DVI

Special Dedicated to c2_anin

Playlist
Amadeus || Derniere Danse(cover)

"Lap sepatu gue!"

"Ta-tapi?"

"Apa lo enggak denger, hah!"

Dengan tangan gemetar, seorang gadis cantik bermata bulat mulai menuruti apa yang diperintahkan untuknya. Mengalah. Itu yang harus ia lakukan jika tidak ingin mendapat masalah lain.

"Sapa yang nyuruh pake tisu. Tuh! Pake kaus olah raga lo!"

Mata gadis itu mulai berkaca-kaca. Jika mengedip sekali saja, ia yakin air matanya akan tumpah.

"Lama banget!"

Gadis itu meragu, kaus olah raganya masih bersih. Namun, melawan teman sekelasnya sama saja mempertaruhkan beasiswa yang ia dapat. Pada akhirnya tangan kurus itu terulur.

Ia merasa tak bersalah, teman sekelasnya yang terkenal arogan itulah yang menabraknya. Kini, sepatu hitam itu kembali bersih, noda saus tomat telah berpindah. Tak ada satu kata yang mampu terucap. Ia seolah kehilangan kemampuan bicaranya sejak masuk ke Jardin High Shcool, SMA yang telah memberinya beasiswa penuh.

"Lo itu pantesnya jadi tukang bersih-bersih! Lain kali, kalo lo bikin bete, gue pastiin beasiswa lo melayang! Udah sono minggir!"

Gadis itu hanya mengangguk dengan kepala yang tak pernah terangkat tegak. Tidak ada yang pernah melihat sorot matanya. Tidak ada yang tahu seberapa sedih hatinya.

"Suatu saat, kamu akan diperlakukan lebih hina dari ini," rintihnya pilu.

Tiba-tiba suara petir menggelegar. Seolah Tuhan ikut mengamini rintihan sang gadis yang merasa dirinya telah teraniaya.

**********

Gadis arogan berambut ikal panjang itu tahu, saat ini ia sedang menjadi pusat perhatian, tapi itu tak berpengaruh baginya. Ia sudah terbiasa dengan semua itu.

Ada tatapan mengagumi dari murid laki-laki, ada tatapan iri dan dengki dari murid perempuan. Semua itu karena paras cantiknya berbanding terbalik dengan sifat dan sikapnya. Ia bak Medusa dengan rupa Afrodit.

"Ntar malem kita jadi pergi?" tanya gadis ber-name tag Daisy.

"Of course! Gue udah lama enggak ke Volar," jawab gadis lainnya yang paling pendek dan bermata sipit.

"Kalian enggak usah nyamperin gue ya? Kita langsung ketemu di Volar," ujar si gadis arogan.

Lantas ketiganya berlenggok bagai iklan sabun, menjadikan lorong sekolah seumpama area catwalk.

**********

Dengan mengenakan high heels, gaun ketat, serta riasan smokey eyes, seorang gadis terlihat lebih dewasa dari umurnya. Bibir sensualnya tersenyum menggoda ke arah seorang lelaki yang memerhatikannya dari jauh.

Diiringi musik yang menghentak, lelaki itu mendekat. "Hai ... gue Julian. Boleh tau nama lo?"

Gadis beruris mata abu-abu itu kembali mengumbar senyum. Jemarinya yang lentik sibuk memainkan gelas munimannya. "Just call me, Mara."

Julian menunduk, merapatkan bibirnya di telinga Mara. "Nama yang cantik. Secantik orangnya," bisiknya. Lantas dengan berani merangkul pinggang Mara. "Melantai," lanjutnya lagi.

Menyadari keberanian Julian, Mara dengan segera meletakkan kedua telapak tangannya di dada lelaki itu. Menahan tubuh orang yang baru dikenalnya agar tak semakin merapat ke tubuhnya.

"Kamu bisa gabung sama mereka." Mara mengangkat dagu, menunjuk kedua sahabatnya.

Julian menoleh. Melihat dua gadis yang terlihat heboh meliuk-liukkan tubuhnya. "Tapi gue cuma pengen sama lo," ucap Julian, menatap Mara saksama.

"Oh ya," desah Mara. Tangannya sibuk mengelus rahang halus Julian, menelusurinya dengan ujung jari yang bercat kuku warna nude.

Julian lagi-lagi menarik tubuh Mara, semakin merapat. Tubuh ranum Mara tercetak begitu jelas dalam busana ketat pendek berwarna hitam. "Atau ... langsung aja ke apartemen gue?"

Julian mengeluarkan senyum andalannya. Pada detik ke lima, biasanya mangsa akan masuk perangkap.

Sementara, Mara tersenyum simpul. Lekaki di depannya belum tahu siapa dirinya.

Tatapan mereka saling mengunci. Menunggu dan menilai lawan. Hentakan musik seolah terhenti. Dan hanya ada mereka berdua.

"Polisi! Jangan bergerak!"

Serbuan beberapa polisi mengembalikan keduanya ke alam nyata.

#####22Jan'17#####

Salam,
Ayu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top