuju. Otaknya sudah berpikir dua kali, sebelum menuruti permintaan Danang. Sesuai arahan, mereka berdua melakukan sesi pemotretan. Sekali kilatan kamera, foto pertama pernikahan mereka di resepsi terambil.

"Sip! Ganti gayanya lagi, yang kedua!" sahut juru kamera mengacungkan jempol.

Zee melemparkan tatapan peringatan ke Milzam. "Cuma sekali, ingat?"

Milzam mengangguk lemah, teringat janjinya. Pandangan Milzam beralih ke juru kamera. "Mas! Sekali aja."

"Ha? Serius, nih? Kok, cuma sekali?" bingung juru kamera, sebab yang ia tahu pasangan pengantin malah meminta banyak pemotretan.

"Iya, itu udah cukup. Yang penting ada foto."

Danang sedari tadi diam menyimak, namun hatinya merasa aneh dengan tingkah dua orang itu. Batin Danang berucap, "Haahhh, semoga do'aku tadi terkabul untuk pernikahan mereka."

Bukan hanya Danang saja yang merasa aneh dengan pernikahan ini, Daniel dan Aisy sebagai pembawa acara juga. Aisy melirik Daniel, yang ternyata meliriknya pula.

"Kamu... Berpikir sama kayak aku nggak?" tanya Aisy.

Angguk Daniel polos.

"Apaan?"

"Kamu laper, kan? Sama. Kuenya keliatan enak." jawab Daniel tak kalah polos dengan anggukannya.

Aisy menepuk jidat. "Bukan, astaghfirullah... Bukan itu!"

"Jadi?"

"Pernikahan ini, loh. Ngerasa dejavu gak, sih?" bisik Aisy, merapatkan ke tubuh Daniel.

Otak Daniel berputar, berusaha memikirkan maksud ucapan Aisy itu apa. Dapat menemukan jawabannya, bola mata Daniel berbinar menatap Aisy yang berekspresi malas-malasan.

"Ooohhh, aku tauuu! Pernikahan ini, kerasa kayak pernikahan Sandryna dan Faisal, kan? Mereka kan, sama-sama di jodohin, Sy. Jadi, wajar aja, sih."

Bisikan Daniel, di balas putaran bola mata oleh Aisy. "Telat mikirnya!"

"Yah, ngambek..."

Sibuk membujuk Aisy yang merajuk, Daniel kurang mendengar desisan dari arah pelaminan Faisal dan Sandryna berada.

"Niel! Ppssstt! Psstt! Daniel! Niel! Ppsssstt! WOY, DANIEL!"

Teriakan terakhir Faisal yang lebih kencang, barulah menyadarkan Daniel. Sama-sama Aisy dan Daniel menengok ke sumber suara berasal. Alis Daniel memberi isyarat kepada Faisal, bertanya ada apa memanggilnya?

"Masuk ke pemotongan kue." bisik Faisal. Posisi mereka terpisah jauh. Jadi, menimbulkan sebuah risiko Daniel sulit mendengar ucapan Pria itu.

"Hah, apa?!"

Faisal berdecak kesal. Apa lagi Daniel sempat berteriak, menyebabkan beberapa mata tamu tertuju ke arah Pria itu.

"Umumkan sesi pemotongan kuenya belom." ulang Faisal lagi, dan Daniel tetap tidak dapat mendengar.

"Apa, woi, Sal?! Gak denger gue. Lo ngomong pakek bisik-bisik tetangga segala!"

Kesal dengan Daniel yang entah kupingnya memang tuli atau dirinya yang bodoh, Faisal memutuskan untuk menghampiri Pria itu. Berjalan cepat menuju panggung pembawa acara yang terpisah. Lalu Faisal datang, dan langsung mengarahkan mulutnya ke kuping Daniel.

"Pemotongan kuenya belom lo umumkan, goblok!!!" bisik Faisal, dan kali ini berintonasi tinggi sehingga gendang telinga Daniel berdenyut.

"Mata lo joget!!! Santuy dong, kalo mau tereak!"

"Elo sih, gue omongin dari tadi gak denger! Salah sendiri!"

"Tapi, lo, tadi bisik-bisik ya, nyet!" timpal Daniel tak terima.

"Berisik, awak! Udah, umumkan cepat!" Faisal hendak melangkah pergi, namun sedetik itu membalikkan tubuh lagi. "Eh, tunggu! Lo umumkannya nanti, ya, setelah gue foto preweed sama Sandryna bentar."

"Lama-lama gue kirim santet bener, lo, Sal! Tunggu aja saatnya gue tusuk-tusuk foto buluk, lo!" cerca Daniel menunjuk penuh emosi Faisal yang berjalan santai pergi menjauh. Untung Aisy menahannya. Kalau tidak, sudah terjadi tragedi civil war +62.

Sementara itu, Faisal tertawa bahagia di seberang sana. Setelahnya Faisal memanggil Danang untuk naik ke pelaminan.

"Kenapa, Om, manggil Danang?"

"Nang, kamu fotoin kami berdua. Yang cakep, ya?"

Danang melongo tanpa memberi respon. Faisal dan Sandryna sudah mengambil posisi bagus. Tinggal menunggu Danang menjepret kamera.

"Danang, ayo, fotoin kami! Yeuw..., malah diem." ucapan Faisal yang meninggi, menyadarkan Danang.

Danang mengangguk canggung. Dirinya masih merasa aneh dengan pemotretan yang akan ia lakukan. Sembari memotret, Danang membatin, "Ini yang nikah Anaknya, atau Orang tuanya? Kenapa dunia seakan kebalik begini?"

Selesai mengambil foto, Danang menghembuskan napas berat. Kedua kalinya ia membatin beriringan dengan itu, "Salah satu ciri-ciri akhir zaman. Siap-siap fase lima kehidupan lagi otw."

"Para hadirin yang berbahagia, tamu undangan kami yang terhormat. Sebentar lagi, kita akan menyaksikan sesi pemotongan kue oleh pengantin. Kepada pengantin wanita dan pria, di mohon mendatangi tempat yang telah di sediakan."

Suara Daniel menggema di seluruh gedung. Pemberitahuan pembawa acara, membuat seluruh mata memfokuskan pandangan ke Milzam dan Zee tanpa terkecuali. Mendapati tatapan seluruh orang mengarah kepadanya, Zee merasakan kedua tangannya perlahan bergetar.

Tingkah aneh Zee, di sadari Milzam. Milzam menatap lama Zee. Terutama telapak tangannya yang bergetar. Sengaja wanita itu menyembunyikan kedua tangannya.

"Kamu mau di sini aja, Zee? Tangan kamu gemetar." sahut Milzam, sedetik kemudian tatapan tajam Zee layangkan.

Tanpa berucap satu patah kata pun, wanita itu berlalu. Meninggalkan Milzam yang terdiam di tempat. Arah jalan Zee menuju kue pernikahan yang bertempat di seberang.

Milzam menghembuskan napas. Ia mengusap dada, dan melafalkan satu kata. "Sabar..."

Tinggal menunggu aba-aba Daniel, pemotongan kue akan berlangsung. Namun, Daniel belum bersuara. Daniel menatap jahil pengantin baru itu. Seolah mengetahui apa yang terjadi selanjutnya, Aisy memilih menjauh. Aisy mendekati Anaknya. Kabur sebelum bahaya datang.

Daniel berdehem, siap berucap. Microphone ia arahkan ke dekat bibir. "Silahkan mempelai pria dan wanita mengambil pisau pemotong kue yang telah tersedia di atas meja. Proses suap menyuapi, akan kita saksikan bersama, para hadirin yang berbahagia. Dan, tolong, jangan lupakan saya selaku pembawa acara. Kuenya jangan lupa di berikan kepada saya, karena sedari tadi belum di beri makan oleh tuan rumah."

Benar dugaan Aisy. Kegilaan Daniel meluap. Faisal menyembunyikan diri di balik tubuh Sandryna, sebab seluruh tatapan para tamu undangan malah menuju padanya.

Faisal bergumam, "Buat malu aja, anjir, si Daniel! Awas kisanak!"

Beralih ke pengantin. Aba-aba Daniel telah terucap, namun mereka masih berdiam diri. Keduanya tak ada mengambil pisau besar itu.

"Pasangan pengantin kenapa diam-diam bae? Mau buat saya aja kuenya?" tanya Daniel jahil.

Berhati-hati Milzam mengambil pisau kue itu. Ujung pisau kue terarah ke Zee. Melihat tajamnya pisau besar itu, membuat Zee takut. Zee jadi teringat masa lalunya beberapa tahun silam.

Zee menjauh, langsung berjongkok memeluk tubuhnya sendiri. Dia begitu ketakutan. Tubuhnya bergemetar. Semua orang yang menyaksikan, heran dengan pemandangan di depan. Faisal hendak menghampiri putri semata wayangnya, tapi Sandryna tahan.

"Jangan. Di sana ada Milzam. Ada suaminya. Dia tau sekarang, mana yang terbaik buat Zee. Kita gak ada hak lagi atas Zee dari 4 jam yang lalu."

Benar kata Sandryna. Niatnya Faisal urungkan. Kaki Faisal perlahan mundur ke belakang. Sesuai perkataan Sandryna, Faisal melihat saja apa yang akan Milzam lalukan terhadap Zee.

"Zee, are you okay?" telapak tangan Milzam terulur, ikut pula tubuhnya berjongkok. "Gak apa. Tenang, itu hanya pisau. Gak akan menyakiti, kamu."

Lirikan tajam, Zee layangkan. Zee berucap lirih. Suaranya sungguh bergemetar. Saking gemetarnya, suara Zee jadi terdengar samar.

"Jika gak tau masa lalu saya, lebih baik Anda diam! Jangan sok peduli, karena kepedulian Anda tidak berarti sama sekali bagi saya!"

Memaksakan diri, Zee beranjak berdiri penuh hati-hati. Berhasil menyeimbangkan tubuhnya, dengan begitu saja Zee pergi meninggalkan pesta pernikahannya tanpa pamit.

Ketika melewati kedua orang tuanya, ada sebuah genggaman tangan yang menahan Zee. Tangan kokoh itu milik Papanya.

"Zee, mau ke mana? Jangan pergi, sayang, ini pesta pernikahan kamu. Temani Suamimu."

Dua kelopak mata Zee, digenangi air mata yang siap berjatuhan. Zee menatap pedih Papanya. "Berhenti manggil Zee dengan sebutan sayang. Papa sebenarnya nggak sayang sama, Zee. Kalau memang sayang, Papa nggak akan menikahkan Zee dengan Pria itu. Orang tua macam apa, Papa, yang tega menyakiti Anaknya?"

Deg!

Hujaman belati tak kasat mata, menusuk hati Faisal hingga merasakan pedih kentara. Jantung Faisal sakit tiada tara. Melihat Faisal yang memegang jantungnya kesakitan, Sandryna panik tidak karuan. Hampir saja tubuh tegap Pria itu, tersungkur di lantai.

"Mas! Mas! Mas, gak papa, ha? Ada yang sakit? Astaghfirullah, Mas, tenang..." racau Sandryna. "Oke, oke, kita istirahat ke belakang. Mas kecapean. Sekarang tenangin diri, Mas."

Pasokan oksigen, Faisal hirup sebanyak banyaknya. Sandryna membopong tubuh Faisal, agar mudah melewati kerumunan orang. Di tengah-tengah kerumunan, Sandryna melewati Lala dan Reza. Sandryna menegur kedua orang itu.

"La, la! Gue boleh minta tolong?"

"Astaghfirullah, San, Suami lo kenapa?" Lala balik melontarkan pertanyaan.

"Mas Faisal kurang sehat. Gue minta tolong sama, lo, ya? Bilang ke Daniel, acara pernikahan ini harus tetap berjalan sampai selesai. Tapi, bisa, kan, tanpa adanya kami? Gue mohon... Bantu gue, ya, biar gak kesebar hal aneh sampe ke pendengaran tamu undangan."

Wajah memelas Sandryna, Lala tatap sedih. Sekilas Lala melirik suaminya, yang sama-sama pula meliriknya.

"San, kita udah sahabatan dari lama, bahkan tetanggaan. Lo gak perlu sampe mohon-mohon kayak gitu. InsyaAllah, kami semua sahabat, lo, akan nolongin. Lo tenang aja,"

"MasyaAllah, La, makasih banget! Makaaasiihh banget!"

Lalu, Sandryna pergi membopong suaminya. Sementara Reza dan Lala menyebar. Satu persatu sahabat mereka, Lala dan Reza beritahu mengenai amanah yang Sandryna titipkan.

Daniel mengangguk, kala Reza membisikkan. "Oke, gue tau gimana caranya, supaya para tamu undangan gak curiga dengan pesta pernikahan ini."

"Lo bisa kan, membuyarkan fokus para tamu?" tanya Reza memastikan.

"Oohhh, of courseee! Jangan ragukan kepintaran IQ Daniel Smith. Selain Bilioner tampan dan kaya raya, gue ini mantan orang pintar!" ucap Daniel sombong. Dadanya membusung ke depan.

"Emang ada, ya, mantan orang pintar?"

"Ada, lah! Buktinya gue!" tunjuk Daniel, setia menyombongkan diri.

Reza mengangguk berkali-kali, sembari ber-oria. "Berarti selama ini gue salah tentang, lo."

Alis Daniel berkerut. Kini ia bingung. "Maksudnya gimana?"

"Selain Bilioner, elo Dukun."

"Beleguk sia, kenapa lari ke Dukun?!"

"Lah..., katanya tadi lo bilang, elo mantan orang pintar? Orang pintar kan, sebutan untuk Dukun."

Daniel tersenyum lebar. Hatinya mencelos sedih, mendengar penuturan Reza. Entah sahabatnya itu memang polos, atau pura-pura polos manjaahh.

Sedetiknya, Daniel berteriak ala-ala Mahwang. "AAAAAAAAA"

°°°

Kedua remaja Pria, tampak bercengkrama. Mereka menikmati pesta. Seluruh pesta pernikah ini, mereka tatap. Tiba-tiba salah satu dari mereka bersuara, memecah keheningan.

"Tegar, kok, gue dari tadi gak ngeliat pacar, lo? Ke mana dia?"

Sambil menyesap minumannya, Tegar menghendikkan bahu. "Entah, lah, Suf. Dia gak ngabarin gue."

Pria bermata biru yang bertanya tadi, mendongakkan kepala. Seperti menerka sesuatu. "Oalah, wajar, sih. Kakaknya Dwi, gue dengar-dengar mantan pacarnya Suami Kak Queenzee."

Tegar hanya membalas dengan anggukan samar. Malas dirinya membahas percakapan mengenai Dwi. Ketidakhadiran wanita itu, membuat ia tak semangat. Biasanya Tegar sangat menyukai pesta. Lain sekarang, sebab tidak ada kekasih hati bersama dengannya.

"Tegar, Dwi mana?"

Percakapan mengenai Dwi baru saja dapat terselesaikan, malah ada yang memulainya lagi. Wanita yang matanya sama-sama berwarna biru seperti Yusuf itu, menungguya untuk memberi jawaban.

Tegar menatap malas wanita itu. "Gue gak tau, Salsa... Elo kan, temannya. Seharusnya lo tau."

"Eeeehhh, tapi, kan, elo pacarnya! Gimana, sih?"

"Ck, ck, ck! Princess Salsa, ada aja alasannya." decak Yusuf berkali-kali.

"Apa sih, lo, nyambung aja. Listrik mahal, ingat, tuh!"

"Apa hubungannya dengan listrik, sobat?" gumam Yusuf bingung. Yusuf melemparkan tatapan bingungnya menuju Tegar.

"Lo jangan tanya gue, Suf. IQ elo tinggi, bisa berpikir sendiri. Percuma masuk kelas MIPA 1, kalo mikir aja gak mau." celoteh Tegar, seolah tahu makna tatapan yang Yusuf berikan.

Pindah haluan ke Milzam, selaku pemilik acara pernikahan ini. Lelaki itu duduk diam sendirian di pelaminan. Tanpa adanya Zee, tanpa adanya Istri. Sudah menikah saja, ia masih sendiri.

"Loh, pengantin kok jomblo?" celetukan sarkas seseorang, spontan mendongakkan kepala Milzam.

Milzam tersenyum singkat. Milzam berdiri. Berhadapan dengan orang itu. Milzam sangat mengenalinya. Seorang Lelaki yang pernah mengundangnya ke acara tahlilan.

"Gimana kabar, Joni?" tanya Milzam, tiba-tiba saja berucap seperti itu.

"Loohh..., Joni, kan, udah meninggal. Gimana Anda ini? Udah gak dateng, sok-sokan peduli sama Joni."

Milzam tertawa getir. Setidaknya kehadiran orang kurang waras ini, bisa menghilangkan kesedihan hati Milzam. Itu pemikiran awal Milzam, mengenai orang di hadapannya.

"Gak nyangka saya, ternyata begini bentukan menantu idaman Om Faisal." celetuk orang itu, semakin sarkas. Tak ia pikirkan perasaan Milzam yang kesal mendengar ucapannya.

Orang itu melanjutkan ucapannya lagi. Sekarang tangannya mengarah. "Kita kemarin belum berkenalan. Saya Aldebran. Putra tunggal Daniel Smith. Tuh, Bapak, Emak, saya. Yang lagi bawa acara."

Jari telunjuk Aldebran yang mengarah ke panggung hiburan, Milzam tatap. Milzam mengangguk setelahnya.

"Salam kenal juga. Saya Milzam--"

"Udah tau, udah tau!" potong Aldebran. "Nama Anda udah tertulis sangaaaatttt jelas di undangan. Dokter Ikhtisyammuddin Milzam Taris."

Namanya di eja Aldebran sangat baik. Milzam lagi-lagi tertawa. Padahal lekaki ini tidak sedang bercanda, tapi mengapa setiap kali Aldebran berucap, Milzam sulit menahan gelak tawa. Apa karena Aldebran Putranya Daniel? Jadi, gen kegilaan Daniel ikut menurun ke Aldebran?

Masih menjadi sebuah misteri, kawan.

"Keren, ya, kalian. Sesama Dokter nikahnya." celetukan Aldebran, di balas Milzam di dalam batin.

"Enak apanya? Baru hari pertama menikah aja, udah baku hantam."

"Eh, tapi, hati-hati aja, sih." sambung Aldebran, sukses menimbulkan rasa bingung Milzam.

"Hati-hati kenapa?"

Tubuh Aldebran mendekat. Aldebran berucap pelan, "Hati-hati. Pas malem pertama, jangan lupa cek ubun-ubun Zee. Kali aja ada paku. Anda kan, orang baru."

"Ya Allah... Gini bener, cobaan hidup gue?"

Acara berbisik Aldebran terhentikan, tatkala suara sang Ayah menggema.

"Baiklah para tamu undangan yang berbahagia. Hari sudah semakin sore. Saya selaku pembawa acara, mendapatkan request dari tuan rumah. Request-nya di berikan tuan rumah kepada saudari Riznada untuk menyumbangkan suara emasnya. Kepada beliau, di persilahkan mendatangi panggung hiburan. Berikan tepuk tangan yang meriahnya!!!"

Prok! Prok! Prok!

Nada datang tergesa-gesa. Senyuman lebar menghiasi bibirnya. Gawat sekali. Dua saudara satu pergilaan itu, berkumpul dalam satu panggung. Bisa di perkirakan, kejadian kedepan. Orang yang sudah bisa mengenal mereka, pasti tahu. Sedangkan yang belum tahu, beranggapan kedepannya akan baik-baik saja. Termasuk Milzam, selaku orang baru.

Tampak Nada berbisik ke Daniel, dan Pria itu mengangguk kepala setuju. Acungan jempol bahkan Daniel layangkan ke Nada. Ide gila apa lagi, yang akan dua saudara itu lakukan?

Musik mulai berbunyi. Nada sudah memegang mic. Tapi, tunggu dulu. Ada sedikit ke-anehan. Daniel juga memegang mic. Apa mungkin, mereka ingin berkolaborasi? Sungguh, suasana kedepannya jelas tidak akan kondusif.

Ingatkah 'kan dirimu
Yang pernah menyakiti aku
Kau kecewakan aku
Tapi kumaafkan salahmu

Yang memulai adalah Nada. Rupanya Nada membawakan lagu Berharap Tak Berpisah. Wajar saja terdapat musik koplo yang memadukan. Nada, Daniel, di campur adukan dengan musik semacam itu? Positif suasana ricuh.

Mmmhh ...
Kini berganti kisah
'Ku menyakiti dirimu
Tapi apa yang terjadi
Kau meninggalkanku

Sebentar lagi ingin mencapai puncak lagu, degupan koplo semakin terdengar. Sesuatu yang telah terduga, akhirnya terjadi. Ketika Nada menyanyikan bait lagu puncak, Daniel bergoyang ala dangdut. Asik sekali. Melupakan Aisy yang malu di bawah sana menatapnya.

Izinkan aku
Untuk terakhir kalinya
Semalam saja bersamamu
Mengenang asmara kita
Dan aku pun berharap
Semoga kita tak berpisah

Dan kau maafkan kesalahan
Yang pernah kubuat

"AASEEKK! KALIAN BIASA DI LUAARR!" teriak Daniel, mengarahkan mic ke para penonton.

Musik yang di bawakan Nada semakin seru. Bahkan Yusuf dan Tegar naik ke panggung. Ikut bernyanyi dan bergoyang bar-bar bersama Daniel.

Mmmmhh .
Ingatkah 'kan dirimu
Yang pernah menyakiti aku
Kau kecewakan aku
Tapi kumaafkan salahmu

Kini berganti kisah
'Ku menyakiti dirimu
Tapi apa yang terjadi
Kau meninggalkanku

Izinkan aku
Untuk terakhir kalinya
Semalam saja bersamamu
Mengenang asmara kita

Dan aku pun berharap
Semoga kita tak berpisah
Dan kau maafkan kesalahan
Yang pernah kubuat

Demi apa pun, lagu ini mengingatkan Milzam dengan kenangannya bersama Dina. Isi lagu itu, persis menceritakan tragedi kandasnya hubungan dia dan Dina.

"Teringat mantan?"

Saking sibuknya bergulat dengan kenangan bersama Dina di pikiran, Milzam hampir melupakan kehadiran Aldebran yang masih berada di sebelahnya.

"Anda frustasi, emosi, sakit hati, ingin bunuh diri?" tanya Aldebran ngawur, tapi nyambung. "Jangan galau dan bersedih hati. Lupakan mantan. Buang sisa kenangan bersamanya di selokan, dan berusaha have fun. Oh, apa mau saya tarik ikut nyanyi juga ke atas panggung?"

"JANGAN!!!"

°°°

Tak henti-hentinya Milzam berdecak kagum. Dekorasi kamar ini, sulit mengalihkan pandangan Milzam barang sedikit pun. Milzam menggeret kopernya. Terdapat koper Zee juga di sana. Milzam mendapatkan informasi dari Sandryna, bahwa Zee pindah kamar. Sebenarnya ini bukan kamar Zee yang sesungguhnya. Kamar ini Faisal siapkan sudah lama, sebelum Zee lahir. Kata Mertua lekakinya itu, kamar ini sengaja ia persiapkan memang untuk Zee bersama suaminya kelak.

"MasyaAllah, bahkan kamar gue luasnya gak segini amat. Sekaya apa Dokter Faisal?" Milzam berdecak kagum. Kulit tangannya menyentuh ujung ranjang yang berwarna kuning keemasan. "Ini emas asli, kah?"

Kamar yang terkesan mewah berlebihan itu, sungguh menghipnotis Milzam. Milzam berkeliling, menghampiri setiap sudut kamar.

Ceklek!

Pintu yang terbuka menampakkan sosok Zee, menghentikan langkah Milzam seketika. Milzam diam, melihat saja yang akan di lakukan Istrinya itu. Wanita itu sudah berganti pakaian menjadi santai. Tidak seperti dirinya. Pakaian pernikahan resepsi belum terlepas.

"Dokter, bisa kita bicara sebentar?"

Milzam diam, tanpa merespon pertanyaan Zee. Mulai mereka sampai rumah, baru detik ini Zee berbicara. Milzam mengangguk setuju. Zee yang melangkah menuju sofa, di ikuti Milzam.

"Mau bicara apa?" tanya Milzam setelah duduk berdepanan menghadap Zee.

Secarik kertas, Zee taruh di atas meja. Milzam baru menyadari, ada kertas yang Zee bawa. Pulpen pun, Zee taruh bersebelahan dengan kertas.

"Kertas apa ini?" tanya Milzam langsung, sebelum membaca isi yang tertulis.

"Tanda tangan di sini," Zee menunjuk materai enam ribu yang menempel di sudut bawah kertas.

"Tanda tangan? Buat apa tanda tangan?"

"Buat persyaratan pernikahan."

°°°

Bersambung...

Assalamu'alaikum...

GIMANAAA? BANYAK KAH PART KALI INI?! Sengaja saya ketik sekali banyak supaya gak rindu lama sama Zee dan Milzam. Karena di perkirakan cerita ini berhenti publish dulu, sebeakasampai sesudah saya selesai ujian😁. Saya bener-bener mau belajar, demi masa depan saya. FK gak mau menerima CalDok yang malas-malasan menata hidup. So, doakan saya mendapatkan nilai terbaik. Aamiin...

Sampai jumpa di part APSK berikunya. Next part, konflik Zee dan Milzam berhubungan dengan kerenggangan pernikahan. Hampir-hampir sama lah, kayak Faisal dan Sandryna. Cuma yang membedakan, dulu Faisal yang bersikap dingin. Sekarang kebalikan, Anaknya pula. Memang Bapak sama Anak, hobbnya buat hati anak orang patah😒.

Jangan lupa vote dan comment! Sider tolong hargai saya yang udah nulis capek-cepek!!!

Syukron, wassalamu'alaikum...

❤Follow IG Author
Nafla_Cahya08

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top