Asheeqa 2

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Allah selalu menolong orang selama orang itu selalu menolong saudaranya (semuslim)."
HR. Ahmad.

-Asheeqa 2-


Aku sudah menghitung jarak dan kecepatanku agar bisa melumpuhkan penjambret tadi. Dan tanpa pikir panjang lagi, aku langsung melemparkan ember berisi ikan gurami pesanan bunda. Dengan sekuat tenaga. Urusan bunda belakangan, yang penting nih pejambret jadi prioritas pertama.

Bug

Sukses ember yang kulempar mengenai punggung penjambret tadi. Membuat dia berhenti berlari dan memegang punggungnya yang kesakitan. Air dan ikan yang di ember jatuh ketanah. Ikan guraminya menggelepar di tanah. Maafin Asheeqa ya ikan,,,

Beberapa orang yang tahu penjambretnya sudah nggak bisa lari lagi akibat aksiku, langsung memberikan bogem mentah dan tendangan membabi buta kepada penjambret yang mungkin berusia belasan tahun. Dia terduduk sambil memegangi kepala, menghindari pukulan orang-orang yang main hakim sendiri. Abah yang melihat aksi itu malah mencoba melerai orang-orang yang tersulut emosi.

"Udah-udah berhenti, berhenti!."kata Abah mengamankan penjambret yang terus meminta ampun.

"Ampun... ampun..."ucap penjambret ketakutan.

Main hakim sendiri, adalah hal yang tidak dibenarkan. Meskipun mereka penjahat tapi nggak selayakya mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari beberapa orang yang emosi. Negara ini Negara hukum, setiap perbuatan jahat ada hukumannya. Sudah banyak korban dari main hakim sendiri, bukan Cuma penjahat yang babak belur dihajar massa, bahkan yang lebih miris lagi ada yang sampai mati dibakar massa. Bukannya berhasil menangkap penjahat malah kita yang akhirnya menjadi penjahat juga.

Dalam UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM pasal 4 dan 33 ayat (1) Yang dimana apabila disimpulkan bahwa perbuatan main hakim sendiri merupakan Suatu tindakan yang bersifat melawan hukum juga dan melanggar hak asasi manusia.

Menjambret juga bukan hal yang dibenarkan, untuk mencari nafkah. Karena itu sudah melanggar hukum, mengambil barang dari seseorang secara paksa. Jambret juga dilarang agama, hasil dari jambretpun haram. Tapi semua itu kadang membutakan mata seorang bagaimana caranya memperoleh uang dengan jalan singkat. Tanpa memperdulikan orang disekitarnya.

Sedih, melihat muka penjambret yang babak belur padahal tadi pasti sakit punggungnya kena ember gara-gara aku.

"BERHENTI!"teriakku menghentikan aksi main hakim sendiri.

"Ngapain berhenti, ayo lanjut aja pukul biar tau rasa dia. Berani-beraninya menjambret di sini,"kata seorang laki-laki gendut memprovokasi orang-orang agar terus memukul.

"Ampun... ampun... ampun..."rintih penjambret itu memegangi kepalanya.

Bukan Cuma pukulan tangan, tapi tubuh penjambret itu juga di tendangi.

"Berhenti!"kali ini abah kembali bersuara, sambil merangkul penjambret itu. Tapi emosi para warga masih tinggi, Abah beberapa kali juga ikut mendapat pukulan. Aku yang nggak tega melihat abah akhirnya ikut mendorong beberapa orang yang hendak memukul.

"Aku bilang berhenti, kalian budeg apa!"kataku ikut emosi.

Beberapa orang yang mengenalku dan abah akhirnya berhenti memukul. Kepalan tangan mereka terlepas.

"Jangan di bebasin lagi. Kita bawa aja ke kantor polisi."usul seseorang.

"Iya bawa aja ke polisi,"beberapa orang ikut menyetujui.

"Ampun,,, ampun,,, jangan bawa ke polisi kasian adik saya sedang sakit dan kami belum makan."kata penjambret lirih sambil menangis.

Deg

Kaget dan sedih. Itu yang aku rasakan mendengar alasan penjambret tadi. Kenapa ini sampai terjadi? Sakit dan kelaparan? Ya Allah, ini kah banyaknya alasan kenapa orang rela mencuri demi sesuap nasi untuk keluarganya.

Aku harus selamatin pejambret ini. Tekadku kuat. Tapi aku dan abah bener-bener kehabisan akal menghentikan emosi para warga. Walaupun mereka mendengarkan alasan pemuda ini. Tetap saja emosi para warga masih tinggi.

"Lebih baik kalian semua bubar!"ucap seorang wanita memakai khimar ikut berdiri disampingku. Aku cukup kaget mendengarnya. Apalagi suaranya yang keras, padahal kalau dilihat dari penampilannya seharusnya kata-katanya lemah lembut tidak teriak seperti ini.

"Isi tas saya masih utuh nggak ada yang hilang. Seharusnya kalian malu, aksi kalian main hakim sendiri salah. Malah tindakan kalian lebih parah dari yang dilakukan pemuda ini."kata perempuan tadi menatap tajam orang-orang. Nafasnya masih tersengal-sengal mungkin karena ikut berlari atau menahan emosi.

"Kalian semua ikut berdosa jika membiarkan tetangga kalian kelaparan. Udah lebih baik kalian bubar. Bubar! biar pemuda ini jadi urusan saya."katanya mengakhiri main hakim sendiri.

"Tidak sempurna iman seseorang yang tidur malam dalam keadaan kenyang. Sedangkan tetangganya dibiarkan kelaparan, padahal ia tahu tentang hal itu." HR. Ath Thabrani.

Para warga yang tadi memukul akhirnya berangsur pergi meninggalkan kami berempat. Aku, abah, perempuan yang memakai khimar dan terakhir penjambret yang masih dipelukan abah.

Tetapi masih ada aja orang yang ingin memukul, untung saja bisa aku tangkis. Aku kembali menatap tajam pada orang yang terakhir tadi, sama sekali tidak ada rasa takut dariku.

Dia membuang ludah dihadapaku, kalau nggak inget abah ada dibelakangku. Udah berakhir tuh bapak-bapak gendut kena hajar aku. Masih aja tuh orang emosi. Nggak mikir apa ya, kalau dia ada di posisi pemuda ini.

"Makasih,"ucap pemuda tadi lirih menahan sakit sekujur tubuh.

"Nama kamu siapa?"Tanya perempuan berkhimar tadi lembut, suaranya bener-bener adem. Bikin hilang emosiku.

"Na,,, namaku Rayan."katanya sambil memegang pipinya yang lebam.

"Aku Husna. Bapak siapa?"kata Husna memandang abah.

"Panggil aja abah. dan dia cucu saya A ..."

"Mehru, maaf ya Yan, mungkin kalau tadi gue nggak lempar ember mungkin lu nggak bakalan babak belur kayak gini,"potongku cepat memperkenalkan diri dan meminta maaf sama Rayan.

"Nggak apa-apa kok mbak Mehru, kalau nggak ada ember dari mbak Mehru mungkin aku sangat menyesal memberikan uang haram ke adikku."sesal Rayan menunduk. Aku hanya mengangguk setuju mendengarkan perkataan Rayan. Memberikan makan dengan uang haram kan dosa, bukan jadi daging juga. Apalagi uang hasil jembret tadi buat biaya berobat adiknya, nanti bukannya sembuh malah jadi kenapa-napa.

"Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram kecuali neraka lebih utama untuknya." HR At Tirmidzi

"Sepertinya Rayan harus segera di obati. Takut nanti infeksi lukanya."usul Hasna.

"Lebih baik bawa kerumah abah aja. Dekat kok dari sini."kata abah.

Abah dan aku membantu Rayan untuk berdiri, sepertinya Husna ini tau batasan bersentuhan dengan yang bukan mahramnya. Dia hanya berjalan di belakang kami.

"Abah,,, ikannya mati,"cicitku melihat gurami pancingan abah tergeletak di tanah. Malah beberapa dari mereka mungkin mati karena terinjak kerumunan warga tadi.

"Bawa aja yang masih bagus, yang jelek buang aja. Yang penting jangan di tinggalin di jalan."kata abah.

Kami berempat akhirnya berjalan pulang kerumah, beruntung jarak rumah hanya tinggal 50 meter dari sini.

Bunda yang ada di teras rumah, kaget melihat kami yang memasuki halaman rumah.

"Ya Allah,,, ini kenapa bah? Kok bisa babak belur gini,"ujar Bunda memperhatikan muka Rayan. Wajahnya penuh lebam, di sudut bibirnya ada darah. Pelipisnya pun mengeluarkan darah.

"Ceritanya panjang bun, mending bunda ambil kotak P3K gih,"suruhku tanpa rasa hormat pada orang tua.

"Kamu aja Ka, biar bunda yang bersihin lukanya."balik bunda menyuruhku.

"Mbak Mehru, kalau bisa ambil air bersih dan handuk ya,"pinta Husna lembut.

"Tanganku cuman dua Hus. Kalau mau ikut gue ke dalem, ambil yang lu butuhin,"kataku melirik Husna.

Husna hanya tersenyum, dan mengekor di belakangku.

Bunda akhirnya langsung bertindak, membersihkan dan mengobati luka Rayan dibantu dengan Husna. Sedangkan aku dan abah hanya jadi penonton. Beruntung abah nggak ada lebam ataupun luka di wajahnya. Bisa turun deh pamornya di tempat pemancingan kalau tahu muka ganteng abah harus ternoda gara-gara pukulan warga tadi.

"Kok bisa kayak gini sih?"tagih bunda meminta penjelasan pada kami.

Abah pun akhirnya menjelaskan apa yang terjadi tadi. Bunda sempet kaget kalau Rayan ini penjambret dan Husna korbannya. Bunda malahan mengusulkan agara Rayan dibawa ke kantor Polisi aja. Tapi bunda akhirnya malah menangis ketika mendengar penjelasan Rayan kenapa mencuri, lebih-lebih ternyata Rayan anak yatim piatu yang berjuang menghidupi kedua adiknya. Sebenarnya Rayan sendiri dulu bekerja sebagai office boy di Mall, tapi karena sering ijin untuk merawat adiknya akhirnya dia di pecat tanpa diberi pesangon sepeser pun. Sedangkan biaya di rumah sakit terus membengkak, Rayan juga nggak punya kartu BPJS.

"Ya Allah, terus adik kamu gimana di Rumah sakit? Sama siapa?"Tanya bunda dengan airmata mengalir. Mulai deh bunda jadi mellow.

"Ada Ayesha adik pertamaku yang jagain Bila."

"Kalau boleh tau. Di Rumah sakit mana adik kamu dirawat?"Tanya Husna.

"Di Medika mbak."kata Rayan menunduk memikirkan kedua adiknya.

"Dirawat diruang apa? Dan nama lengkap adik kamu siapa?"Tanya Husna kembali,mencari informasi lebih lengkap dari Rayan.

"Namanya Sabila Annisa, di bangsal Cempaka."

Setelah mendapat informasi, Husna meminta ijin untuk menelpon seseorang. Setelah beberapa menit Husna kembali duduk dengan kami.

"Maaf Abah, Husna boleh numpang salat Dzuhur?"pinta Husna malu.

"Astaughfirullah!"kataku dan abah kompak memegang jidat kami masing-masing, ingat kalau belum salat. Walaupun aku tomboy kayak gini, tapi Alhamdulillah salat lima waktu nggak ketinggalan. Kalau sampai lupa bisa diomelin abis-abisan deh sama bunda dan abah.

Dari pada dengerin omongan bunda yang cerewet plus ditambah didiemin sama Abah, dari matahari baru nongol sampai matahari ngumpet. Mending jadi anak baik deh, salat lima waktu. Sebenarnya sih bukan cuman karena itu aja sih, tapi suerrr deh aku takut nerakanya Allah. Ya walaupun tingkahku juga nggak tahu apa nanti buat aku bisa masuk surga atau neraka, tapi semoga Allah mau ampuni dosa-dosaku karena aku nggak tinggalin salat. Dan salat jadi jalanku sedikit mengobati luka hati yang tak kunjung sembuh.

****
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,,, mengakhiri shalat dzuhur kami.

Husna yang ada disampingku, membisikkan sesuatu padaku. Jujur aku terkejut dengan apa yang Husna bicarakan. Kata Husna, adik Rayan nggak lagi di bangsal melainkan masuk ke ICU jam setengah satu tadi karena kondisinya yang menurun. Informasi yang Husna ini dapatkan ternyata dari seeorang yang dia telpon tadi.

Husna sengaja tidak langsung berbicara dengan Rayan, Rayan baru saja mengalami hal buruk tadi jangan sampai dia langsung pergi ke rumah sakit dengan kondisinya yang babak belur. Kasian adiknya pasti akan tambah cemas.

Aku pun kemudian menceritakan semuanya ke abah dan bunda, tanpa pikir panjang lagi Abah mengajak kami semua untuk segera ke rumah sakit. Alhamdulillah bunda juga tadi sudah menyiapkan makanan untuk kami makan nanti.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top