¹² sok pinter 🐻

Geboy menatap dirinya di cermin. Dasi yang agak mencekik leher pun lekas dilonggarkan. Ia juga mengangkat atasan yang terselip rapi di balik sabuk. Cuma sedikit. Seenggaknya, tampilan kini enggak cupu-cupu amat dan bisa dipadukan dengan jaket Geng Senter. Hari ini, ia mau flexing. Sekali-sekali bangga dengan pin ketua yang bertengger di kerah kanan.

Sejak ditelepon Pram dua hari lalu, ia memutuskan pulang dan berhenti kabur-kaburan. Walaupun berakhir di-PHP sebab om dan sepupunya enggak jadi mampir, Geboy tetap balik ke rumah dan cukup tahu diri. Berlama-lama di tempat sahabatnya hanya akan menjadi beban baru. Komal memang enggak pernah mengeluh, tapi rasa sungkan itu perlu.

Dari situ sampai sekarang pula, Geboy belum berbicara dengan papanya. Setiap Abi muncul di ruang tamu, meja makan, dapur, bahkan garasi sekalipun, ia selalu berbalik arah menghindar. Lelaki itu lebih memilih menunggu sendiri dulu, baru cabut entah ke mana. Tyas yang melihat orang rumah bak kucing-kucingan itu hanya geleng-geleng. Kemarin, ia sempat berpesan pada putranya untuk berdamai dan mengajak bicara lebih dulu, tapi apa yang Geboy perbuat sampai harus 'meminta maaf'? Ia enggak pernah meminta papanya buat mengurus apa pun, kecuali biaya belajar tambahan.

"Boy! Sarapan, yuk!"

Lamunan Geboy terhenti. Ia baru sadar tengah menuruni anak tangga dengan tatapan kosong. Untung saja enggak terjadi apa-apa. Ia segera menepuk pipi, menggeleng, dan membenahi headband yang agak merosot. Tanpa mau repot-repot belok ke dapur, lelaki itu melambaikan tangan dan berteriak 'berangkat dulu' pada mamanya.

"Boy!"

Sang pemilik nama terus berjalan menuju garasi, enggak peduli mau seberapa kencang mamanya memanggil. Tyas tampak tergopoh-gopoh memberikan kotak bekal berisi nasi, oseng tempe, terong balado, dan keripik kentang. Enggak lupa sebotol air mineral dan vitamin penambah darah yang salah kaprah--pasalnya Geboy hipotensi, bukan anemia. Wanita itu segera mengatur napas saat berhasil mengadang CB Geboy yang hendak melaju.

"Bawa ini!"

"Ya udah, masukin tas."

Tyas tersenyum saat Geboy enggak menolak masakan itu. Ia lekas menata sedemikian rupa agar enggak mengotori buku paket di dalam. Dalam hitungan detik, semua selesai.

Geboy pun mendengkus, lalu mencium kening mamanya sekilas. "Makasih, Ma. Aku berangkat dulu. Nanti pulang lambat. Mau ke bengkel sama Bang Aco."

"Kalau gitu entar makannya Mama titip ke Kang Mus aja, ya?"

"Nggak usah. Bisa pesen lewat ojol."

"Ck, fast food lagi. Enggak, deh. Kamu baru sembuh, Mama ngeri kalau sakit lagi."

"Nggak, Ma. Nggak usah parno. Udah, aku berangkat!"

"Tapi--"

Geboy segera menutup kaca helmnya dan menjalankan motor. Sedikit kejam memang, mengingat mamanya belum selesai bicara. Tapi, kadang Geboy ingin mereka mendengar pendapatnya dulu, dan menghargai keputusan yang diambil juga.

Lelaki itu terus ke sekolah dan mengikuti pelajaran tanpa halangan apa pun. Malah, sesekali ia mau meladeni Komal dan seribu pernyataannya tentang siswi SMK sebelah, grand opening cabang salon favoritnya, sampai majalah otomotif keluaran terbaru. Hitung-hitung pengalihan isu biar enggak melulu senewen dengan LKS, Randu, dan papanya.

"Lo jadi ikut nggak entar?" tanya Geboy setelah guru matematika keluar kelas.

"Sori, hari ini ada jadwal nge-date. Gue baru inget. Untung tadi alarmnya bunyi."

"Yang mana lagi?"

"Ada, lah. Kenal di game. Gue belum pernah ketemu sebelumnya."

"Sarap! Giliran pensiun pake dating apps, lo sekarang cari cewek dari Mobile Legend? Di luar perkiraan BMKG lo, njir."

"Ya udah sih, Boy. Lagian enak kan lo bisa berduaan sama Bang Aco." Komal memutar bola matanya.

Geboy pun menjulurkan lidah dan sekali memukul lengan Komal. Ia lantas beristirahat sebelum menemui Pak Bonang. Hari ini mereka latihan kecil yang cukup selesai dalam 15 menit. Feedback yang didapat pun cuma 'bagus' dan 'tingkatkan'. Sangat enggak kreatif. Pembimbingnya itu memang sedang sibuk mengurus hal lain. Geboy mencoba maklum.

Tapi, tetap kesal.

Syukurlah, ia masih memiliki Aco. Usai sekolah, Geboy langsung ke bengkel dan bersemangat menemui seniornya itu. Ia makin semringah saat melihat motor matic Aco sudah terparkir di depan. Tapi, raut muka yang bercahaya itu tiba-tiba padam dan ambyar saat mendapati sang musuh bebuyutan tengah menyantap pisang goreng di ruang tengah.

"Eh, udah sampai. Sini, ikut makan juga, Boy" Kang Mus menyapa.

"Makasih, Kang. Mau cari Bang Aco."

"Oh, masih ganti di kamar mandi. Lo tunggu aja di belakang."

Geboy pun berterima kasih, lalu mengucap, "Permisi, Kang."

Ia dan Randu sempat saling pandang, tapi hanya beberapa detik. Geboy refleks menghela napas dan mengusap wajah, enggak menyangka sepupunya bakal ada di sana. Nasib punya rekanan yang sama, mau bagaimana lagi?

"Widih, pake ikat kepala segala, Boy?"

Geboy tersentak dan lekas menoleh. "Eh, Bang. Iya, nih. Sengaja, buat nutupin bekas luka kemarin."

"Kirain buat gaya-gayaan doang."

"Itu alasan kedua."

Aco tersenyum tipis. "Mau langsung eksekusi?"

"Hari ini niatnya ngapain, Bang?"

"Tuh! Bersihin CVT."

"Oke."

Geboy menaruh tasnya di sofa lalu mengecek motor Beat milik customer bengkel. Ia pun menyalakan mesin dan auto menemukan bunyi klotok-klotok yang sangat khas. Aco spontan terkikik saat Geboy garuk-garuk kepala.

"Jadi, kenapa?"

"Ini--"

"Itu roller-nya aus, Bang. Bisa mulai bersihin debu dulu, dari rumah roller sampai poros belakang. Hati-hati jangan kena seal-nya, entar bocor."

Randu muncul dan tanpa izin langsung menginterupsi. Sambil melipat tangan di depan dada, ia mendongak dan menjelaskan apa yang ia tahu. Dikira yang di sini sangat bodoh hingga clueless akan jawaban itu? Cih, batin Geboy mencaci. Ia lekas berdiri dan menghampiri sepupunya. Aco yang semula santai bersandar pada tiang pun buru-buru menarik Geboy, meski sudah terlambat.

Lelaki itu lagi-lagi memukul rahang Randu.

"Kayaknya lo sehari meriang banget kalau nggak gangguin gue."

"Ganggu gimana? Gue bantuin lo."

"Emang gue minta? Nggak usah sok pinter, deh!"

Randu menyeringai. "Sensi amat. Baru juga urusan kecil. Perkara CVT aja lo remedi, mending nggak usah main ke LKS."

Kelihatan banget tololnya, kan. Geboy berdecak. "Kalau ginian aja nggak paham, gue nggak bakal ditunjuk pihak sekolah, dan nggak bakal jadi ketua Geng Senter juga. Makanya punya otak dipake mikir positif. Jangan insecure mulu sampai harus show off segala. Lo nggak diajak, sat!"

Geboy maju, seakan mau menunjukkan citra dirinya. Randu tentu peka dan bisa menyadari itu. Ia melirik pin elang yang ia incar sedari lama, lalu membuang muka dan enyah tanpa berdebat lagi.

Tapi, saat baru di ambang pintu, ia melihat gadis berseragam serbaputih tengah berlari-lari kecil bersama boneka beruang di kedua tangan. Mereka berpapasan dan adu tatap cukup lama, bahkan saling tunjuk dan tertawa sendiri.

"Eh, Ndu. Hai!"

"Kira," Randu menggigit bibir, "lo mau ngapain? Motor lagi rusak? Atau mau servis?"

Gadis yang merupakan siswi SMK Medika itu tersenyum lebar sampai matanya tinggal segaris. "Enggak, mau cari Geboy. Lo lihat? Kata anak-anak geng lo, dia lagi latihan sama senior di sini."

Sayup-sayup mendengar namanya disebut, Geboy pun melongok ke depan. Ia segera mendekat dan enggak sengaja melihat betapa kuatnya Randu mencengkeram celana.

"Ra? Kan udah gue bilang nggak usah nyamperin."

"Lama, sih."

Dalam sekejap sosok di depan Randu beralih tempat ke sisi Geboy, lalu mereka beranjak tanpa pamit seolah-olah ia kasat mata. Lelaki itu pun mengentak lantai dan segera meninggalkan bengkel. Setelah ini, motivasinya untuk menginjak Geboy akan lebih fantastis dan menyenangkan.

🐻

DAY 12
15 April 2023

Meresahkan 😌

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top