XIII. Kebangkitan Sekali Lagi
Seharusnya Kairo tidak terkejut lagi ketika melihat orang mati hidup kembali, tapi apa yang dia lihat saat ini membuatnya ingin tertawa.
(Haruskah aku membunuhnya?)
Kairo menimang-nimang apakah dia harus membunuh monster yang ada di didepannya, Rain, tapi ketika melihat wajah master yang terlihat puas, Kairo mau tidak mau mengurungkan niatnya. Lagipula, untuk dibilang sebagai zombie juga aneh karena Kairo masih melihat sinar dari mata Rain. Sebuah ambisi.
"Apakah Anda punya jawaban untuk ini, Dewa Loki?" tanya Kairo kepada Loki karena dia yang paling antusias melihat orang yang masih 'hidup' ketika terkena panah beracun.
"Rupanya ada dewa yang tertarik dengannya," jawab Loki dengan tawa keras sampai air matanya keluar. "Sebelum kita memasuki tugas ketiga, aku akan memberitahu kalian sesuatu."
Sebuah layar hologram muncul dihadapan anak-anak asrama yang masih hidup, termasuk Rain yang dianggap 'setengah hidup dan setengah mati'. Kairo melihat layar itu dengan tenang walau dia tahu kalau dewa-dewa sialan dan para awaken masih menginginkan kematiannya, mereka pasti merencanakan sesuatu yang lebih ekstrim dari dua tugas sebelumnya.
"Ini gila!" Orang pertama yang mengutuk adalah Ervin, wajah cantiknya sedikit pucat karena kelelahan dan seperti biasa ... dia hanya bisa mengutuk.
"Menarik sekali." Reaksi yang berbeda dari Joshua, dia terlihat sangat percaya diri dan tidak tampak takut. Kairo bisa menebak kalau si penipu ini akan melakukan apa saja yang menguntungkannya.
Peringkat 1 : Ananda Rain Hutabarat (166)
Peringkat 2 : Ervin Samantha (150)
Peringkat 3 : Joshua (147)
Peringkat 4 : Kairo Metternich (142)
Peringkat 18 : Shera (126)
Peringkat 23 : Arabella Natania (104)
Peringkat 25 : Leiv Ackardia (100)
Peringkat 30 : Allegra Justitia (95)
"Jumlah angka yang ada dibelakang nama kalian berartikan bahwa dewa-dewa sangat tertarik dengan keberadaanmu," jelas Loki lagi, kali ini senyumannya semakin lebar dan tidak terkendali. "Semakin banyak dewa yang tertarik kepadamu, kau semakin kuat dan tidak gampang mati."
Kairo mengangguk mengerti, penjelasan Loki cukup logis mengingat apa yang dia lihat dari Rain dan juga Ervin. Rain bisa hidup karena banyak dewa yang tertarik dengannya, kemungkinan besar dewa-dewa itu yang membuatnya hidup lagi. Sementara Ervin yang hanya manusia biasa tanpa ada orang lain yang membantu, sangat luar biasa bisa bertahan lama.
"Kalian boleh istirahat sebelum tugas ketiga!"
Tubuh anak-anak asrama langsung berjatuhan ketika para dewa dan master sialan pergi begitu saja. Beberapa dari mereka kelelahan dan terluka di sana-sini, bahkan ada juga yang menangis dan berteriak ingin pulang.
***
Rara merasa tertampar dengan kenyataan yang menghancurkan semua mimpi yang sudah dia lakoni selama hidupnya. Darah, keringat, dan air mata menjadi sia-sia, hilang begitu saja. Tujuannya memasuki asrama adalah untuk mendapatkan keadilan untuk sang ayah, tapi siapa sangka jika sang pemilik asrama adalah seorang dewa licik.
Rara merasa harapannya jatuh. Ayah tercintanya, ketidakadilan dalam kematiannya, Rara tidak bisa menerimanya begitu saja.
300 permintaan jumlah yang banyak dan dia tidak yakin dewa mengabulkan semua permintaannya jika dia berhasil selamat dari ujian-ujian mematikan ini. Apa nyawanya sebanding dengan ujian-ujian yang tidak jelas tujuannya?
Setelah dipikir-pikir, apakah masih ada yang menyembah Loki? Bukankah dia mati dalam perang Ragnarok dan dibunuh oleh Heimdall?
Rara menyeringai geli. Tujuan Loki bukanlah untuk memberi penghargaan secara cuma-cuma, dia adalah dewa paling licik dan tercela. Rara yakin Loki mempunyai rencana dan mengorbankan anak-anak asrama.
Rencana Loki ... mungkinkah untuk memulihkan kondisinya setelah perang, membuat tubuh yang jauh lebih kuat, karena Loki telah muak dengan dunianya, mungkinkah tujuan akhirnya benar-benar menghancurkan dunia?
Kening Rara semakin mengerut ketika memikirkan hal yang diluar akal sehatnya.
"Dia tidak mungkin bisa melakukan hal itu sendirian dan dia pasti sudah menghasut dewa lain yang lebih kuat?"
Mendengar Rara bergumam pelan dengan ekspresi serius, membuat Bella menatap gadis itu lamat-lamat. "Apa maksudmu?"
Rara menoleh begitu dia mendengar Bella bertanya. "Menurutmu ... siapa yang lebih kuat dari Loki?"
Bella menggeleng pelan. "Dalam mitologi Nordik, dewa-dewa seperti Loki, Heimdall, dan bahkan Thor tewas dalam Perang Ragnarok. Jika kita menganggap semua mitologi berkaitan, mungkin ada dewa yang kuat diantara mereka seperti Zeus atau mungkin Horus. Aku tidak terlalu yakin dengan itu."
"Jika kamu menang, apa permintaanmu?" tanya Rara lagi.
Ekspresi Bella menjadi sedih karena sudah sial berhubungan dengan permainan gila ini. "Aku tidak tahu karena aku bukan penyihir yang kuat. Ada banyak penyihir kuat di sini dan aku tidak cukup yakin untuk mengalahkan mereka, satu lawan satu."
Mata Rara membulat kaget ketika melihat Bella yang terlihat tertekan. "Apakah ada penyihir lain selain kamu?"
Bella kemudian menujuk orang-orang yang membuatnya selalu berdiri dalam bayang-bayang. "Shera, Kairo, dan Joshua. Aku dan Joshua sama-sama seorang auror, sedangkan Kairo adalah pemburu penyihir yang melakukan kejahatan. Kalau Shera ... dia sudah menjadi penyihir hitam karena pernah melakukan sihir tabu. Aku akan melindungimu, karena aku sudah berjanji kepada Dante."
Rara tersenyum lebar dan matanya berkilat-kilat. "Aliansi, kita harus membuat aliansi dengan orang-orang kuat. Bella, kita tidak boleh mati di sini. Aku tidak percaya dewa karena mereka bisa memalingkan wajah kapan saja."
"Kamu ingin membentuk aliansi dengan siapa?" tanya Bella.
"Aku tidak suka Joshua karena matanya licik seperti Loki. Aku juga tidak suka Shera karena dia pasti melindungi Leiv. Rain ... aku ragu dengan posisinya meskipun dia peringkat pertama."
"Pilihannya tinggal Kairo atau Ervin. Siapa orang itu?" tanya Bella lagi, dia sangat setuju dengan ide Rara.
"Keduanya. Kita akan mengajak Kairo dan Ervin bekerjasama dengan kita!" Rara menjawab dengan tegas dan tanpa ragu.
"Ayo kita lakukan!"
***
Kabut mulai menyelimuti anak-anak asrama dan hal itu adalah pertanda bahwa babak ketiga akan segera dimulai. Ketika membuka matanya lagi, Kairo tidak melihat hutan belantara dengan tanaman-tanaman aneh, melainkan bangunan-bangunan dengan arsitektur rumit yang sering muncul di film-film.
"Eropa? Abad pertengahan? Atau era Victoria?" Kairo bertanya kepada dirinya sendiri.
Hal yang membuat Kairo sedikit kesusahan adalah ujian ketiga diadakan di malam hari. Sangat menyusahkan dan menyebalkan karena korban akan lebih banyak berjatuhan.
Layar hologram muncul di kegelapan malam, menampilkan seorang pria dengan kumis melintang. Dia memakai mantel berbulu putih serta topi kerucut merah marun. Matanya yang tajam dan serius seolah-olah bisa menguliti Kairo kapan saja. Dia adalah si penyula, Vlad Dracula.
"Tugasku sangat mudah. Kalian hanya perlu membawa bendera merah yang terletak di atas menara kemudian membawa ke mari sebelum matahari terbit."
Titik pertemuan adalah alun-alun kota, ciri khas dari tempat ini adalah kolam air mancur yang besar dan megah karena dihias dengan batu-batuan permata yang membuat semua orang tergiur. Ketika Kairo mengikuti arah dimana menara itu berada, Kairo harus membuang harapannya untuk melakukan ujian ini Dengan sangat mudah.
Menara berjumlah tujuh dan Vlad Dracula tidak memberitahu letak persis bendera merah itu.
"Setiap menara mempunyai penjaga. Aku harap kalian bisa mengalahkan penjaga itu," kata Vlad Dracula sebelum sosoknya menghilang.
Kairo kembali mengamati kota tanpa penghuni ini, senyumannya merekah ketika melihat tanda berupa pedang. Tempat itu pasti toko persenjataan pada zaman dahulu, Kairo harus mempunyai senjata sebelum menuju menara. Ketika hendak membuka pintu toko, sebuah tangan putih tiba-tiba mendahuluinya.
"Apa?" Ervin bertanya dengan wajah judes yang selalu dia pasang. Benar-benar gadis galak.
Kairo memutar bola matanya malas. "Apalagi? Aku juga berpikiran sama denganmu."
"Aku kira kau cuma orang aneh dan narsis," kata Ervin seraya membuka pintu dan memasuki toko yang lumayan luas.
Mata Kairo menjelajahi tempat itu. Ada banyak jenis senjata di toko ini. Sangat lengkap, sampai membuat Kairo bingung, era apa tempat ini. Ada senjata-senjata brutal seperti pedang, tombak, panah, perisai, belati, bahkan kapak panjang. Ada juga senjata modern seperti senapan, granat, dan pistol. Dibandingkan toko, tempat ini lebih mengarah ke gudang senjata.
Baik Kairo dan Ervin bergerak cepat untuk memakai helm dan rompi anti peluru, pelindung lutut dan siku, sarung tangan multifungsi, battle belt, dan sepatu.
"Kau terlihat tidak asing dengan itu semua," kata Kairo ketika dia mengamati seberapa cepat Ervin memakai perlengkapannya.
"Aku sudah terbiasa dengan ini," jawab Ervin seraya membuka kotak magazine dan mengambil beberapa.
"Mau bekerjasama?" Kairo yang pertamakali yang meminta Ervin menjadi rekannya.
"Kenapa?" tanya Ervin dengan bingung. Ditangannya sudah ada dua pistol.
Kairo kemudian mengambil sebuah ransel kecil dan memasukkan beberapa obat-obatan dan gulungan perkamen sihir jenis penyerangan dan pertahanan yang tidak sengaja dia temukan. Selain itu dia juga membawa beberapa smoke, senter, dan baterai.
"Melihat adanya gudang persenjataan di tempat ini, aku menebak kalau lawan kita tidak berjumlah tujuh orang."
"Maksudmu selain tujuh penjaga, ada musuh lain?" tanya Ervin. Dia juga memasukkan beberapa granat di ranselnya juga.
"Iya. Aku tidak ingin bertemu dengan situasi terburuk."
"Menurutmu apa yang terburuk selain diculik dewa licik?"
"Musuh yang berjumlah ribuan?" Kairo balas bertanya dengan seringai jahil. "Mungkin penjaga juga mempunyai pasukan."
"Masuk akal juga," kata Ervin dengan wajah serius.
"Apa jawabanmu?" tanya Kairo lagi seraya mengulurkan tangannya, sementara tangan yang lain memegang tombak panjang berbeda dengan Ervin yang memegang senapan.
"Deal!" Ervin membalas jabatan tangan Kairo dengan seringai kejam. "Aku akan membunuh mereka semua!"
"Ayo kita pergi ke menara!" Kairo mulai berjalan keluar dari gudang senjata.
"Tunggu! Kau harus memakai ini." Ervin memberikan kacamata militer kepada Kairo dan dia juga memakai kacamata yang sama.
Kairo mengambil kacamata itu dan segera membuka eye patch warna hitam. Ervin terperangah ketika melihat manik Kairo yang berbeda warna. Hijau dan keemasan. Keduanya sama-sama indah.
"Kenapa kamu menutupi sebelah matamu?" tanya Ervin penasaran.
"Bukankah lebih aneh ketika melihat mata emas?" Kairo terkekeh geli. "Yeah, tuntutan keluarga."
***
Ketika mereka berdua keluar dari gudang senjata, ada dua orang gadis mencegat mereka. Salah seorang gadis merentangkan kedua tangannya lengkap dengan senyuman lebar.
"Rara? Bella?"
"Wow, bukankah kita terlihat seperti pasukan kopassus?" tanya Rara dengan riang seraya memperhatikan penampilan mereka yang memang seperti pasukan tentara.
"Kamu masih ada di sini?" tanya Ervin dengan raut wajah bingung karena setahunya semua anak-anak asrama sudah berlarian ke arah menara.
"Kami ingin bekerjasama dengan kalian berdua," jawab Rara.
"Kenapa?" tanya Kairo seraya menunduk untuk melihat dua orang gadis pendek yang sedang berbicara dengannya. Tinggi badan Kairo adalah 190 cm, dan ketiga gadis ini terlihat seperti manusia-manusia mini untuknya.
Bella kemudian berjalan mendekat ke arah Kairo seraya menatapnya dengan mata penuh tekad. "Tolong ajari aku menjadi penyihir sejati!"
Mata Kairo berkilat-kilat tajam ketika mendengar apa yang katakan Bella. "Kenapa kau tidak meminta seniormu saja? Aku adalah seorang pemburu!"
"Aku berbeda dengan Joshua! Aku tidak ingin mengorbankan sesuatu."
Kairo mengingat-ingat tentang apa yang diinginkan Joshua sewaktu mereka masih berada di asrama. Dia sempat mengira kalau Joshua jatuh cinta dengan Bella tetapi ketika Noir memata-matai Joshua, dia jadi tahu sesuatu yang menarik. Joshua ingin mendapatkan atau memanfaatkan kekuatan Bella. Dia juga kecewa dengan Joshua karena dia dengan kejam menariknya yang ingin membawa jasad Rain sebelum dia menjadi zombie.
"Aku bukanlah orang yang lembut," kata Kairo dengan senyuman manis tetapi Bella langsung menegang karena aura kuat yang menerjang ke arahnya.
"Keluarga Metternich memang bukan penyihir yang lembut. Aku tidak akan menyerah dengan mudah!"
Melihat mata yang bertekad itu, Kairo menyadari sesuatu. Bella benar-benar ingin melindungi seseorang yang dia sayangi yaitu Rara. Dia pasti menjadi penyihir yang kuat, bahkan melebihi Joshua.
Pemburu adalah pekerjaan yang diberikan oleh Departemen Penyihir untuk Keluarga Metternich. Tugas mereka hanya memburu penyihir-penyihir yang sudah melakukan sihir tabu yang terlarang, dalam artian penyihir hitam. Pemburu hadir hanya untuk menangkap dan bukan mengadili karena mereka memang cinta damai.
"Baiklah, aku setuju bekerjasama dengan kalian berdua. Bagaimana denganmu?" tanya Kairo seraya menatap Ervin.
"Aku juga setuju. Lebih banyak orang, lebih baik." Ervin kemudian memeluk Rara dan Bella secara bergiliran. "Tunggu! Kenapa kita membahas penyihir?"
"Kami berdua adalah penyihir," jawab Bella seraya menunjuk dirinya sendiri dan juga Kairo.
"Ternyata begitu ...."
Kairo kemudian menatap tujuh menara-menara tinggi dengan matanya yang tajam. Suasana di kota sudah sepi dan kemudian tinggal mereka berempat yang tertinggal. Hidungnya sudah mencium bau darah yang kuat dari kejauhan, sepertinya pertarungan sudah dimulai.
"Noir!"
Setelah Kairo berteriak muncul binatang besar berkaki empat, dia berdiri gagah di samping tuannya. Binatang itu adalah seekor macan kumbang dengan mata emas cerah, tubuhnya kekar, taring dan cakarnya sangat tajam, dan ekornya bergerak-gerak riang.
[Aku sudah lama menunggu kau memanggilku!]
Kairo tertawa pelan sebelum membungkuk untuk meminta maaf.
"Apa kau tahu keadaan di depan kita?"
Noir yang tidak bertubuh kucing imut menggeram keras dan dia mulai mengendus-endus tubuh Kairo.
"Ada pasukan vampir yang menyerang anak-anak asrama."
"Vampir?" Ervin juga terkejut karena yang akan dilawan mereka adalah pasukan vampir. "Itu sebabnya Vlad Dracula menyuruh kita untuk membawa bendera merah sebelum pagi tiba."
"Apakah kelemahan vampir adalah sinar matahari?" tanya Rara.
"Aku tidak tahu," jawab Bella karena dia belum pernah melawan vampir.
"Kalau ada pasukan, pasti ada pemimpin. Kau tahu pemimpin vampir?" tanya Ervin kepada Noir.
[Kalian semua mengenal gadis itu. Kalau tidak salah, namanya Sella]
Ervin jelas terkejut karena tahu kalau Sella sudah mati dan orang yang menjadi tersangka adalah Shera. Bagaimana dia bisa hidup lagi sebagian vampir?
"Untukmu kematian adalah sebuah kemewahan." Kairo mengatakan kalimat yang melambangkan moto Keluarga Metternich. Dia tersenyum lebar karena permainan yang sangat memuakkan ini.
"Malam ini, akan kita pastikan untuk mengirimnya ke neraka."
***
[Notes]
- Aku tidak terlalu tahu Mitologi Nordik gengs, maaf kalau ada informasi yang salah hehe.
- Noir sekarang bukan kucing gemoy lagi, dia udah jadi macan ganteng yang siap bersinar melebihi babunya si Kairo :)
Author FibyRYN
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top