Chapter 10
Hujan abu menjadi pemandangan yang pertama kali dilihat oleh Asia dan Jaz. Hampir seluruh kota Tokinawa dipenuhi debu berwarna abu-abu pekat.
Penduduk sekitar, terpaksa menggunakan penutup hidung dan mulut untuk mencegah partikel debu yang terhirup. Sejujurnya, ia tidak mengetahui tentang bencana seperti ini. Pihak perwakilan dari kuil Tokinawa seharusnya melaporkan pada kuil utama di Kekaisaran, jika terjadi sesuatu.
"Jaz!" seru Asia dengan tangan terkepal. Untunglah, mereka menggunakan jubah sihir. Pakaian itu membebaskan mereka dari debu yang berjatuhan dari langit.
"Kenapa tidak ada yang memberitahukan ini?" Mata violet Asia berkilat emosi. Jaz juga tidak tahu tentang fenomena ini.
"Baiklah, antarkan aku ke kuil Tokinawa," pinta Asia. Jaz mengganguk, lalu menuntun Asia.
Sebagian pemukiman kota Tokinawa tepat berada di pinggir pantai. Berbagai toko, restoran dan hunian tempat tinggal langsung dibuat menghada ke laut lepas.
Tidak banyak orang yang mau berkeliaran di luar. Semua pintu dan jendela telah ditutup dengan sekat khusus untuk menjaga abu-abu tersebut masuk ke dalam rumah.
Kuil keagamaan berada di dekat sebuah bukit kecil di dekat teluk. Area tempat itu pun sepi. Tidak ada anak-anak atau remaja yang biasanya sering bermain di halaman kuil.
Jazz mewakili Asia untuk mengetuk pintu.
"Siapa?" terdengar seseorang bertanya dari dalam.
"Nona Saintess Sia datang berkunjung," seru Jaz lantang. Terdengar kasak-kusuk dari dalam. Pintu terbuka dan seorang remaja perempuan dengan rambut hitam menatap Asia dan Jaz.
"Nona!" Remaja itu langsung menerjang Asia dengan sebuah pelukan. Jaz ingin memarahinya, namun keburu dicegat Asia dengan tatapan mata.
"Kami kira Anda tidak akan datang. Aku sudah mengirim surat berbulan-bulan lamanya kepada kuil utama. Tetapi, tidak pernah ada balasan. Aku pikir, surat dari kami tidak sampai."
Remaja itu menangis dalam pelukan Asia. Asia pun melirik ke arah Jaz meminta jawaban dan Jaz hanya menggeleng kecil.
Jaz berusaha berpikir, bagaimana bisa surat permohonan tidak pernah sampai ke Kekaisaran. Seharusnya merpati yang dikirim bisa segera sampai. Apa mungkin ....
"Penduduk mulai sakit-sakitan. Obat herbal yang dijual juga melambung tinggi. Kekuatanku sebagai penyembuh pemula tidak terlalu berarti. Adik-adik di panti juga ikutan sakit. Nona Sia, kumohon. Tolong bantu kami."
Asia mencoba menenangkannya.
"Pertama, beritahu aku. Siapa namamu?"
"Arina," jawab si remaja.
"Baiklah, Arina. Aku akan tinggal beberapa hari di Tokinawa untuk membantu. Kau bisa memberi tahu warga lokal agar datang ke kuil. Sebelum itu, aku akan mengurus yang di sini."
Arina mengganguk senang. Ia kembali masuk ke dalam kuil. Memberitahu sebagian besar anak-anak dan remaja yang tinggal di sana, lalu berpamitan untuk pergi ke kota.
Asia mulai memeriksa semua anak yang perlu penanganan. Jaz bergerak cepat membersihkan seluruh ruangan menjadi bersih dengan sihirnya.
Sihir hijaunya membuat aneka akar dan tumbuh-tumbuhan hidup dan menjalar ke seluruh dinding. Beraneka bunga mekar dengan kelopak berwarna-warni.
Kuil yang awalnya suram terlihat lebih hidup dan berwarna. Jendela-jendela yang retak dan kusam. Telah disihir menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Jaz dengan iseng membuatkan mahkota bunga pada beberapa anak perempuan.
"Jadi," seru Jaz dengan ramah. "Di mana dapur kalian?"
Anak-anak segera menarik tangan Jaz menuju dapur, sedangkan Asia. Ia mulai melakukan penyembuhan pada seluruh anak yang terpapar debu di dalam kamar.
"Revitalize!" Merupakan sihir untuk melakukan penyembuhan pada orang lain yang dimiliki oleh seorang Priest.
Dalam sekali pengucapan mantra. Skill tersebut mampu menyembuhkan semua orang. Asia bahkan menambahkan sebuah mantra tambahan yang berupa meregenerasi energi kehidupan seseorang menjadi lebih besar.
"Prayer," ucap Asia. Ini berguna, agar anak-anak ini tidak cepat sakit akibat fenomena hujan abu yang terjadi.
Tak lama berselang, Arina datang dengan membawa puluhan penduduk Tokinawa. Sebagian besar mengikuti Arina bukan datang untuk menyembuhkan diri. Mereka semua lebih ingin membuktikan apa yang dikatakan Arina mungkin saja omong kosong berarti. Bahkan dari luar kuil saja, orang-orang sudah dibuat takjub dengan sihir biru yang melingkupi seluruh bangunan.
"Nona Saintees!" seru Arina dengan wajah ceria. "Aku sudah mengumpulkan semua orang."
Asia yang tengah menghibur anak-anak panti di kuil, menoleh menatap gerombolan yang balik menatapnya penasaran.
"Mengapa Anda baru tiba di sini? Kami sudah sakit-sakitan karena hujan debu sejak 2 tahun terakhir," seru seorang di antara mereka.
"Benar!" Yang lain ikut menimpali. Tampak kecewa dengan kedatangan Asia. Padahal dia sendiri datang ke Tokinawa dengan tujuan berbeda.
Dia menyadari, bahwa pihak kuil mungkin saja sengaja tidak memberitahu soal masalah ini. Mereka takut, Asia yang menjadi kekuatan utama mereka akan pergi meninggalkan Kekaisaran. Gadis berambut lilac itu berusaha untuk tetap tenang di hadapan para warga.
"Untuk semuanya." Asia membungkuk penuh penyesalan. "Aku minta maaf atas keterlambatanku di Tokinawa. Jika Anda semua berkenan. Bolehkah, aku mengetahui bagaimana fenomena ini bisa terjadi?"
Seseorang maju sebagai perwakilan.
"Semua ini sejak pertempuran di pulau kematian. Kami tidak tahu apa yang terjadi. Tetapi, sesuatu mulai diterbangkan dari sana bermil-mil jauhnya. Pasukan Pangeran Mahkota yang datang mengambil logistik mengucapkan itu karena monster-monster yang telah dibunuh. Tetapi kami yakin, mereka pasti membangunkan sesuatu yang tertidur."
"Monster!" Yang lain menimpali.
"Ada lagu kuno tentang itu."
Orang-orang saling berpandangan. Lalu perlahan-lahan, sebuah nyanyian di lantunkan.
Lari! Lari! Lari!
Cepatlah dan pergi bersembunyi.
Dia akan menangkapmu, kau mungkin mengira dia terlihat menarik. Tetapi dia akan menghantuimu jika kau menggangu tidurnya.
Matahari menghilang, semuanya menjadi gelap dan dingin. Jika itu terjadi, kau akan bermimpi buruk.
Asia berusaha menyikapinya. Itu tidak pernah dia temukan dari semua buku yang ia baca. Bisa jadi dia telah melewatkan sesuatu.
"Aku berencana akan pergi ke pulau kematian setelah menyembuhkan semua orang yang sakit akibat fenomena. Untuk itu, sebagai balasan. Apa aku boleh mendapatkan informasi lebih dan transportasi dengan tempat tersebut?"
Warga saling memandang. Kemudian mengganguk setuju dengan usul Asia. Maka, sejak detik itu. Asia membantu menyembuhkan seluruh warga Tokinawa.
Jaz tampak gelisah selama dua hari mereka di sana. Asia sudah terlalu banyak mengeluarkan energinya. Dia akan kelelahan sebelum mereka tiba di pulau kematian.
Tepat dari atas bukit kuil yang mengarah langsung ke arah kota. Asia membentangkan kedua tangannya tinggi-tinggi. Dia berkosentrasi sejenak. Ini adalah hal terakhir yang di lakukan Asia sebelum mereka berlabuh meninggalkan kota.
"Protection All," lirih Asia bahkan nyaris tidak terdengar oleh Jaz yang berdiri di belakangnya.
Mendadak, sebuah kubah terbentuk mengelilingi Tokinawa di bawah cahaya bulan. Sihir itu melingkupi seluruh kota dari hujan debu. Debu yang berada di kota perlahan-lahan menghilang.
Untuk saat ini, Asia hanya bisa mencegah debu itu memasuki Tokinawa. Dia secara khusus belum bisa menghilangkannya. Asia sendiri perlu mencari tahu sumber tersebut.
Saking kelelahan mengeluarkan sihir terus menerus. Asia ambruk dan pingsan dalam dekapan Jaz yang bergerak cepat membopongnya.
"Sia," kesal Jaz dengan wajah memerah semu. "Sudah kubilang untuk tidak memaksakan diri."
Pria Elf itu pun lantas meniupkan sesuatu ke wajah Asia. Lalu ia mendekap tubuh gadis itu dengan sangat kuat.
"Semuanya akan baik-baik saja."
___//___///____///___
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top