¹³ gara-gara Kira 💃

Hari ini Warung Abah kedatangan segerombolan cewek SMK Medika. Mereka masih berseragam serbaputih, lengkap dengan tatanan rambut super-rapi dan make up tipis-tipis. Kebanyakan jurusan keperawatan, kelas sebelas juga, tapi ada siswa baru yang mengaku mau cari pacar anak otomotif. Keren, katanya. Apalagi Geboy, selaku ketua yang memiliki pamor tinggi plus perawakan enggak kaleng-kaleng. Sayang, lelaki itu sudah di-booking oleh pentolan mereka, Kira.

Sejak datang dan memesan cilok kuah seblak, gadis itu duduk di sebelah Geboy yang sedang merokok. Ia enggak keberatan dengan asap berbau mentol yang keluar dari mulut sang gebetan. Akhir-akhir ini intensitas pertemuan mereka makin sering dan unpredictable. Entah si gadis sedang taruhan atau apa, Geboy enggak tahu dan enggak peduli juga. Walau agak risi karena diikuti ke mana saja, ia tetap membiarkan Kira menggandengnya tanpa permisi.

"Mau, nggak?" Gadis yang mengenakan pita biru muda itu berniat menyuapi Geboy.

"Nggak pake cabe."

"Oke."

Geboy pun membuka mulut saat Kira membuang potongan cabai yang tersangkut di sendok. Ia hanya tersenyum tipis dan lanjut mengobrol dengan Komal serta anak-anak lain. Aktivitas itu berlangsung sampai setengah jam dan enggak ada yang bosan.

"Gue mau beli boba, mau nitip?"

Kira pun berdiri. Terlalu banyak makan sambal dan gorengan membuat tenggorokannya gatal. Ia perlu sesuatu yang dingin, tapi Abah sedang belanja keluar--warung dititipkan ke anak-anak geng--jadi lama kalau harus menunggu.

"Boleh, kalian gimana?" tanya Geboy pada anggota Geng Senter yang lain dan dibalas dengan gelengan. "Mau gue temenin, Ra?"

"Nggak apa-apa?" Mata Kira sontak berbinar.

"Iya. Ayo, kalau gitu."

Geboy enggak mungkin membiarkan gadis ini berjalan sendirian ke depan. Pasalnya, laki-laki di bengkel seberang suka cat calling dan bikin kesal pengunjung sini. Ia enggak mau wanita-nya diapa-apakan oleh manusia semacam itu.

Setelah sampai, Kira lekas memesan dan mengabsen pesanan favorit Geboy, "Less sugar, less ice, extra topping, kan?"

"Kalau lo, semua normal plus extra cream cheese. Right?"

Kira langsung semringah. Pipinya auto merah sampai-sampai ia memalingkan muka dan lekas menuliskan apa yang mereka mau pada selembar note. Geboy sedikit terkikik lalu duduk di pinggir.

Lelaki itu memperhatikan sang gadis dari jauh. Tinggi Kira sekitar sepuluh senti di bawahnya. Enggak pendek-pendek amat untuk ukuran cewek. Rambutnya panjang sesiku yang selalu digulung rapi. Ia punya lesung pipi dan tahi lalat di dekat hidung. Kalau tersenyum, gula saja kalah manis. Kadang Geboy bertanya-tanya, kenapa kembang Medika ini mau mengikutinya di setiap kesempatan?

"Udah?" tanya Geboy saat Kira mendekat.

"Nunggu sebentar."

"Oke."

Kira mengayunkan kaki lalu tiba-tiba berucap, "Lo tambah cakep btw kalau pakai headband begini."

Hah? Geboy refleks menoleh. "Makasih."

"Hm," Kira mengangguk kecil, "mau dipake terus?"

"Ini? Enggak. Paling lusa udah gue lepas."

Geboy enggak berbohong. Jahitannya sudah mengering dan bekas itu mulai bisa diajak kompromi. Ia enggak perlu sembunyi-sembunyi lagi.

"Padahal cocok, lho."

"Gue nggak mau bikin anak orang tambah mleyot, sih. Lo aja."

Kira sontak tertawa dan memukul lengan lelaki di sampingnya. "Bisa di-rem dikit, nggak? Jangan nurunin pamor gitu, lah. Malu gue."

"Lah, emang suka sama gue sebuah 'kemaluan'?"

"Nggak gitu maksudnya, Boy. Lo pasti ngerti, lah."

Geboy hanya terkekeh dan enggak menjawab lagi. Toh, mbak-mbak boba sudah memanggil nama Kira agar gadis itu mengambil pesanan mereka. Tapi, secepat kilat Geboy yang maju dan membayar itu semua. No split bill. Ia gengsi.

Kira pun berterima kasih. Senyumnya makin mengembang saja. Ia bahkan mengentak-entak kecil dan ingin berteriak kencang. Tapi, harus ditahan demi menjaga image.

Mereka segera kembali ke Warung Abah. Tangan kiri Geboy dengan santai meraih kelingking Kira saat menyebrang. Sang gadis hanya menatap dan menggigit bibir. Ia merem-melek lalu menghela napas, mengatur degup jantung yang enggak karuan.

Geboy melirik ekspresi Kira yang makin lucu kalau lagi blushing. Ia refleks tersenyum yang lekas berubah 180 derajat ketika mendapati Randu berdiri di ambang pintu. Tatapan lelaki itu sangat tajam. Ia bersedekap seolah memakinya dalam hati. Geboy enggak mau ambil pusing dan terus mengajak Kira ke dalam. Genggaman tangan keduanya belum terlepas.

"Duh, Ra. Lama banget, sih. Nih, dicariin bokap. Lo main ninggalin hape aja."

Gadis yang bersangkutan mengecek ponselnya. "Eh, iya. Lupa kalau disuruh pulang cepet. Boy, gue cabut dulu, ya. Makasih bobanya."

"Oh, oke. Hati-hati."

Kira manggut-manggut lalu melambaikan tangan. Gadis itu segera keluar bersama seluruh temannya. Ia enggak lupa menyapa Randu yang sempat tersenyum dan memanggil. Setelah benar-benar enyah, Warung Abah hanya diisi anak-anak Geng Senter.

Geboy pun duduk di tempat semula sambil mengunyah boba. Baru semenit merasakan kedamaian, kerahnya tiba-tiba ditarik paksa oleh Randu sampai hampir terjungkal dari kursi. Seketika anggota geng yang lain berdiri, berjaga-jaga mau melerai, tapi Geboy langsung mengangkat tangan menghentikan mereka.

"Gue salah apa lagi?" tanya Geboy baik-baik.

"Lo pacaran sama Kira?"

"Enggak."

"Enggak atau belum?"

"Urusan lo apa? Lo naksir dia?"

Randu menarik Geboy ke belakang, menjauh dari keramaian. Ia lalu menghempaskan sepupunya itu sampai membentur tembok. Geboy sontak tertawa receh dan menyeringai.

"Jangan pura-pura bego, deh. Lo tahu dari SMP gue suka sama dia."

Geboy memutar bola matanya malas. "Mau tahu dari mana gue? Deket sama lo kagak, kenal sama dia juga baru. Yang bener aja lo mikirnya, Ndu."

"Banyak alasan. Lo sengaja deketin dia biar gue panas, kan? Segitunya lo nggak yakin di LKS sampai pake jalur ini, buat gue patah hati terus gagal konsen gitu?"

Hampir saja Geboy tertawa, tapi ia tahan betul-betul. "Gue nggak segabut itu, njing. Lagian, siapa yang deketin dia? Yang ada dia noh yang deketin gue."

"Sat! Sok cakep lo!" Randu kembali meraih kerah Geboy.

"Faktanya gitu. Lo bisa nanya dia kalau nggak percaya."

Cengkeraman Randu mulai longgar. Pandangannya juga enggak fokus. Geboy pun manfaatkan itu dengan maju selangkah. Kini jarak tubuh mereka enggak lebih dari dua jengkal.

"Kenapa? Lo cemburu? Nggak terima? Ambil aja. Gue belum minat pacaran," Geboy menjeda kalimatnya, "itu pun kalau dia mau sama lo."

Lagi-lagi begitu. Apa yang Randu mau, yang secara kebetulan Geboy memilikinya, selalu dipandang sebelah mata. Hal yang ia anggap berharga, seolah gampang dan remeh saja bagi sepupunya itu. Geboy sadar kalau sosok di depannya mulai tersulut dan hal yang enggak diinginkan akan terjadi, tapi tubuhnya tetap pasrah dan menunggu waktu main.

"Kenapa orang lain lebih suka sama lo? Padahal gue yang lebih banyak usahanya." Napas Randu berderu.

Geboy menggeleng. "Nggak salah? Masih banyak yang jauh lebih suka sama lo, termasuk Papa."

"Lo pikir gue mau?"

"Terus lo pikir gue juga mau? Kalau bisa tukeran, gue udah request sama Tuhan dari orok, tahu nggak lo! Udah sana, minggir!"

Dengan kuat Geboy menyenggol bahu Randu. Awalnya ia ingin adu jotos lagi di sini, mumpung warung enggak rame dan Abah belum balik. Tapi, agak sadar diri kalau tensi masih rendah dan lukanya belum kering. Alhasil, Geboy memilih kembali ke kursi, mengambil tas, dan cabut ke rumah.

Tapi, saat di parkiran dan hendak menyalakan mesin, Randu mencabut kunci motornya dan menatap sinis. Geboy pun mendengkus. Mau enggak mau harus meladeni lagi.

"Apa?"

"Gue mau lo jauhin Kira."

"Enak di lo, nggak enak di gue. Ogah!"

Randu belum selesai bicara. "Kalau gue menang LKS dan jadi ketua yang baru, lo harus lepasin Kira."

Geboy tetap menggeleng. "Nggak usah jadiin cewek sebagai taruhan. Kira bukan punya gue. Lagian, lo nggak bakal jadi ketua Geng Senter. Nggak usah mimpi."

Mesin motor lekas dinyalakan lagi. Geboy segera menutup kaca helmnya dan mengabaikan ocehan Randu. Ia meninggalkan tempat itu bersama beban baru.

💃

DAY 13
16 April 2023

Aku lagi keenakan utang bab

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top