BAB 6 Gwangan Bridge.
Disebuah sudut ruangan yang sepi, Junyeol terduduk sembari menyeruput kopinya yang masih hangat. Ia memilih sebuah kedai kopi yang tak begitu ramai disudut kota.
Tak jauh dari kursinya, tampak jelas jendela kaca yang mengelilingi café itu sedang menampakkan beberapa orang mulai berjalan cepat menuju rumah mungkin. Harum kopi mengambang di udara.
Ia tak henti kembali melirik arloji ditangannya. Lima belas menit telah berlalu dengan membisu. Menatap kosong keluar jendela, menunggu sesosok perempuan yang sangat ingin ia temui lagi.
Apakah dia akan datang? Junyeol harap cemas menantikannya. Apakah keputusannya tepat? Ia selalu bertanya-tanya dalam hatinya.
Glek.
Kopi dicangkirnya menyisakan tegukan terkahir menandakan ia harus memesan kembali minumannya.
Perlahan ia membangunkan dirinya, kembali menuju meja kasir disaat yang bersamaan setelah ia menerima cangkir kopi keduanya di meja kasir pintu café terdengar terbuka sehingga suara bising kendaraan sempat masuk meruak keheningan.
Junyeol menolehkan tubuhnya menghadap pintu yang terbuka. Dan sesaat persis dihadapannya, seorang perempuan yang ia tunggu telah datang dengan membawa sebuah buku ditangannya. Nafasnya tak beraturan dan memaksakan diri untuk tetap tersenyum menatap Junyeol dari kejauhan.
"Maaf aku terlambat," katanya sembari menghampiri Junyeol.
Junyeol segera mengangguk ikut tersenyum, "It's oke, ah sebentar," Junyeol segera beralih ke meja kasir lagi, "Suka Caramel Frappuccino?" tebaknya.
Anissa segera mensejajarkan tubuhnya, "Americano saja," jawabnya menatap Junyeol yang sempat terkejut dengan pesanan Anissa, "Ice tall americano on the rock satu," Anissa memesan minumannya pada sang kasir.
Kini keduanya berjalan menuju meja yang tadi sudah diduduki Junyeol. Ada sebuah kotak yang dibungkus dengan tas berwarna merah muda diatas meja.
"Untukmu," Junyeol memberikan kotak itu pada Anissa.
Anissa mengangguk senang melihatnya, ia segera meraih kotak itu dan membukanya.
"Astaga, kotak makanku?" Tanya Anissa terkejut. Junyeol mengangguk. Ternyata pria itu menyimpan kotak makanan yang diberikannya. Dan lebih terkejut lagi ketika kotak makan itu dibuka, ada beberapa makanan didalamnya tersusun rapi.
"Kau boleh mencobanya," kata Junyeol.
"Kau yang membuatnya?" wajah Anissa kini kembali merona ketika Junyeol mengangguk ragu. "Kimbap?" Tanya Anissa, Junyeol kembali mengangguk, "Jika kau tak keberatan, apa saja isinya?" Tanya Anissa berusaha memberikan wajah yang tak mengecewakan.
"Itu, hm.." Junyeol berpikir sejenak untuk mengingatnya, "Ah, aku memasukkan potongan wortel, timun, telur dadar, dan ada sosis sapi didalamnya, apa ada yang tak kau suka?"
Anissa menggeleng lega, "Tidak ada, aku hanya penasaran," ia bernafas lega karena bisa menikmati makanan yang diberikan Junyeol. "Boleh aku coba?"
Junyeol mengangguk semangat, ia juga penasaran dengan rasa masakannya yang sebenarnya juga dibatu oleh teman segroupnya Do Hyun.
"Enak?" Tanya Junyeol begitu Anissa melahap makanannya. Anisa mengerutkan keningnya, "Ah, tidak enak?" Tanya Junyeol kecewa.
Anissa tersenyum menggeleng, ia hanya bercanda. Rasanya enak, untungnya isi didalamnya bahan matang bukan mentah seperti kebanyakan makanan Jepang atau Korea, karena ia tak menyukainya.
"Kau juga harus ikut memakannya," Anissa menyodorkan kotak makanannya pada Junyeol.
"Tidak, aku sengaja membuatnya hanya untukmu." Tawa Junyeol.
"Ah, tidak usah, kau juga harus ikut memakannya baru bisa dinamakan makan malam bersama, jika kau tak memakannya, aku hanya makan malam sendirian," tawa Anissa membujuk Junyeol.
"Haha benar juga, baiklah," Junyeol mengambil irisan Kimbap lainnya dan memakannya, "Jadi, berapa lama lagi kau akan tinggal disini?" Tanya Junyeol.
Anissa menelan makanannya terlebih dulu, "Aku belum tau, mungkin tak lebih dari satu minggu. Ohya, bagaimana kau bisa tau nomorku?"
Junyeol terkekeh, "Kau belum menyadarinya?" Anissa menjawabnya dengan menggeleng bingung, "Saat malam itu, aku menggunakan handphonemu untuk memanggil nomorku, aku hanya iseng saja, dan ternyata berguna," tawanya.
Anissa membesarkan kedua bola matanya sembari menggeleng, "Yang benar saja!" tawanya.
"Maaf Anissa, aku tak bermaksud buruk." Jelas Junyeol.
Anissa tersenyum, "Tak apa, terimakasih juga untuk makanannya." Anissa menyeruput minumannya, "Ah, sudah habis?" tawanya menyadari minumannya sudah habis tak bersisa, "Aku akan memesan minuman lagi, tunggu sebentar ya."
Ia berjalan menuju kasir untuk kembali memesan minuman. Mungkin karena cukup haus ia tak henti meminum minumannya sembari makan. Ia bahkan berputar-putar lebih dari lima kali untuk mencapai lokasi yang di tentukan Junyeol. Sesekali bertanya kepada orang-orang yang bergegas pulang, bahkan diantaranya hanya menggeleng saat melihat dirinya sesaat.
Anissa kembali kekursinya, dan menyeruput minuman yang sama seperti yang ia pesan sebelumnya.
"Kenapa Americano?" Tanya Junyeol kemudian. Baginya, tak banyak perempuan yang menyukai rasa pahit kopi hitam, maka dari itu sebelumnya Junyeol berpikir untuk memesankan Caramel Frapoccino seperti yang ia pesan.
Americano adalah 2 shot espresso yang dicampur dengan air putih hingga mencapai ukuran segelas. Sementara on-the-rock adalah modifikasi dari americano classic, yaitu 2 shot espresso yang diguyurkan ke segelas es batu, tanpa ditambah air lagi.
"Kenapa?" Anissa menatap minumannya, "Sederharna saja, Kopi itu sudah seharusnya rasa kopi. Bukan karamel, atau rasa modifikasi lainnya, dan aku memesan dengan On the rock karena ku pikir rasa es batu sudah cukup memberi rasa pada kopi, jika ditambahkan air justru akan mengubah kekentalannya, yang pada akhirnya membuat rasa kopinya kurang nikmat bagiku."
Junyeol mulai mengangguk mengerti, "Kau menyukai rasa pahit kopi itu?"
Anissa tersenyum menatap Junyeol, "Bukankah membuat kopi itu cukup rumit? Bayangkan saja dari cara kopi ditanam, hingga ditumbuk, kemudian baru bisa masuk kedalam mesin pembuat espresso, itupun yang berkhualitas. Bagiku sama seperti hidup di dunia ini, semua usaha yang sudah dilakukan terkadang masih berbuah pahit, lalu sayangnya banyak orang yang tidak menyukai rasa pahit kopi dengan menambahkan rasa lainnya, kalau aku, aku akan menikmati rasa pahit itu juga."
Junyeol terdiam, ia menatap perempuan dihadapannya mendalam. Ada sebuah getaran aneh dalam dirinya yang tak ingin melepaskan pandangannya sedetikpun pada perempuan dihadapannya.
"Kenapa kau menyukai sesuatu yang manis dalam kopimu?" kali ini Anissa membalikkan pertanyaan itu pada Junyeol, membuat Junyeol berkedip terlepas dari rasa kagumnya.
"Eh, ini?" Junyeol berpikir sejenak, kenapa ya? Batinnya. Ia hanya suka sesuatu yang manis tanpa harus tau alasannya, namun jika menjawabnya begitu, ia akan terlihat terlalu sederharna. "Em, itu karena..." Junyeol kembali menatap Anissa, "Ada rasa manis yang menghibur," tawanya, Junyeol menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, "Rasa kopinya tetap kuat tapi tetap enak diminum karena dipadu dengan sirup karamel, dan disertai pula dengan topping whipped cream. Bukankah rasanya sangat kaya? Membuat warna kopi ini lebih cerah. Pahitnya kopi tetap mendominasi. Tapi kini ada rasa lain. Lembut. Meski rasanya lembut, ia hadir lewat proses yang panjang dan tak kalah keras, mulai dari sapi hingga berakhir ke kaleng yang dituang ke gelas. Semua campuran memiliki karakter yang sama menariknya dengan kopi. Bagiku, rasa itu tidak merusak rasa kopi, tapi justru melengkapinya."
Junyeol menatap mantap wajah Anissa yang tak henti tersenyum menatapnya, ia berhasil menjawabnya dengan sebegitu rinci. Bahkan sebenarnya ia ingin tertawa terbahak-bahak, sejak kapan ia bisa berbicara seserius itu? Ia sudah larut terbawa suasana.
"Kau bahkan memikirkan sapinya," kini tawa Anissa memecah keheningan kedai kopi itu yang larut termakan waktu.
Junyeol teringat kembali kata-kata yang ia ucapkan secara spontan dan ikut tertawa mengingatnya. Ia hanya memikirkan bagaimana rasa manis itu seolah akan melengkapi kepahitan kopi. Memandangi wajah perempuan yang memiliki banyak hal yang tak pernah Junyeol rasakan. Seolah ada hal baru yang perlu diusik, perlu ia dalami.
Hingga beberapa jam berlalu dengan tawa keduanya yang mencair bersama jam yang terus berdetak terasa sangat cepat.
Anissa menceritakan bagaimana perjalanannya hingga sampai ke kedai kopi yang diminta Junyeol. Ia menceritakan bagaimana tatapan aneh orang-orang yang melihatnya, tentu saja karena dirinya orang asing yang tiba-tiba bisa berbahasa Korea, terlebih hijabnya yang mencolok.
Bahkan tadi pagi saat ia ingin berkunjung ke kantor travelnya yang berada di pusat ibu kota Korea dengan taxi, supirnya dengan jelas berkata "Waeguging andwe" dan pergi begitu saja. Artinya, "Oh, orang asing, nggak deh." Padahal jelas-jelas Anissa belum mengucap sepatah katapun. Sepertinya begitulah penduduk Korea kebanyakan, mereka lebih memilih untuk pergi jika melihat tampang orang asing sedang kebingungan yang mendekat ke arahnya, mungkin faktor bahasa.
Junyeol tak henti tertawa saat Anissa mendominasi pembicaraan dengan cerita-cerita serunya seharian ini. Hingga mereka tersadar oleh seorang pegawai yang menghampiri keduanya.
"Maaf Tuan dan Nona, tapi 15 menit lagi kami akan menutup kedainya," pelayan itu berusaha sesopan mungkin sembari memperlihatkan papan jam buka kedainya.
Anissa dan Junyeol cukup terkejut dan saling melihat jam ditangan masing-masing.
"Astaga, maaf aku lupa! Terimakasih sudah mengingatkan," Junyeol membungkuk dikursinya menatap pelayan itu.
Pelayan wanita itu terlihat salah tingkah diberi senyuman semanis itu sembari berkata "Tidak apa-apa, permisi," lanjutnya sembari memegangi pipinya berlalu pergi.
Anissa terkekeh menatap pelayan wanita itu dengan geli. Apakah pelayan itu mengenal Junyeol? Anissa tak tau, namun pun jika Junyeol bukan seorang idol, semua wanita yang diberikan senyum semanis itu pasti akan meleleh.
"Kenapa?" Tanya Junyeol bingung, sepertinya ia tak menyadarinya, hingga Anissa hanya menggeleng cepat. "Ah ya, maaf aku sampai lupa waktu."
"Tidak, harusnya aku yang minta maaf, aku terlalu asik bercerita padamu." Kata Anissa.
Junyeol mempersilakan Anissa untuk bangun, "Aku akan mengantarmu, ayo."
Anissa ikut terbangun dari kursinya, "Aku bisa naik taxi, tidak apa-apa."
Junyeol terkekeh, "Waeguging andwe" sembari meniru pria paruh baya atau supir taxi yang Anissa ceritakan barusan.
Anissa tertawa melihat tingkah Junyeol yang menirukannya dengan sangat mirip sembari berjalan keluar kedai.
"Ah, perutku sakit!" Anissa berusaha menghentikan tawanya persis didepan mobil Junyeol yang terparkir.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Junyeol khawatir.
Anissa mengangguk sembari tersenyum, "Aku baik-baik saja, hanya terlalu banyak tertawa."
"Haha, aku juga, dan sepertinya aku akan terjaga sepanjang malam," Tawa Junyeol membuat Anissa mengangkat kedua alis matanya, "Bagaimana tidak, kita meminum dua cangkir kopi di malam hari."
Anissa menepuk tangannya sekali, "Ah, benar!" ia ikut tertawa menimpali Junyeol.
"Ayo masuk," Junyeol membukakan pintu mobilnya untuk Anissa. Dan kemudian berjalan cepat menuju pintu satunya lagi.
**
Didalam mobil, Junyeol menyetel radio di tapenya. Suara penyiar masih terdengar bersemangat memberikan informasi tangga lagu yang popular dan banyak diminati anak muda di Korea saat ini.
Anissa beralih menatap jendela yang memperlihatkan lampu-lampu di jalanan saling beradu dengan papan nama pertokoan yang didominasi huruf hangul.
"Oh, Anissa, coba kau dengarkan," kata Junyeol ketika suara di radionya mulai berganti memainkan intro sebuah lagu yang menjadi Top Chart.
Anissa segera beralih melihat radio itu dan berusaha mendengar liriknya yang sekaligus diartikan oleh otaknya.
~Kamu memiliki senyum yang sangat indah. Yang mampu membuatku bertahan.~
Suara itu terdengar lembut bersautan dengan suara musik yang syahdu, namun begitu dalam.
~Bersama kamu saja cukup bagiku. Dan aku, kapanpun akan bersemayam disisimu. Menjadi kebahagiaanmu. Kita bersama mengukir sejarah. Gomawo mianhae saranghae.~
"Oh..." Anissa segera menatap Junyeol yang tersenyum mengahadap ke jalanan. Ia mendengar suara itu mirip dengan suara pria yang sedang bersamanya, kalimatnya indah meskipun terdengar cepat.
"Ada apa?" Tanya Junyeol menengok sebentar.
Anissa menggeleng cepat, ia ingin menikmati lagunya sebelum bertanya. Ia memejamkan kedua matanya sembari mencari-cari arti dari makna lagu itu. Suasananya menjadi sangat hangat ketika lagu itu diputar.
"Wah," Anissa menghela nafasnya, "Aku suka lagu ini." Ia tersenyum menatap Junyeol ketika lagu telah usai. "Gomawo mianhae saranghae. ( terimakasih, maaf, aku mencintaimu. ) Bukankah lagu ini bermakna sangat dalam?" Tanya Anissa.
"Together," jawab Junyeol.
"Apa?" Tanya Anissa bingung.
"Judul lagunya, Together." Junyeol menengok sebentar menatap Anissa, "Aku akan selalu membuatmu tersenyum. Berjanji padaku, tetaplah seperti dirimu yang sekarang," Junyeol mengulang beberapa lirik lainnya dari lagu itu.
"Lagu itu pasti tercipta untuk seseorang yang sangat berarti, bukan begitu?" Anissa mengangguk mencoba menganalisa, "Ah, dan aku mendengar seperti ada suaramu dibagian rap, benar?" Tanya Anissa ragu.
Junyeol mengangguk perlahan, "Ada yang ingin ku katakan sebenarnya."
"Apa?" Tanya Anissa penasaran.
Namun sebelum Junyeol menjawab, ia menghentikan laju mobilnya. "Kau tak keberatan untuk keluar sebentar kan?" Tanya Junyeol.
Anissa menatap Junyeol bingung, sedangkan pria itu berjalan keluar dari mobilnya menuju pintu sebelah Anissa.
"Keluarlah," ajak Junyeol.
Anissa tampak ragu sembari melihat jam dipergelangan tangannya yang sudah menyentuh pukul 11 malam. Kenapa juga ia harus keluar semalam ini? Jika ini di Jakarta, mungkin namanya sudah terancam dikeluarkan dari kartu keluarga oleh Ayahnya.
Anissa tak bisa menolak. Ia melangkahkan kakinya keluar mobil, dan mengikuti langkah Junyeol pada sebuah kursi yang terletak dipinggir bukit dekat pagar besi.
Ada sebuah lampu jalan menerangi kursi itu. langkah Anissa semakin dekat menuju kursi itu, tempat Junyeol menyenderkan tubuhnya pada pagar disana.
"Woah!" kaget Anissa melihat pemandangan yang saat ini ia lihat di balik pagar besi itu.
"Itu Gwangan Bridge" Junyeol menunjuk jembatan panjang yang bersinar terang dibawah sana. Terlihat gegung-gedung tinggi menjuntai dikedua sisi ujung jembatan Gwangan. "Ada banyak tempat di Korea yang sangat indah di malam hari." Lanjut Junyeol.
Anissa beralih menatap Junyeol, "Ada sesuatu yang ingin kau katakan?"
Junyeol merasa salah tingkah begitu Anissa menatapnya dengan jarak satu langkah disampingnya. Ia juga bingung untuk mengatakan hal sebenarnya.
"Kau bilang, kau mendengar suaraku di lagu tadi?" Tanya Junyeol memberanikan diri.
Anissa mengangguk, "Ya, suaranya terdengar sedikit ngebass, anehnya meski itu rap, tapi sangat menyentuh. Lalu kenapa?"
"Bagaimana jika itu benar suaraku?" Tanya Junyeol.
"Benarkah? Berarti benar dugaanku!" tawa Anissa. Sedangkah Junyeol mengangkat sebelah alisnya. "Ada apa?"
"Itu artinya aku seorang penyanyi." Akhirnya Junyeol mengatakannya.
"Iya, aku tau. Lalu?" Tanya Anissa bingung.
"Apa?! Kau tau? Sejak kapan?" Tanya Junyeol terkejut.
"Aku tau saat aku berkeliling di Seoul, aku mengunjungi perusahaan yang melabeli group boybandmu, HIGHFIVE." Jelas Anissa terus terang.
"Apa?" Junyeol kembali terkejut, "Itu artinya kau sudah tau siapa aku sebenarnya sejak tadi bertemu? Kenapa kau tak bertanya apapun padaku?"
"Untuk apa?" Tanya Anissa bingung, "Aku sudah mengenalmu, lalu kenapa? Aku bertemu denganmu sebagai seseorang yang ku temui malam itu di pulau Jeju atau seseorang yang duduk disebelahku di pesawat, mungkin bisa dianggap sebagai seorang teman." Anissa kembali menatap pemandangan didepannya, "Aku belum bertemu dengan dirimu sebagai Junyeol HIGHFIVE, apa kau marah karena aku bersikap biasa saja? atau aku harus meneriakan namamu dan meminta tanda tanganmu?" Tanya Anissa bingung kembali menatap Junyeol.
Junyeol menggeleng, "Ah, bukan. Bukan begitu, hanya saja.." Junyeol pun menjadi sangat bingung. Reaksi apa yang seharusnya ia berikan?
Kenapa perempuan ini bersikap biasa saja? Tidak adakah hal yang membuatnya penasaran? Tidakkah dia mempertanyakan statusku sebagai idol? Kenapa? Batin Junyeol.
Sedangkan Anissa menatap keheningan Junyeol. Ia paham, memang ini membingungkan. Namun ia juga tak mengerti bagaimana cara mengambarkannya, ia merasa terkejut luar biasa mengetahui kebenaran ini. Namun, apakah lantas ia harus berbangga diri bisa mengenal seseorang yang begitu terkenal bisa menyebut namanya? Bisa berbicara dengannya? Haruskah ia menjadi sombong? Tidak. Ia akan tetap menjadi Anissa yang tak dikenal banyak orang, tak ada yang berubah. Ia hanya bahagia jika perlu juga bersyukur dengan keajaiban ini, setidaknya ia jadi melihat dunia dari sisi lainnya.
"Suaramu bagus, sangat bagus." Kini Anissa tersenyum menatap Junyeol. "Aku juga suka lagu tadi, dan beberapa lagu lainnya yang diputar saat aku berada di S-Entertaiment building. Liriknya memiliki makna yang dalam, apa kau ikut menulisnya?"
"I-iya, beberapa lirik lagu didalamnya, terkadang semua member menyatukan pikiran untuk menulisnya. Terutama lagu yang tadi kau dengar, Together. Kami menciptakannya untuk penggemar kami. Setiap katanya menggambarkan keadaan kami, bersama penggemar kami." Junyeol mulai melupakan kebingungannya, artinya Anissa berhasil mengubah topik pembicaraan keduanya yang mengambang.
"Mereka pasti beruntung," kata Anissa kini berjalan menuju kursi dibelakang keduanya.
"Beruntung? Siapa?" Tanya Junyeol mengikuti langkah Anissa.
"Penggemar kalian. Lirik Lagu merupakan ekspresi tentang suatu hal yang sudah dilihat, didengar maupun dirasakan kemudian disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa pada struktur fisik dan struktur batin. Kalian berkomunikasi melalui lagu, bukankah itu sangat indah?"
Junyeol mengangguk setuju, "Ya, bagiku musik adalah hal paling berarti dalam hidupku."
"Boleh aku menjadi penggemar kalian?" Tanya Anissa terkekeh menatap Junyeol yang segera menengok menatapnya, "Ya, biar aku juga bisa masuk kedalam hidupmu yang berarti."
Junyeol kembali diam menatap Anissa. Anissa kembali tersenyum.
"Musik. Aku ingin tau arti musik yang dianggap sangat berarti bagi seseorang."
Junyeol terkekeh mengangguk, "Baiklah, kau diterima!" tangan kanannya menjulur mengajak Anissa bersalaman.
Anissa tak menyambutnya, ia membalasnya dengan tepukan kedua tangannya seolah sangat bergembira.
Junyeol menarik kembali tangannya sembari menggulum bibirnya kemudian ikut tertawa.
Keduanya menatap langit yang begitu gelap tanpa setitikpun cahaya menerangi, bahkan bulanpun tak terlihat mungkin tertutup awan hitam, atau kalah dari terangnya sinar di bumi.
"Sayang sekali langitnya begitu gelap, tak ada satu bintangpun disana." Junyeol mendengakan wajahnya. "Tapi tak apa, mungkin mereka malu." Lanjutnya. Ia kemudian menatap Anissa. "Kau lebih bersinar daripada bintang." Tawa Junyeol memulai rayuannya sebagai penghangat suasana.
Anissa menoleh menatap Junyeol. Ia membalas senyuman Junyeol yang terlalu manis itu dengan lesung pipi yang sangat menonjol, "Kau salah," bisik Anissa, "Disini ada bintang yang bersinar terang."
Junyeol segera menatap langit lagi, ia bingung dimana letak bintang itu, "Dimana? Aku tak melihatnya?"
"Dihadapanku," kata Anissa.
"Hah?" Junyeol segera menengok kembali menatap Anissa yang sedang menatapnya. "Wah apa ini?" Tanya Junyeol dengan wajah memanas.
Junyeol segera berdiri menahan senyumnya. Ia mengusap wajahnya buru-buru. "Ah," ia kembali berjalan mendekat pagar. Ada apa ini? Kenapa rasanya sangat memalukan? Batinnya.
Sedangkan Anissa tak henti tertawa melihat tingkah Junyeol yang salah tingkah. Padahal ia hanya ingin membuat lelucon, tapi Junyeol sepertinya sudah termakan rayuannya. Junyeol kalah telak.
Ada beberapa hal yang sulit ditebak, seperti sebuah perasaan yang muncul secara tidak sengaja. Ada sebuah perkenalan yang terasa seperti pertemanan yang sudah sangat lama terjalin. Terkadang, dua orang yang sangat berbeda bisa menjalin hubungan dengan cepat karena rasa ingin tahu yang kemudian berubah menjadi rasa ingin saling mengerti.
Dert.. dert...
Handphone Anissa bergetar, sebuah pesan muncul di layarnya. Serta ada beberapa notifikasi beberapa panggilan tak terjawab, dan itu dari Jihoon.
***
Author's Note:
-Kimbap adalah nasi yang digulung dengan rumput laut kering bersama wortel, timun, dan daging-dagingan. Bentuknya mirip dengan sushi, hanya isian proteinnya saja yang berbeda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top