Asheeqa 7

بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

jika sesuatu dihadapanmu membuatmu takut dan sesuatu di belakangmu membuatmu sakit. Maka lihatlah ke atas Allah tidak pernah gagal untuk menolongmu
-yukha quote-

-Asheeqa-

Setelah selesai makan mie cabe ayam, dan hilang rasa terbakar di mulut oleh guyuran es susu coklat. Keringat yang bercucuran pun sudah tergantikan dengan tisu yang berserakan di meja makan. Abang Aries masih aja senyam senyum nggak jelas.

Nih orang emang kelakuannya aneh, bisa berubah dalam sekejap saja. Udah ngalahin bunglon yang bisa berubah warna. Dari baik jadi aneh. Kumat deh. Pusing pala baby.

"Kenapa lu bang senyam senyum ngledek gue ya?" Emosiku.

"Kagak, gue kan senyum tuh godain dede gemes di depan." Kata bang Aries menunjuk dengan dagunya, beberapa cewek berseragam putih abu-abu membalas senyum bang Aries sambil ketawa ketiwi.

Emang sih abang gue ini ganteng, ganteng banget malahan. Sama bang Igo juga gantengan bang Aries, cuman sifatnya dia itu nyebelin banget. Liat aja sekarang ade di sebelahnya lagi ada masalah malah dia sibuk godain dede gemes yang baper dapat tatapan genit dia. Aduh apa salah umi ya sampai nglahirin anak cowok kayak dia. Jadi saudara berbagiku lagi. Untung aja nggak nular ke aku. Tapi tenang dia orangnya baik banget kok, malahan kadang sifat dia yang sulit di tebak ini bisa tiba-tiba jadi dermawan banget.

Nih ya, pernah tiba-tiba dia ngrebut roti punyaku sama bang Igo. Langsung dibawa lari, pas aku kejar sama bang Igo nggak taunya dia lagi ngasih roti punya kami ke bapak-bapak tua pencari barang bekas yang sedang istirahat. Di buat mlongo deh aku sama bang Igo.

"De, pulang yuk." Ajak bang Aries.

"Pulang kemana?"

"Ke rumah lah, masa ke kebon binatang."

"Et dah lu bang! Nggak ada baik-baiknya sih sama gue. Ngajakin gue ke pantai atau ke gunung kek, masa ngajak ke kebon binatang. Biar ilang nih masalah, butek nih otak gue." Jawabku nyolot.

"Et dah, betawinya muncul. Buteknya pikiran lo kan hilang kalau diajak makan mie cabe, ngapain ajak ke gunung atau pantai. Mending ke kebon binatang ketemu Kumbo." Kata bang Aries menyebut salah satu Gorila di pusat Primata Ragunan.

Aku tersenyum, memang sih cukup mudah buat ngilangin pusingnya aku. Cukup makan mie cabe, emosiku dilampiaskan lewat makanan. Nggak perlu abisin uang banyak buat jalan-jalan. Toh masalah ini bakalan ilang hanya dengan aku ikhlas dan memaafkan. Tapi satu lagi ini hal tersusah dan bener-bener susah masih mending suruh ngerjain soal kimia deh pakai rumus Alkana Alkuna atau soal matematika pakai  sin cos tan atau ketemu trigonometri pakai angka tak terhingga. Tapi bisa ketemu jawaban dengan mudah, walau pakai otak encernya bang Igo hehehe.

"Pulang ke rumah Umi de. Kalau ke rumah bunda, nanti abang bakalan di omelin bunda sama abah. Bawa putri cantik yang nyebelinnya punya mata bengkak abis nangis bombay di pinggir jalan, dan akhirnya bolak-balik ke kamar mandi akibat makan mie cabe." Ucap bang Aries panjang lebar. Tapi ada benarnya juga sih. Mending ketemu umi dulu, biar dapet siraman rohani dari dokter cantik sama obat diare.

"Cengar cengir lagi. Gila lu ya?" Lanjut bang Aries bikin aku manyun.

Tanpa adu mulut lagi yang bakalan berakhir di usir sama mang Kumis. Pakai gaya centil dan manjanya si inces melambaikan tangan ngusir kita. Aku memilih segera masuk ke mobil bang Aries.

Mobil yang kami tumpangi, akhirnya berhenti di depan rumah bergaya minimalis. Seorang perempuan paruh baya berkhimar menyambut kami.

"Loh kok Abang bareng ade sih?" Tanyanya terkejut melihatku keluar dari mobil.

Ku paksakan bibirku untuk tersenyum, jangan tanya kenapa aku harus terpaksa tersenyum. Lagi-lagi abang yang membawaku pergi ini ngeluarin jurus keponya buat nanya-nanya alasan kenapa aku nangis. Walaupun aku tahu sebenarnya dia udah tahu jawabannya sendiri. Tapi tetep aja pengin denger sendiri dari bibir tipisku ini yang berwarna pink alami tanpa polesan gincu.

Laki-laki yang di panggil Abang hanya tersenyum kemudian lebih memilih untuk masuk duluan.

"Kaka kenapa?" Tanyanya kembali padaku.

Seperti yang di lakukan Abang, dia memilih memelukku dari pada menunggu jawabanku. Pelukan hangat kembali ku rasakan. Di saat ini juga, airmataku kembali menetes. Di sini aku berubah menjadi cewek manja dan cengeng. Berbeda jika aku ada di rumah bareng abah dan bunda. Aku selalu terlihat ceria, usil dan kuat. Aku nggak ingin liat bunda atau abah melihat tangisanku. Dan tahu betapa rapuhnya aku saat ini.

"Masuk dulu sayang." Ajaknya.

Aku duduk di sofa berwarna putih di ruang keluarga rumah ini, yang bergaya shabby chic. Interiornya lebih dominan warna putih, baby blue n baby pink. Benar-benar manis dan lucu. Padahal penghuni rumah ini kebanyakan laki-laki tapi sepertinya wanita lebih berkuasa tentang desain rumah ini.

Beberapa quote juga terpasang di dinding. Bagi siapapun yang membaca akan termotivasi. Salah satunya yang berwarna putih dan hitam bertuliskan, jika sesuatu dihadapanmu membuatmu takut dan sesuatu di belakangmu membuatmu sakit. Maka lihatlah ke atas Allah tidak pernah gagal untuk menolongmu -yukha quote-.

Aku menghela nafas membaca quote itu, kenapa aku harus jadi seperti ini. Merelakan lambungku terkontaminasi dengan mie cabe, demi melampiaskan emosi sakit hatiku. Padahal masih ada Allah yang pasti menolongku. Dan setiap masalah yang aku hadapi pasti ada jalan keluarnya.

"Nih minum neng." Abang memberi segelas es teh manis untukku. Aku menerimanya, dan meneguknya hingga setengah gelas.

"Haus ya?" Tanya ibu paruh baya yang duduk di sebelahku ini.

Aku tersenyum malu.

"Abang bikin ade nangis ya?" Tanya ibu di sampingku ini menatap tajam Abang yang duduk di sebrang sofaku.

"Bukan abang umi. Ade aja tuh makan mie ayam pakai sambal 15 sendok." Terang bang Aries.

Wanita yang di panggil Umi ini bukannya memarahiku tapi malah menatap tajam abang. Keliatan kalau umi bakalan ngeluarin jurus seribu satu semburan ocehan maut ke depan muka anak laki-lakinya.

Dan mulai lah aksi si Umi cantik ngomel-ngomel ke bang Aries.

"Abang gimana sih jadi kakak? Udah tau ade punya maag. Diajakin makan mie ayam? Kenapa juga nggak larang pas ade ambil sambel? Abang sayang nggak sih sama ade? Kok jahat banget! Harusnya tuh sambel jangan di deketin ke ade. Harusnya dituang semua ke mangkok mie ayam abang."

Ngok

Aku langsung ketawa ngakak denger perkataan umi. Ini ibu memang sebelas dua belas sama anaknya.

"Kok Umi jahat banget sih?" Keluh bang Aries cemberut.

"Eh Umi salah ngomong ya?" Tanyanya bingung, mengingat perkataannya tadi.

Aku hanya mengangguk menanggapinya.

"Maaf deh bang, maksud Umi di tuang ke mangkok mie ayam mang Kumis gitu."

Terlihat bang Aries, hanya senyum terpaksa menghadap Umi.

"Kaka, lagi ada masalah ya?" Tanya Umi sekali lagi.

Aku tersenyum, aku belum berani cerita tentang pertemuanku dengan pria tadi. Walaupun mereka keluarga keduaku dan jadi tempat ketika aku menangis dan berkeluh kesah, tapi soal ini lebih baik aku simpan rapat-rapat. Hanya bang Igo yang bisa aku percayai soal pria ini.

"Yaudah kalau kaka nggak mau cerita sama Umi. Dan buat abang." Umi menjeda perkataannya sambil menatap tajam ke abang, "Nggak usah kepo, dan maksa ade buat jawab."

"Iyee umiku sayang."

Tau aja nih umi, sifat kekepoan anak keduanya.

Mungkin banyak yang bingung ya, kenapa aku dipanggil kaka dan ade disini. Hehehe, kaka itu panggilan yang diambil dari Asheeqa. Sedangkan ade, panggilan kesayanganku di keluarga ini, karena aku paling kecil dan paling disayang disini. Sombong dikit nggak apa-apa ya.

"Umi, kaka nginep disini ya." Kataku merajuk sambil memeluk ibu dokter cantik ini, yang kini memilih menjadi ibu rumah tangga dan hanya menerima pasien dhuafa di rumahnya.
"Nggak boleh!" Tolak bang Aries mentah-mentah.

"Ihh abang kok jahat banget sih. Ade kan udah lama nggak nginep disini," ujar umi.

"Kalau ade disini, bisa-bisa umi sama abi bakalan di kuasai sama kaka sendirian." Jawab bang Aries.

"Aduh, ternyata abang cemburu ya de? Takut banget kasih sayang umi berkurang buat dia. Padahal dari dulu umi selalu bagi sama rata deh kasih sayang umi. Lagian dari kecil kan kalian selalu berbagi. Masa udah gede masih cemburu gitu sih bang?"

"Iya umi, abang kayak anak kecil. Padahal badan udah kayak Hercules." Godaku bersemangat.

"Iya ya de, padahal makan juga banyak banget loh. Kayak kuli nasi sama lauk kayak gunung mau meletus."

"Hahaha"

Abang sendiri hanya manyun, di ejek sama aku dan umi.

"Hem, nggak taunya pada disini. Abi ucap salam tapi nggak ada yang jawab." Ucap seorang pria berpakaian jas rapi, dengan tas kantor di tangan kirinya.

"Walikumsalam abi!" Sontak aku berteriak dan memeluk laki-laki berjenggot tipis.

"Anak perempuan abi ada disini toh. Pantesan semua ceria banget."

"Iya dong aku kan pelangi yang datang setelah hujan." Jawabku bersemangat.

"Tuh kan, apa abang bilang. Abi baru pulang aja udah di glayutin gitu. Kayak owa kamu de." Cemburunya Aries kumat.

"Enak aja owa, abang tuh kumbo." Kataku tak terima disebut owa.

"Owa."

"Kumbo."

"Owa."

"Kumbo."

"Udah-udah kalian berdua." Sela Abi menengahi keributan antara aku dan bang Aries.

Suara handphone menyudahi perdebatan panggilan di pusat primata oleh aku dan bang Aries.

"Udah, kalian semua anak umi. Nggak ada owa nggak kumbo. Semua umi sayang." Lanjut umi. "Bunda nelpon nih ka?" Umi memperlihatkan handphonenya, yang tertera nama dan foto bunda di layarnya.

Dengan sigap aku langsung mengambil dan menggeser icon telpon berwarna hijau.

"Assalamualaikum bunda?" Sapaku.

"Waalaikumsalam. Kamu kenapa nggak kasih kabar sih kalau dirumah Umi." Terdengar suara bunda kuatir.

"Maaf bunda kaka lupa kasih tahu." Aku hanya bisa menggaruk kepala.

"Lain kali kabarin, udah main ngilang dari rumah sakit juga."

"Maaf bunda, abis tadi di ajak pergi sama bang Aries. Pakai pemaksaan segala, jadi lupa deh sama bunda." Elakku.

Merasa namanya disebut, bang Aries mengacungkan kepalan tangan mengancamku. Gara-gara aku juga sih berbohong.

Sedangkan aku hanya membalas dengan dua jari membentuk V dan tersenyum semanis mungkin padanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top