Hari Ke-30 di Bulan Ketiga (EreMika)
Shingeki no Kyojin © Isayama Hajime
Hari Ke-30 di Bulan Ketiga © susukadaluarsa
Pairing: Eren Yeager x Mikasa Ackerman
Rating: T
Warning: OOC, typo, dll
Hai, Eren. Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kau bertemu ayah dan ibumu di nirwana? Bagaimana keadaan kalian? Dan ... apa kau berkumpul dengan teman-teman lama kita? Ah, aku jadi iri.
Aku bukan seseorang yang pandai bermain dengan aksara, sejak dulu kau tahu kalau tanganku ini lebih sering digunakan untuk memegang pedang dan mengangkat beban berat.
Bukan berarti aku tak mengerahkan otak. Guna menalikan kata-kata dan menghasilkan ikatan kalimat yang istimewa untukmu.
Hari ini hari ke-30 di bulan ketiga, beberapa bulan setelah aku merenggut nyawamu. Apa kau memaafkanku? Aku tidak berharap terlalu banyak.
Hari ini aku bangun pagi-pagi. Kemudian mencampurkan tepung, susu, gula, dan mentega lalu memanggangnya. Tidak lupa kuberi toping krim vanila dan stroberi. Sebelum menikmati kue, aku mendendangkan lagu selamat ulang tahun sendirian.
Aku mewakilimu merayakan pertambahan umurmu. Beranggap kau ikut berbesar hati dan merasakan kue yang tak seberapa lezatnya.
Doaku hanya satu untukmu.
“Semoga Eren selalu bahagia di alam sana.”
Apa kau bahagia, Eren?
Setelah bersih-bersih rumah, aku mengenakan gaun putih yang dilapisi luaran merah muda dan melilitkan syal di leher. Meski angin musim semi membawa kehangatan, itu bukan apa-apa dibanding syal merah yang kaulilitkan padaku dulu.
Kakiku berkelana menjelajah Distrik Shiganshina.
Distrik yang penuh kenangan.
Setiap sudut tempat ini diisi detak jantung dan deru napas kita. Tersisa tawa, air mata, darah, dan keringat dari kita di masa lalu.
Pasar tempat persinggahan pertama. Aku membeli bahan-bahan makanan di sana. Hei, Eren, aku seperti orang gila. Gila karena tertawa kecil dan menangis di waktu yang sama karena kenangan yang menyeruduk otakku.
Kenangan saat kau berkelahi dengan preman pasar dan berujung wajahmu yang babak belur terputar di otak. Kau keras kepala memukul dengan dua tangan kurusmu itu dan tak ragu-ragu mengejar mereka. Aku ingat Ibu Carla mengomeli dan menampar pantatmu setelah mengobati luka wajahmu. Kau orang yang pantang menyerah menumpas musuh-musuhmu.
Anak-anak yang berlari riang di sepanjang jalan Shiganshina mengingatkanku ketika aku, kau, dan Armin balapan siapa yang paling cepat tiba di tempat bermain kita. Jadi anak-anak itu menyenangkan, ya. Kita bisa tersenyum dan tertawa tanpa beban. Membuka mata di pagi hari lalu bermain adalah hal yang paling ditunggu.
Tempat kedua yang kukunjungi adalah area bermain kita. Ah, aku ingat setiap kita sudah berada di sana anak-anak lain pasti berlari menghindar. Apa kita semengerikan itu?
Duduk di ayunan, aku lagi-lagi tertawa kecil. Teringat kau pernah mengayunkanku. Saking semangatnya mengayun, aku sampai terlempar sedikit jauh dan untungnya tidak terluka. Ibu Carla yang tahu pun tak ragu-ragu menampar pantatmu lagi. Siapa sangka bocah yang pantatnya selalu ditampar ibunya menjadi musuh besar yang meratakan satu dunia?
Angin sepoi berdesir, membawa suara cemprengmu dan Armin yang membicarakan dunia luar ke telingaku. Kalian sangat bersemangat ingin melihat keindahan di luar sana tanpa tahu di seberang kita ada musuh.
Bunga-bunga di sekitar sini juga kaucabut dan merangkainya menjadi mahkota yang indah. Kau memasangkannya di atas kepalaku, bersama senyum manis yang mekar di wajah polosmu.
Masa kecil yang polos.
Masa-masa yang takkan kembali lagi.
Bangkit dari ayunan, aku melangkah ke dermaga dan menempati salah satu bangku di pinggir pantai. Menyaksikan burung yang terbang berkelompok menuju rumahnya masing-masing dengan bebas. Kebebasan. Kata yang melukiskan dirimu. Pemuda yang selalu mencari kebebasan hingga akhir hayatnya.
Di sinilah aku sekarang, menyaksikan mentari yang mengakhiri tugasnya menyinari bumi. Tangan terus merajut kata yang tak seindah tembang para pujangga. Gugusan air mata yang rontok menimpa kertas dan merusak warna tinta di beberapa kalimat.
Bumi yang tadinya terang kini gelap. Bulan dan bintang menduduki cakrawala, tahta yang tadinya diduduki matahari. Walau ada bulan dan bintang yang menyinarinya, bumi selalu merindukan matahari yang cahayanya lebih terang dan hangat.
Beruntungnya bentala yang dapat bertemu kembali dengan mentari sesudah semalam penuh kerinduan.
Eren ... aku iri lagi. Aku iri bumi yang bisa melepas rindu dengan mentari setiap paginya. Maafkan aku yang selalu menerbitkan rasa iri di kalbu.
Maafkan pula kesalahanku yang belum bebas dari perasaanku padamu.
Hidupku memang bebas tanpa harus terkurung di balik tembok tinggi ini setiap hari. Tapi tidak dengan hatiku.
Aku akan mencoba lepas, Eren. Kutahu kau tak suka orang yang tidak bebas.
Ah, malam tiba, sudah saatnya aku pulang dan menyimpan surat yang takkan pernah terbalas ini.
Sekali lagi, selamat ulang tahun, Eren Yeager, si pemuda yang selalu mencari kebebasan hingga ujung hidupnya. Terima kasih sudah menyerahkan hadiah terbesar berupa kebebasan kepadaku.
***
“Wahai teluh yang selalu berkelana, titipkanlah ayat rinduku pada dia yang telah merengkuh kebebasannya.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top