Chapter 4
Monica kembali lagi membawa nampan bersama si Tabib. Mereka tersenyum lebar melihat Asia sudah duduk di tepi kasur dengan wajah yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
"Kau pasti pingsan karena kelaparan, ya? Di mana orangtuamu?"
Tabib meletakkan itu di atas nakas. Dielusnya kepala Asia dengan lembut. Gadis berambut lilac itu mulai memainkan permainannya.
"Aku kabur dari rumah." Asia berkata jujur. Kemudian melirik ke arah Monica. "Terima kasih telah menyelamatkanku."
Asia pun mengambil piring dari atas nampan dan mulai memakannya lahap. Makanan di dunia ini, tidak terlalu buruk.
Monica menyerahkan beberapa keping perak untuk membayar pengobatan Asia. Ditunggunya gadis itu selesai makan untuk mengajukan sebuah pertanyaan.
"Jadi, kau ingin mengambil upahmu?" Asia bertanya setelah kenyang menghabiskan dua piring bubur. Tabib kembali sibuk di ruang kerjanya.
"Secara teknis. Aku tidak tergila-gila dengan uang, itu yang pertama dan kedua. Aku bisa mengantarmu pulang. Tidak baik gadis bangsawan sepertimu berkeliaran di sini."
Asia tersenyum tipis. Dia pun melompat turun dari tepi pembaringan.
"Aku harus membalas budi, Anda. Kurasa dengan mengantarku pulang. Balas budi bisa terbalaskan."
Monica malah tersenyum tipis. Tidak ia duga, gadis bangsawan yang ditolongnya memiliki sifat seperti ini. Asia juga telah memulihkan staminanya dengan sihir penyembuh.
Akan tetapi, raut wajahnya terlihat muram, kalau mengingat harus kembali ke rumah Baron. Dia tidak ingin tinggal di sana. Tetapi pergi dari rumah juga sia-sia. Dia bisa jadi gelandangan.
"Kau tidak mau pulang?" Monica mendadak bertanya. "Jawabannya terlihat jelas di wajahmu."
"Antar aku pulang, saja. Tolong."
Hanya itu yang Asia minta dan Monica tampak tidak keberatan untuk menolong gadis tersebut.
.
.
.
Baronees telah menyerahkan 20 koin emas kepada Monica sebagai perjanjian. Asia hanya menunduk saat Baron berpura-pura mencemaskan dirinya.
Sepasang suami-istri itu tidak menduga bahwa Asia akan kembali sebelum 24 jam. Asia menghela napas, Monica sadar. Ada yang salah di keluarga itu.
"Terima kasih. Semoga putri Anda baik-baik saja."
Asia melirik kepergian Monica di depan teras rumah. Remaja itu kelihatan baik dan misterius. Syukurlah, Monica yang ia temui. Jauh lebih baik dari mengharapkan pria berkuda putih.
"Asia!"
Baron langsung membentak Asia dan menyeretnya dalam rumah. Para pelayan segera membubarkan diri.
"Beraninya kau membuat Ayah menghabiskan uang dalam dua hari! Kau benar-benar keterlaluan! Kenapa kau terus merepotkan ayah?!"
Asia hanya menunduk. Aneh juga kalau dia mau menangis. Baron bukan ayah kandungnya. Lagipula, yang dimarahi adalah pemilik tubuh asli. Tetapi kesal juga lama-kelamaan dengan orang tua seperti itu.
"Aku hanya berjalan-jalan sebentar." Asia mencoba menjelaskan. Tetapi sebuah tamparan keras di pipi menjadi jawaban.
Mata Asia memerah. Dia tidak kuat jika dilukai seperti ini. Benaknya bertanya, apa dia tetap diam atau memberontak?
"A- Ayah?" Air mata itu tumpah. Ini benar-benar keterlaluan. "Asia hanya mencoba untuk menghilangkan penat. Mengapa Ayah---"
Sebuah tamparan di pipi yang berlawanan, berhasil membikam bibir Asia. Gadis berambut lilac itu mengepalkan tangan dengan kuat. Baron harus diberi pelajaran. Tatapan nyalang ia tunjukkan pada sang ayah.
"Kau ingin mati?"
Asia benar-benar sudah tidak tahan lagi. Seluruh tubuhnya tiba-tiba diselimuti sihir biru yang berpendar seperti lidah api. Kekuatan itu siap meledak kapan saja.
Baron tampak sangat terkejut dan ketakutan. Dia tidak menduga, Asia bisa mengeluarkan sihir seperti itu. Pria itu bahkan menelan saliva dengan susah payah.
"As- Asia?" Baron memanggil. "Beraninya kau berbuat seperti ini pada ayahmu? Kau ingin mengancam ayah yang telah membesarkanmu?"
Asia tertawa terbahak-bahak. Diingatan Asia, Baron tidak pernah mengurusnya. Pria itu sibuk dengan urusan bisnis keluarga hingga istrinya meninggal. Kemudian, Asia di asuh oleh pelayan hingga Baron pulang dengan seorang Lady dengan dua putrinya.
"Aku bisa membunuhmu, kalau ingin ku buktikan."
Asia menyeringai. Tangan kanannya sudah terayun ke udara. Siap melemparkan serangan sihir.
"Asia!" Baronees ikut berteriak. "Hentikan sekarang juga! Dasar anak tidak tahu untung! Bikin repot orangtua saja! Pelayan! Panggil Kesatria keluarga dan kurung anak ini di ruang bawah tanah!"
Baronees harusnya sadar. Asia tidak takut dengan ancaman seperti itu. Asia memutar bola mata malas. Lalu ia menjentikkan jari. Sekelebat, cahaya sihir bergerak ke arah tangan Asia membentuk sebuah mata pisau.
Benda itu ia lemparkan ke ujung gaun mewah Baronees yang berwarna merah terang.
"Akh! Anak gila!"
Baroness menjerit meminta pertolongan. Sementara Asia ditahan oleh para Kesatria keluarga Baronees. Baron Piroxicam pun berteriak gusar pada sang Putri.
"Asia, kau!" Baron bahkan kehilangan kata-kata dengan sikap Asia yang berubah bar-bar.
"Kau akan membalas semua---"
Kekuatan itu terlepas begitu saja. Sesuatu seperti meledak dan menggetarkan tanah.
Asia tidak mampu menahan emosinya. Enak saja, dia tidak mau ditindas dan diseret lagi. Sudah cukup hidup menderita di keluarga Baron.
Seluruh ruangan hancur berantakan, ketika semuanya perlahan tenang. Keberadaan Asia telah menghilang. Sebagai jejak, dia menggunakan darahnya sendiri pada dinding rumah Baron untuk mengucapkan pesan terakhir.
Hari ini. Putri Sulung keluarga Baron Piroxicam telah mati!
.
.
.
Sejak peristiwa di rumah Baron dan anak perempuannya. Timbul sebuah desas-desus bahwa Baron selama ini telah menyiksa Putri sulungnya hingga tewas.
Para pelayan sengaja menyebarkan gosip tersebut sebagai balasan kekesalan hati, melihat Nona kesayangan mereka yang selama ini hidup menderita di tangan dingin sang Ayah.
Seminggu telah berlalu. Kabar miring itu mulai terlupakan. Tetapi itu cukup berakibat fatal pada bisnis Keluarga Baron. Pendapatan mereka menurun dan Asia yang mendengar hal tersebut di suatu tempat tertawa senang.
Dia telah hidup sebagai gelandangan secara sembunyi-sembunyi. Asia secara sukarela memberikan pengobatan 2 perak di sudut pasar untuk membantu menyembuhkan setiap penyakit dengan sihir.
Dia hanya mampu melayani dua pelanggan lalu kabur untuk bersembunyi. Dia bahkan menggunakan gang kecil yang sebelumnya sebagai tempat tinggal. Menggunakan perkakas bekas yang ia temui dan untuk menjaga suhu tubuh. Asia sudah mampu menggunakan sihir pengahagat.
"Selamat siang. Pengobatan sihir hanya 2 perak."
Asia berseru dibalik jubah lusuh dan kumal yang ia ambil dari tali jemuran sebuah rumah.
"Wah! Adik kecil. Kau rupanya masih hidup, ya?"
Tubuh Asia membeku. Dia mendongak untuk melihat seseorang yang sedang berdiri membelakangi matahari.
Monica dengan seringainya, tampak sangat kagum melihat Asia. Dia pun menaruh 1 keping koin emas ke dalam wadah uang Asia.
"Kau benar-benar tidak nyaman di rumah itu. Perbuatanmu sungguh membuat gempar."
Asia tidak menjawab. Ia malah fokus menatap koin emas. Itu cukup untuk biaya hidup selama sebulan.
"Ikut aku." Monica mengulurkan tangan. Asia menatap telapak tangannya. "Aku bisa mengurusmu lebih baik. Jauh lebih baik dari pada hidup terlunta seperti ini."
"Bagaimana aku mempercayaimu?"
Asia menatap curiga.
"Aku pernah menyelamatkanmu. Bukankah itu sudah cukup? Kau kuberi rumah dan pakaian hangat serta makanan. Sebagai gantinya, kau harus menjadi penyembuh untuk pasukanku."
Alis Asia bertaut bingung.
"Pasukan? Memangnya kau siapa?"
Monica yang merasa lucu dengan pertanyaan tersebut malah tertawa lebar. Uluran tangan Monica berubah menjadi bentuk jabat tangan.
"Monica. Kapten Kesatria Yuvrae."
__///___///____///____//___
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top